Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno mengapresiasi kritikan yang dilayangkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang menyebut Puan Maharani sebagai queen of ghosting.
"Kami mengapresiasi kritik yang disampaikan mahasiswa, meski kritik tersebut sering dibumbui sindiran dan istilah-istilah yang dramatis dan hiperbolis," kata Hendrawan Rabu, 7 Juli 2021.
Ia tak mempermasalahkan kritikan tersebut, karena diksi tersebut sering dikeluarkan hanya saja terdapat perbedaan interpretasi terhadap apa yang terjadi.
"Yang terjadi, diksi yang dikeluarkan lebih sering karena perbedaan interpretasi terhadap apa yang terjadi," ucapnya.
Kami mengapresiasi kritik yang disampaikan mahasiswa meski kritik tersebut sering dibumbui sindiran dan istilah-istilah yang dramatis dan hiperbolis.
Hendrawan juga mencontohkan istilah ghosting yang dibuat mahasiswa karena peran Puan dalam produk legislatif. Menurut Hendrawan, kritikan itu tak tepat.
"UU yang diacu sebagai contoh ghosting harus dipahami dasar-dasar revisinya dalam naskah akademik (NA). Sehingga bisa dikaji dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis mengapa dilakukan perubahan," ujar Hendrawan.
Atas dasar itu, Hendrawan menegaskan UU yang disusun di DPR bukanlah hasil peran individu atau seseorang saja yang memiliki kekuasaan.
"Jadi tidak bisa direduksi seakan-akan itu ranah dominasi atau hegemoni pikiran tertentu, atau peran individu tertentu," pungkas Hendrawan.
Sebelumnya, BEM Unnes mengkritik Puan Maharani karena sejumlah UU kontroversial yang lahir dari Senayan. Menurut mereka, Puan sebagai Ketua DPR memiliki peran yang cukup vital dalam mengesahkan UU.
"Puan Maharani merupakan simbol DPR RI. Selaku Ketua DPR RI Puan memiliki peran yang cukup vital dalam pengesahan produk legislasi pada periode ini, khususnya di masa pandemi, yang dinilai tidak berparadigma kerakyatan dan tidak berpihak pada kalangan rentan (UU KPK, UU Minerba, UU Omnibus Law Ciptaker dan seterusnya) serta tidak kunjung disahkannya RUU PKS yang sebetulnya cukup mendesak dan dibutuhkan pengesahannya," tulis BEM Unnes. []