PBNU dan Muhammadiyah: Meiliana Tidak Menistakan Islam

PBNU dan Muhammadiyah: Meiliana tidak menistakan Islam, harusnya protes itu menjadi pintu masuk untuk dialog.
Terdakwa kasus penistaan agama, Meiliana mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (21/8/2018). (Foto: Antara/Irsan Mulyadi)

Jakarta, (Tagar 23/8/2018) - Meiliana (44) warga Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara harus menerima pil pahit. Ia tak berhenti menangis setelah hakim memvonis hukuman 18 bulan penjara untuk dirinya. Ia dinyatakan bersalah telah menistakan Islam karena memprotes kerasanya suara speaker masjid. NU dan Muhammadiyah mengatakan bahwa Meiliana tidak menistakan Islam.

Meiliana dijatuhi vonis hukuman 18 bulan penjara pada Selasa (21/8) di Pengadilan Negeri Medan setelah Meiliana dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 a KUHP.

Pasal 156 a KUHP berbunyi:

"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."

Kasus ini bermula sekitar dua tahun lalu, ketika Meiliana memprotes volume suara azan yang dinilai terlalu kencang berkumandang di lingkungannya, dan kemudian memicu kerusuhan lantaran diduga bernuansa SARA atau penistaan agama.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan Robikin Emhas angkat bicara. Menurut dia, tak ada unsur penistaan agama terhadap kasus yang tengah menyeret Meiliana.

Robikin berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk membatasi seseorang menyampaikan pendapatnya.

"Mengatakan suara azan terlalu keras menurut pendapat saya bukan penistaan agama. Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat," ungkapnya kepada Tagar, Kamis (23/8).

Robikin EmhasKetua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Robikin Emhas. (Foto: nu.or.id)

Robikin memaparkan isi Pasal 156 KUHP yang berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".

Ia juga menyebutkan isi Pasal 156 a KUHP yang dipakai untuk memenjarakan Meiliana.

"Seperti dimaklumi, lahirnya pasal penodaan agama antara lain untuk menjaga harmoni sosial yang disebabkan karena perbedaan golongan atau perbedaan agama atau keyakinan yang dianut," ujarnya.

Sebagai muslim, lanjut Robikin, pendapat yang disampaikan Meiliana sebaiknya dijadikan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural.

Tidak hanya itu, ia pun berharap masyarakat mampu menjaga harmoni sosial dengan memperkokoh toleransi antarumat beragama.

"Semua pihak diharapkan dapat menjaga harmoni sosial dengan memperkokoh toleransi, termasuk toleransi sesama dan antarumat beragama. Karena dari sini martabat kemanusian dipertaruhkan," ujarnya.

Pada hari yang sama senada dengan Robikin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai tidak ada unsur penodaan agama dalam kasus Meiliana sehingga tak perlu dibawa ke ranah hukum.

"Bagi saya protes terkait pengeras suara azan tidak perlu dibawa ke ranah hukum, justru harusnya menjadi pintu dialog. Saya menyayangkan pengadilan terhadap kasus tersebut," ujarnya kepada Tagar.

Dahnil berharap ada upaya aktif berbagai pihak untuk membangun pembauran yang lebih bauk antaretnis dan agama. Sekaligus membangun tradisi dialog yang intens antaranggota masyarakat, sehingga tidak mudah disulut dengan berita-berita provokatif.

"Pilihan utamanya bila terkait protes seperti ini adalah dengan berdialog, agar hadir mutual understanding, termasuk terkait pengeras suara azan," sambungnya.

Penggunaan Pengeras Suara yang Tepat

Usai kasus Meiliana yang menimbulkan pro kontra, kini aturan soal penggunaan pengeras suara di masjid, langgar atau musala pun menjadi sorotan.

Terkait itu, Dahnil menyebut bahwa Kementerian Agama (Kemenag) RI telah membuat aturan terkait pengeras suara agar tetap bisa menghormati satu dengan yang lain.

"Kemenag sudah membuat aturan pengeras suara. Saya kira aturan itu saja diterapkan," ujarnya.

Berikut ini aturan Kemenag terkait penggunaan pengeras suara di masjid dilansir situs resmi Kemenag:

1. Pengeras suara luar digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat

2. Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara

3. Mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara

Aturan penggunaan pengeras suara saat Subuh:

1. Sebelum subuh boleh menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya

2. Pembacaan Alquran hanya menggunakan pengeras suara keluar

3. Azan waktu Subuh menggunakan pengeras suara ke luar

4. Salat Subuh, kuliah subuh, dan sebagainya menggunakan pengeras suara ke dalam saja

Aturan penggunaan pengeras suara saat Ashar, Magrib dan Isya:

1. Lima menit sebelum azan dianjurkan membaca Alquran

2. Azan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam

3. Sesudah azan hanya menggunakan pengeras suara ke dalam

Aturan penggunaan pengeras suara saat Dzuhur dan Jumat:

1. Lima menit menjelang Dzuhur dan 15 menit menjelang waktu Jumat diisi dengan bacaan Alquran yang ditujukan ke luar, demikian juga suara azan

2.Salat, doa, pengumuman, khotbah, menggunakan pengeras suara ke dalam

Aturan penggunaan pengeras suara saat Takbir, Tarhim dan Ramadan:

1. Takbir Idul Fitri atau Idul Adha dengan pengeras suara ke luar

2. Tarhim doa dengan pengeras suara ke dalam dan tarhim zikir tidak menggunakan pengeras suara

3.Saat Ramadan siang dan malam hari, bacaan Alquran menggunakan pengeras suara ke dalam

Aturan penggunaan pengeras suara saat upacara hari besar Islam dan pengajian:

1. Pengajian dan tablig hanya menggunakan pengeras suara ke dalam, kecuali pengunjungnya penuh hingga ke luar. []

Berita terkait
0
Mendagri Lantik Tomsi Tohir sebagai Irjen Kemendagri
Mendagri mengucapkan selamat datang, atas bergabungnya Tomsi Tohir menjadi bagian keluarga besar Kemendagri.