Hari-hari ini, pikiran saya dihantui berita-berita di media soal pemalsuan ijazah.
Sudah terlalu banyak tulisan-tulisan saya yang mengkritik sistem pendidikan nasional kita. Bagi saya sistem pendidikan nasional kita saat ini amburadul.
Sistem zonasi, merdeka belajar, dll adalah hal yang tidak substansial, hanya pencitraan saja atau mengubah kemasan.
Kali ini, saya ingin fokus membahas soal pendidikan tinggi, khusus pemalsuan ijazah.
Kayaknya, Pemerintah tidak pernah belajar dari kejadian-kejadian masa lalu. Sehingga kejadian yang sama terulang terus.
Maka secara akademik gelar S2 dan S3nya gugur, sekalipun kedua gelar tersebut tidak palsu.
Pemalsuan ijazah adalah lagu lama, terjadi sejak mbah buyut saya masih sering pakai bikini hingga sekarang, yang tidak pernah lekang dengan waktu. It is there! Yang kriminal orangnya atau yang bosok sistemnya?
Jika seseorang memalsukan ijazah S1nya, kemudian orang itu, entah bagaimana caranya, bisa menempuh pendidikan S2 dan S3, entah di dalam negeri atau di luar angkasa.
Maka secara akademik gelar S2 dan S3nya gugur, sekalipun kedua gelar tersebut tidak palsu.
Bangunan akademiknya rapuh, karena penuh dengan kebohongan.
Memalsukan ijazah adalah kejahatan akademik luar biasa, yang tidak pernah bisa ditolerir di dunia akademik. Seperti halnya dengan penjiplakan karya akademik.
Sistem kita memang memberi peluang orang untuk menipu, baik dengan kesadaran penuh ataupun karena kebodohan atau ketidaktahuan.
Simple is always the best. Saya ambil beberapa disertasi doktor dari perguruan tinggi top markotop di tanah air, kemudian saya baca.
Kesimpulannya, cukup data saya untuk menyimpulkan, sbb:
1. Secara umum, metode penulisan akademiknya amburadul, bertele-tele dan ribet.
2. Karena penulisan akdemiknya kualitas comberan, maka memberi peluang orang untuk menipu. Data primer dan data sekuder dicampur aduk. Sehingga tidak jelas, apa kontribusinya? Apa yang baru?
Pemerintah harus serius dan proaktif menanganni pemalsuan ijazah. Kesan saya pemerintah cenderung defensif dan resistan dengan pemalsuan ijazah dan kejahatan akademik lainnya.
Hanya mampu berfikir normatif tanpa solusi, lempar tanggung jawab.
Redaksi penulisan ijazah S1, S2, dan S3 di Indonesia harus diubah, pada bagian terakhir ada tulisan sbb:
Ijazah ini hanya dipinjamkan. Jika pemegang ijazah melakukan kejahatan akademik atau tindak kriminal, maka ijazah akan ditarik kembali.
Sekali lagi, pemalsuan ijazah adalah kejahatan akademik luar biasa.
*Akademisi Universitas Gadjah Mada