Yogyakarta - Banyak faktor yang menjadi penyebab radikalisme tumbuh subur di Tanah Air. Penyebaran berita bohong atau hoaks menjadi pendorong mereka yang tak puas dengan kondisi dan situasi sebuah wilayah berbuat radikal.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono mengatakan, sejak dulu hingga sekarang paham radikalisme terbentuk sebagai respons atas ketidakadilan dan makin meluasnya kesenjangan sosial masyrakat.
Mereka yang terpapar dengan paham tersebut ingin melakukan perubahan dengan cara yang salah. Agama menjadi media untuk mengekspresikan kedok kebenciannya terhadap negara. Islam, lagi-lagi disudutkan telah melahirkan paham tersebut.
“Mereka melakukan tindakan dengan cara yang tidak tepat yang mengatasnamakan agama. Mereka mempelajari itu melalui media sosial,” kata Argo dalam siaran pers yang diterima Tagar, Minggu, 20 Desember 2020.
Argo tak menapik, jika penyebaran berita di media sosial dengan tujuan menghasut orang-orang antipemerintah, semakin subur. Tanpa filter dan sulit dikendalikan.
Mereka melakukan tindakan dengan cara yang tidak tepat yang mengatasnamakan agama.
Penjabaran radikalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki tiga makna. Radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik. Atau makna lainnya radikalisme merupakan sikap ekstrem dalam aliran politik.
Juga, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Oleh karena itu, Polri meminta kepada seluruh pemangku kepentingan berupaya saling mencegah terjadinya penyebaran paham dan ideologi radikalisme di kalangan anak muda.
Khususnya pengambil kebijakan yang bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan, sosial, keagamaan, komunikasi dan keamanan di lingkungan masing-masing.
“Ya perlu peran serta semua stakeholder,” ucapnya.
Baca juga:
- Proses Muhammad Syarif Anggota FPI Menjelma Teroris
- Ali Imron Mengaku Bisa Provokasi Teroris 2 Jam untuk Bunuh Diri
- Kata Kemenag Soal Kotak Amal untuk Jaringan Terorisme
Sebelumnya, Argo menyebut sejumlah kader teroris dari kelompok Jamaah Islamiyah pulang kampung dari di Suriah. Selain terdidik dan terlatih, mereka telah teruji dalam medan pertempuran sesungguhnya. Hal ini terungkap paskapenangkapan 23 terduga teroris dari berbagai daerah di Indonesia. []