Untuk Indonesia

Opini: Politisasi Banjir Jakarta

Berharap politisasi banjir di Jakarta berhenti setelah lengsernya Anies. Harapan ini demi terwujudnya upaya penanganan banjir yang maksimal.
Sederet mobil terendam banjir di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Rabu, 1 Januari 2020. Hujan deras yang mengguyur DKI Jakarta membuat sejumlah wilayah di Ibu Kota terendam banjir. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)

Heri Andreas*


Anies mengatakan banjir di Jakarta saat ini cepat surut dibandingkan zaman Ahok. Sementara itu Hasto mengatakan bahwa setelah Anies dicapreskan tiba-tiba banjir datang. Merespon Hasto, Nasdem dengan sigap membela Anies. 

Pernyataan-pernyataan ini begitu gamblang dan mudah dicerna oleh banyak orang bahkan orang awam sekali pun bahwa banjir Jakarta dijadikan bahan politik. Dengan kata lain telah terjadi politisasi banjir Jakarta.

Mengkaitkan banjir dengan politik sebenarnya bagaikan api jauh dari panggang dan sejatinya tidak boleh ada politisasi banjir yang malah dapat mengganggu upaya-upaya penanganan banjir itu sendiri. Banjir urusannya lebih ke masalah teknis dimana terjadi gangguan kesetimbangan dari siklus air. 

Infiltrasi yang tidak seimbang dengan run off dan daya tampung air, itu yang menyebabkan banjir hadir. Supaya tidak banjir sederhananya tinggal bagaimana Kita memaksimalkan infiltrasi atau daya tampung air atau keduanya. Infiltrasi dan daya tampung tidak perlu politik.

Dari zaman Gubernurnya Fauzi Bowo bahkan jauh sebelumnya, hingga zaman Ahok dan Anies, upaya-upaya penyediaan daya tampung air telah dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Tercatat bahkan di zaman Ahok upaya nya dilakukan dengan cukup progresif. 

Jadi ketika banjir saat ini semisal cepat surut, ini artinya ada kontribusi dari semua Gubernur. Jika serta merta hanya seolah peran dari Anies semata, sejatinya akan terlalu naif dan kental sekali nuansa politiknya.

Pernyataan Hasto tidak lebih baik dari cocoklogi dan tidak perlu dikomentari oleh Nasdem. Bahkan bagi para ahli banjir melihat hal tersebut bisa jadi hanya guyonan Hasto semata. Kembali lagi bahwa mengkaitkan banjir dengan politik akhirnya hanya akan melahirkan hal-hal yang membiaskan fakta banjir itu sendiri dan mengganggu upaya-upaya penanganan yang seharusnya dilakukan.

Berkaitan dengan banjir Kita harus menempatkan curah hujan sebagai given, yang artinya kita harus terima apa adanya meski ada sedikit upaya melalui rekayasa cuaca, sementara itu untuk menangani banjir Kita dapat mengupayakan optimalisasi infiltrasi atau daya tampung air atau keduanya. 

Akan lebih elok jika Kita tidak gampang menyalahkan curah hujan atau tidak playing victim dengan mengatakan curah hujan diluar kendali Kita. Memang Kita bukan avatar pengendali air.

Jika Kita telaah secara seksama dalam beberapa tahun terakhir di Jakarta tidak terdapat upaya signifikan dalam optimalisasi daya tampung air. Normalisasi sungai terhenti demi janji politik, naturalisasi hanya sekedar rencana belaka. Upaya optimalisasi infiltrasi melalui program biopori tidak efektif Karena bawah tanah Jakarta telah jenuh air.

Berharap politisasi banjir di Jakarta berhenti setelah lengsernya Anies. Harapan ini demi terwujudnya upaya penanganan banjir yang lebih maksimal lagi. Jika terus menerus banjir dipolitisasi maka dipastikan banjir akan selalu menghiasi Kota Jakarta.

Dengan kondisi saat ini dimana Jakarta yang merupakan hutan beton dan di Hulu nya sudah menjadi kebun Vila, maka upaya jangka pendek untuk mengatasi banjir mau tidak mau, suka tidak suka harus berfokus kepada optimalisasi daya tampung air seperti normalisasi sungai, waduk dan lain-lain. Langkah ini pun menjadi pilihan Kota-Kota di Dunia dalam mengatasi banjir. Untuk jangka panjang, secara perlahan baru Kita terus upayakan restorasi Daerah Aliran Sungai.[]


*Kepala Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB

Baca Juga:

Berita terkait
Program Penanggulangan Banjir Jakarta Bak Menggantang Asap
Banjir di Jakarta terus terjadi erat kaitannya dengan kondisi di hulu dan daerah aliran sungai sehingga program akan sia-sia jika hanya di hilir
Anies Baswedan: Banjir Jakarta Surut Semua Kurang dari 6 Jam
Banjir Jakata yang menggenangi sejumlah wilayah surut dalam waktu kurang dari enam jam.
Bus Listrik TransJakarta Lolos Uji Ketahanan Banjir
Ketahanan banjir menjadi salah satu kriteria yang diwajibkan kepada operator dalam memilih merek bus.
0
Opini: Politisasi Banjir Jakarta
Berharap politisasi banjir di Jakarta berhenti setelah lengsernya Anies. Harapan ini demi terwujudnya upaya penanganan banjir yang maksimal.