Dairi - Sejumlah peternak babi di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, mengaku setuju opsi pemusnahan ternak, jika ada ganti rugi dan tindak lanjut. Sehingga, bisa dilanjutkan peternakan setelah penyakit itu benar- benar bersih.
Hal itu dikatakan beberapa peternak babi saat dikonfirmasi, Selasa, 26 Nopember 2019, menanggapi opsi pemusnahan yang dikemukakan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita, pada kunjungannya di Medan, Jumat 22 Nopember 2019.
Rey Sihombing, 31 tahun, peternak babi warga Jalan Cipta Sidikalang saat dikonfirmasih Tagar mengatakan, pemusnahan ternak babi di Sumatera Utara, untuk penanggulangan penyakit itu, merupakan langkah yang baik.
Tidak masalah dimusnahkan sementara, tapi harus ada tindak lanjut dari pemerintah.
Tetapi pemerintah harus memberikan ganti untung bagi peternak yang ternaknya masih hidup dan memberikan kompensasi bagi peternak yang sudah habis babinya.
"Tidak masalah dimusnahkan sementara, tapi harus ada tindak lanjut dari pemerintah," ucapnya.
Ditambahkannya, setelah pemusnahan, dinas terkait maupun dari Kementerian Pertanian harus rutin melakukan penyemprotan dan pengecekan virus tersebut. Apakah penyakit itu benar- benar sudah bersih.
"Harus action. Jangan pula setelah pemusnahan, tidak ada tindak lanjut dan terkesan dilama- lamakan," ucapnya.
Menurut Rey, kematian babi di Kabupaten Dairi bukan disebabkan oleh hog kolera, tetapi African Swine Fiver (ASF). 78 ekor babinya mati, meski sudah divaksin.
Ternak babinya masih bisa bertahan hidup satu bulan lebih usai divaksin. "Artinya, vaksin itu bereaksi di tubuh babi. Bila itu hoq kolera, ternak tidak akan mati. Biasanya, vaksin bereaksi 14 hari setelah disuntik," katanya.
Pemerintah harus adil, ternak yang sudah mati dan yang akan dimusnahkan harus diberikan kompensasi.
Rey menambahkan, penentuan penentuan jenis penyakit yang menyerang ternak babi beberapa kabupaten di Sumatera Utara ditutup- tutupi. Hal itu diduga dilakukan supaya ekspor daging babi tidak terganggu.
Senada, Alexander Simamora peternak babi dari Lae Mbulan, Kelurahan Panji Dabutar mengatakan, pemusnahan adalah penanganan yang pas atas serangan penyakit yang tidak ada obatnya itu.
Namun, pemerintah harus memberikan ganti untung dan ganti rugi. Ternak yang hidup dan yang sudah mati harus ada kompensasi dari pemerintah.
Bila hanya yang hidup diganti, pemerintah terkesan diskriminatif. Peternak yang sudah habis babinya, juga butuh kelangsungan untuk berternak kembali.
"Pemerintah harus adil, ternak yang sudah mati dan yang akan dimusnahkan harus diberikan kompensasi," ucapnya.
Alexander mengaku, sebanyak 70 ekor babinya mati, meski pun divaksin, sebagaimana kebiasaan dilakukan setiap tahun. "Setiap tahun kami menyuntik vaksin ke ternak babi," ujarnya
Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian Dairi, Jhon Manurung mengatakan, belum ada surat dari Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara terkait pemusnahan.
Namun, sudah diminta untuk menvalidkan data, berapa jumlah ternak yang mati dan alamat pemiliknya.
Kemungkinan ada ganti rugi ternak yang sudah mati dari Kementerian Pertanian. Sampai saat ini, jumlah ternak babi mati di Dairi sudah mencapai 3 ribu ekor lebih. []
Baca juga:
- Babi Mati Dibuang di Pinggir Jalan Kota Medan
- Nelayan: Ikan Di Aceh Tidak Makan Babi
- Edy Rahmayadi Punya Kawan Tangani Wabah Virus Babi