Pemecatan Guru Itu Pengkhianatan Demokrasi

"Itu adalah pengkhianatan terhadap demokrasi, pilihan siapa dalam pilkada itu adalah hak dasar kita sebagai warga negara," ujarnya saat dihubungi Tagar News melalui pesan Whatssapp, di Jakarta, Senin, (2/7).
Rabiatul Adawiyah guru yang dipecat karena memilih Ridwan kamil. (Tagar/Gilang)

Jakarta, (Tagar 3/7/2018) - Pemecatan seorang pengajar Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Maza bernama Robiatul Adawiyah menjadi bahan perbincangan publik. Pemecatan ini dinilai telah dilakukan secara sepihak oleh salah satu staf Yayasan Daarunnajat di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Menurut politikus partai Golkar Dave A.F Laksono, terjadinya pemecatan terhadap seorang guru tersebut merupakan sebuah pengkhianatan terhadap sebuah demokrasi yang telah terbentuk di Indonesia.

"Itu adalah pengkhianatan terhadap demokrasi, pilihan siapa dalam pilkada itu adalah hak dasar kita sebagai warga negara," ujarnya saat dihubungi Tagar melalui pesan Whatssapp, di Jakarta, Senin, (2/7).

Uji Kepemimpinan
Apalagi, menurut Anggota Komisi I ini, sebenarnya penekanan di tempat kerja untuk memilih calon kepala daerah sangat dilarang. "Penekanan dari tempat bekerja itu amat sangat dilarang dalam kita menentukan pilihan," tambah Dave.

Ia pun menyarankan agar Dinas Pendidikan menyelidiki kebenaran dari isu ini. Jika terbukti pemecatan terhadap Robiatul melalui pesan di grup Whatsapp akibat perbedaan politik, ia pun meminta Dinas Pendidikan untuk menindak Yayasan terkait.

"Sebaiknya dinas pendidikan menyelidiki kebenaran dari isu ini, dan menindak yayasan apabila benar terbukti, mereka memecat seorang guru hanya karena beda pilihan politik," terangnya.

Pasalnya, Dave memandang, pesta demokrasi ini merupakan salah satu kesempatan untuk menguji kemampuan para calon. Layak atau tidak menjadi pemimpin di suatu daerah.

"Demokrasi ini adalah kesempatan kita tuk mengeluarkan pendapat masing-masing dan menguji kemampuan para calon," tandas Ketua Partai Golkar Cirebon tersebut.

Berilmu Tanpa Agama, Sesat
Sementara itu, sebagai partai pengusung Ridwan Kamil di pemilihan gubernur Jawa Barat (Jabar), Nasdem pun turut angkat bicara. Menanggapi pemberhentian guru tersebut yang menurut Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago sangat tidak pantas.

"Berilmu tanpa agama sesat. Beragama tidak berilmu buta. Memasung hak pilih manusia itu perbuatan tidak terpuji. Sangat tidak pantas," ujarnya kepada Tagar News, di Jakarta, Senin (2/7).

Irma menilai, seharusnya kejadian tersebut tak terjadi. Karena bisa menimbulkan bibit-bibit perpecahan diantara muslim.

"Peristiwa ini adalah bibit-bibit perpecahan diantara umat muslim. Kalau alasannya tidak boleh dukung non muslim, saya kira masuk akal," bebernya.

"Tapi ketika calonnya sama-sama muslim, hanya beda pilihan tidak seharusnya bersikap seperti itu. Bisa bubar ini Indonesia jika cara berpikirnya hanya sebatas kelompok," beber Irma lagi.

Robiatul yang sudah memilih Ridwan Kamil dan mengambil risiko diberhentikan dari pekerjaannya, menurut Irma, akan diakomodir oleh calon gubernur nomor urut satu di Pilgub Jabar tersebut.

"Insha Allah RK pasti akan berikan jalan keluar," tandas Irma.

Dilansir dari laman website Komisi Pemilihan Umum (KPU), Indonesia menganut Asas Pemilu yang belum berubah sejak 1999, yakni dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Robiatul sendiri tahu tentang asas pemilu tersebut, namun tetap saja pihak Yayasan memilih memberhentikannya melalui pesan di dalam grup Whatsapp. (nhn)


Berita terkait