Pengamat Soal Emak-emak PEPES: Bukan Hoaks, Masuk Kampanye Hitam

Kampanye itu kan ingin mengesankan Jokowi ini melegalkan LGBT dan melarang adzan.
Screenshot video viral

Jakarta, (Tagar 26/2/2019) - Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai isu yang ditebar relawan Partai Emak-emak Pendukung Prabowo-Sandi (PEPES) tak hanya masuk dalam ranah hoaks tetapi jelas kampanye hitam.

Relawan PEPES itu terdiri dari tiga perempuan atau emak-emak. Mereka diketahui menebar isu Jokowi bakal melarang azan dan melegalkan pernikahan sejenis jika menang Pilpres 2019 melalui video viral yang tersebar di media sosial.

"Itu bukan hanya hoaks tapi sudah masuk dalam kampanye hitam. Kampanye seperti ini yang menyerang pihak lawan, menyerang Jokowi dengan tanpa dasar yang valid. Dalam kampanye itu kan ingin mengesankan Jokowi ini melegalkan LGBT dan melarang adzan, itu kan gak benar," kata Adi kepada Tagar News, Selasa (26/2).

Adi menambahkan, kampanye hitam dalam ajang Pilpres maupun Pemilu dilarang. Citra demokrasi menjadi rusak jika lempar-melempar isu fitnah hadir dalam masa kampanye. Hukumannya, kata Adi, harus ditegakan.

"Kampanye hitam dalam Undang-undang Pemilu itu dilarang. Ini bukan hanya merusak demokrasi, tapi juga pelakunya juga diancam kurungan pidana dan denda kan. Itu fatal menurut saya, meskinya tidak perlu terjadi seperti itu," tambah Adi.

Baca juga: Tim BPN dengan Relawan yang di Bawah Masih Gunakan Isu Fitnah Kejam

Menurut Adi, saling serang ide demi membangun kemajuan bangsa lebih baik. Dari situ, kritik yang mengarah ke lawan terukur berdasarkan data bukan memakai isu agama sebagai tameng kampanye.

"Ya cukup disayangkan kenapa harus terjadi semacam itu ibu-ibu itu. Mestinya kalau mau kritik Jokowi ya kritik dengan cara-cara yang baik dan data, misalnya Pak Jokowi pertumbuhan ekonominya gak sesuai target gitu ya. Itu mestinya yang disampaikan. Kan jauh terukur ketimbang Jokowi akan melegalkan LGBT dan menutup ibadah tanpa adzan, itu fatal sekali menurut saya," ujar Adi.

Dia mengatakan, kampanye hitam masuk dalam ranah pidana dengan sanksi membayar denda miliaran rupiah diikuti dua sampai tiga tahun kurungan. Sebab itu, tim sukses suatu pasangan capres-cawapres perlu membekali relawannya dengan batasan kampanye agar menghindari pelanggaran mengarah ke pidana.

"Yang saya kasihan itu kasihan ibu-ibunya, jangan-jangan mereka ini gak tahu bahwa yang mereka lakukan ini bersalah. Ini kan berbahaya sebenarnya. Orang jadi timses, menjadi tim pemenangan tapi gak tahu dengan apa yang mereka lakukan gitu," ungkapnya.

Baca juga: Guntur Romli Minta Emak-emak PEPES Dihukum Seperti Ahmad Dhani

"Mestinya hal-hal itu dihindari. Undang-undang sudah melarang, agama melarang, memfitnah orang, menyerang orang tanpa data itu dilarang sekali. Makanya itu cukup disesalkan aktivitas yang dilakukan oleh emak-emak ini," sambung Adi.

Sebelumnya, beredar video sosialisasi yang dilakukan tiga perempuan PEPES penebar kampanye hitam tersebar di media sosial. Emak-emak tersebut adalah Citra Widaningsih, Engqay Sugiati dan Ika Peranika.

Ketiganya terlihat sedang kampanye door to door dalam bahasa Sunda. Video mereka beredar di Twitter, di antaranya diunggah oleh Abi Hasantoso di akunnya, @TheREAL_Abi. Sutradara Iman Brotoseno juga mengomentari unggahan video serupa yang diposting oleh akun @AryPrasetyo_85.

"Lamun Jokowi dua periode moal aya deui sora azan, moal aya budak ngaji, moal aya deui nu make tieung. Awewe jeung awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin," kata perempuan di video tersebut.

Kata-kata itu kurang lebih berarti, "Jika Jokowi dua periode tak akan ada lagi suara azan, tak ada anak-anak mengaji, tak ada lagi yang memakai kerudung. Perempuan dan perempuan boleh kawin, lelaki dan lelaki boleh kawin."

Berita terkait
0
Gempa di Afghanistan Akibatkan 1.000 Orang Lebih Tewas
Gempa kuat di kawasan pegunungan di bagian tenggara Afghanistan telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan mencederai ratusan lainnya