Perjuangan Penjual Nasi Kuning Demi Haji

Seorang janda di kota Probolingo Jawa Timur. berjuang keras dengan berjualan nasi kuning demi mewujudkan impiannya menuaikan ibadah haji.
Tipa Iya Santono calon jemaah haji asal Kabupaten Probolinggo.(Foto: Adi Suprayitno)

Surabaya - Niat ibadah akan terwujud jika di iringi perjuangan. Seperti nasib Tipa Iya Santono 50 tahun. Seorang janda asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur ini harus berjuang keras dengan berjualan nasi kuning demi mewujudkan impiannya yakni menuaikan ibadah haji.

Untung hasil penjualan nasi kuning milik Tipa tidaklah banyak. Setiap hari dia hanya untung Rp 20 ribu per hari. Tipa harus bangun pagi untuk memulai jualan di salah satu sekolah di Probolinggo. Dengan lauk tempe dan tahu, nasi kuning dijual ke siswa-siswi madrasah ibtidaiyah.

Jam 06.00 sudah berangkat berjualan. Di sekolah banyak penjual nasi, tapi Alhamdulillah rezeki tidak pernah tertukar.

Almarhum suami Tipa yang bernama Miskat (semasa hidup) merupakan seorang pemulung kardus. Namun keuletan Tipa, hasil penjualan tiap hari ditabungnya.

Setelah bertahun-tahun menabung, Tipa bersama almarhum suaminya akhirnya bisa mendaftar haji. Pendaftaran itu, Tipa menyetorkan uang Rp 5 juta kepada Saiful Bahri, pemilik KBIH di Probolinggo. Miskat rela pergi ke rumah Saiful melewati tiga kecamatan menaiki sepeda ontel yang di belakangnya ada kardusnya. Uang yang disetorkan sebesar Rp 20 ribu terkadang berupa recehan Rp 1.000 hingga Rp 2.000.

Artikel lainnya: Dua Waria Bulukumba Naik Haji

Dia tidak ingat tahun berapa dimulainya menabung dan mendaftar haji. Ia hanya ingat ketika almarhum suaminya dapat panggilan ke tanah suci pada 2018. "Saya bersama suami uang saya kumpulkan bertahun-tahun, akhirnya bisa mendaftar haji," ujarnya.

Miskat akhirnya tertunda keberangkatannya pada 2018 karena mendadak sakit di Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Suami Tipa akhirnya dipulangkan, dan beberapa harinya meninggal dunia.

"Kemudian Hajinya suami dibadalkan oleh pihak KBIH," ujar Tipa sambil meneteskan air mata.

Tipa teringat perjuangan suaminya untuk dapat melaksanakan rukun islam ke-5. Riski hasil memulung selalu disisihkan untuk dapat berangkat haji. Bahkan rela kelaparan demi menabung untuk haji.

"Bapak sering nahan lapar kalau kerja. Gak mau makan di luar seperti di warung. Bapak itu rela kelaparan, kalau tidak makan di rumah. Alasannya uangnya, mending ditabung buat haji," ungkap Tipa.

Artikel lainnya: Mbah Tiwa, Jemaah Calon Haji Berusia Satu Abad

Meski hanya sebatang kara, Tipa mampu bertahan hidup. Tipa selalu berdzikir ketika jualan nasi kuning. Tiap harinya dia harus bangun jam 03.00 WIB untuk solat tahajud agar dapat berdoa kepada Allah.

"Ya Allah saya senang nak, damai dan sejuk hati waktu itu nak. Di waktu-waktu itulah, langit terbuka untuk doa-doa kita," kata Ibu Tipa terharu.

Dia hanya ingin mendapat bekal untuk ke akhirat jika sampai di tanah suci nanti.
Tipa tergabung dalam kloter 14 dan terbang dari Bandara Juanda Surabaya menuju Madinah pukul 06.30 WIB, Kamis, 11 Juli 2019. Kemudian rombongan akan tiba di Madinah di hari yang sama pukul 13.30 waktu setempat. []

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.