Oleh: Bagas Pujilaksono, Akademisi Universitas Gadjah Mada
Dalam Matakuliah Fundamental Chemistry, pada tahap awal, diajarkan topik chemical equilibrium, di mana suatu reaksi kimia yang memenuhi kaidah Stokiometris, secara dinamis, terjadi pergeseran keseimbangan reaksi kimia yang digambarkan dengan sebuah konstanta yaitu equilibrium constant (K). Sekali lagi konstanta K dimaknai sebagai sebuah hal yang dinamis.
Semua proses kimia, secara teoritis, selalu digambarkan/didekati dalam kondisi equilibrium, walau dalam realitanya tak satupun reaksi kimia yang equilibrium. Fenomena ini dikenal dengan istilah kinetika reaksi kimia. Semua persamaan reaksi kimia yang secara equilibrium bermasalah, pasti karena kinetika kimianya.
Ada suatu jenis reaksi kimia, yang sangat condong ke produk, karena secara termodinamika, substances yang terbentuk, thermodynamically stabel, sebuah reaksi kimia eksotermis.
Pemahaman hal di atas, similar, dengan perilaku politik jelang Pilpres dan Pileg 2024. Ke Kubu Prabowo, atau Kubu Ganjar, atau pilih ingah-ingih, umbas-umbis, dengan dalih wait and see.
Sebuah dinamika politik, lepas itu baik atau buruk, bermanfaat atau tidak, sebuah fakta politik, di mana parpol-parpol berkeliaran, mondar-mandir, mencari koalisi parpol yang menguntungkan bagi kelompoknya.
Manuver politik Budiman Sudjatmiko, yang sesungguhnya, sangat merugikan Kubu Prabowo.
Mengapa bisa begitu? Koalisi parpol di Indonesia bukan atas dasar ideologi, namun lebih didominasi sepenuhnya atas dasar sebuah kepentingan politik. Maju tak gentar membela yang bayar.
Sebuah idealisme politik base on ideologis hanyalah isapan jempol.
Kalau saya yang melihat, telah terjadi kebingunan politik di Kubu Prabowo, bagaimana bisa menjual nama Prabowo di saat elektabilitasnya sudah jenuh dan stagnan. Diperburuk oleh manuver politik Budiman Sudjatmiko, yang sesungguhnya, sangat merugikan Kubu Prabowo.
Bagaimana tidak? Memori Tragedi 1998, muncul kembali ke permukaan, gara-gara Budiman Sudjatmiko. Akan digoreng habis-habisan oleh lawan-lawan politik Prabowo secara liar, sistematis dan sistemik di tingkat akar rumput. Pergantian nama koalisi parpol Kubu Prabowo, hanyalah pernak-pernik manuver politik yang tidak bermanfaat.
Pilih-pilih oleh bongkeng, timun wungkuk kanggo imbuh.
Jika dianalogikan Kubu Prabowo sebagai Reaktan dan Kubu Ganjar sebagai Produk, maka dengan amat sangat mudah, disimulasikan secara matematis, menggambar peta koalisi parpol jelang Pilpres dan Pileg 2024.
Kubu Ganjar Pranowo sebagai Produk, secara empirik terbukti di lapangan.
Saya masih pada pendapat saya, bahwa sbb:
1. Pilpres 2024 hanya satu putaran; Prabowo vs. Ganjar
2. Akan terjadi penggembosan parpol-parpol Gurem, gara-gara Anies gagal nyapres dan isu Tragedi 1998
3. Suara pendukung Parpol-parpol Gurem, akan lari ke PDI Perjuangan, jika cawapres Ganjar adalah Mahfud MD. PDI Perjuangan akan mendapat tambahan suara sekitar 7%. Dan Ganjar akan stagnan di angka 57%.
4. Figur Mahfud MD sangat menguntungkan bagi Ganjar dan PDI Perjuangan.
Hanya PDI Perjuangan Parpol Ideologis, di mana Ideologinya Pancasila dan platform politiknya Marhaenisme. Sebuah koalisi parpol yang didasarkan atas kesesuaian ideologi.
PDI Perjuangan dan Ganjar Pranowo semakin tidak terbendung jelang Pilpres dan Pileg 2024.
Jayalah Nusantaraku. []