Untuk Indonesia

Opini: Berikan Insentif, Bukan Malah Memotong Upah

Saya mendorong Menteri Ketenagakerjaan mencabut Permenaker Nomor 5 ini karena akan menimbulkan permasalahan bagi kehidupan pekerja/buruh.
Opini: Berikan Insentif, Bukan Malah Memotong Upah (Foto: Tagar.id/Ksbsi.org)

Opini: Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch

Menteri Ketenagakerjaan pada tanggal 7 Maret 2023 lalu telah menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Inti dari Permenaker ini ada di Pasal 7 dan Pasal 8.

Adapun Pasal 7 menyatakan, Pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian upah pada perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional serta untuk menjaga kelangsungan bekerja dan kelangsungan berusaha.

Pasal 8 membolehkan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.

Penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Pasal 9 ayat (1) menyatakan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dapat dilakukan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan.

Pembayaran upah kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima, didasari oleh ketentuan Pasal 4 yang menyatakan perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat perubahan ekonomi global.

Pembatasan kegiatan usaha tersebut mengakibatkan pengusaha dapat melakukan pengaturan waktu kerja yang disesuaikan dengan pembayaran upah.

Adapun penyesuaian upah berlaku selama 6 bulan, terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku. Berikut beberapa hal yang harus dikritisi dalam Permenker Nomor 5 Tahun 2023 ini, yaitu :

1. Kondisi global kembali menjadi tameng alasan untuk memotong upah pekerja. Keinginan pengusaha melakukan no work, no pay sudah lama dimintakan ke Menteri Ketenagakerjaan, dan lahirnya Permenaker Nomor 5 ini merupakan legalisasi persetujuan no work, no pay tersebut.

2. Mengacu pada ketentuan di UU Nomor 13 Tahun 2003 ketentuan no work, no pay itu diterapkan bagi pekerja yang memang tidak mau bekerja, bukan diterapkan untuk perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha.

Jadi, pembatasan kegiatan usaha dan pengurangan jam kerja tidak boleh mengurangi upah pekerja.

3. Menurut saya, Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini akan menyebabkan upah pekerja di sektor padat karya Industri berorientasi ekspor akan dibayar di bawah ketentuan UMK yang berlaku.

Mengenai jumlah jam kerja berkurang, ya, silakan saja tetapi upah tidak boleh di bawah upah minimum yang berlaku.

4. Pasal 88E ayat (2) UU Cipta Kerja melarang pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Jadi, isi Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini telah melanggar ketentuan Pasal 88E ayat (2) UU Cipta Kerja.

Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 mengatur tentang Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan ketentuan UU lebih tinggi dari Permenaker, sehingga Permenaker Nomor 5 tidak boleh bertentangan dengan UU Cipta Kerja.

5. Kalaupun dalam Permenaker mensyaratkan adanya persepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, maka tetap tidak boleh pengusaha membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Perjanjian atau kesepakatan yang melanggar isi UU harus batal demi hukum.

6. Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan, “Kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dapat dilakukan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan”, adalah bentuk peniadaan dan pengingkaran fungsi dan tugas SP/B yang diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2000.

Seharusnya kesempatan yang dibangun adalah antara SP/SB dan pengusaha, bagi perusahaan yang ada SP/SB nya.

7. Isi Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini sangat rawan dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang tidak sesuai ketentuan, mengingat peran dan tugas pengawas Ketenagakerjaan sangat lemah selama ini.

Saya yakin pengawas Ketenagakerjaan tidak akan mampu mengidentifikasi perusahaan yang terdampak perubahan ekonomi global atau tidak.

8. Bila pemerintah mau peduli bagi perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor yang terdampak pada ekonomi global, maka seharusnya pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan terdampak tersebut.

Sehingga bisa menurunkan beban biaya perusahaan, seperti pemberian insentif pajak (penurunan nilai pajak badan, pajak ekspor, pajak penghasilan, dan sebagainya) dan bantuan lainnya yang memang bisa mendukung kegiatan operasional perusahaan.

Seperti penjadwalan ulang pembayaran utang dan sebagainya, bukan malah menurunkan upah pekerja yang akan mempersulit pekerja/buruh mencapai penghidupan yang layak.

Saya mendorong Menteri Ketenagakerjaan mencabut Permenaker Nomor 5 ini karena akan menimbulkan permasalahan bagi kehidupan pekerja/buruh.

Permenaker ini sudah melanggar ketentuan di UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Cipta Kerja dan UU Nomor 21 Tahun 2000.

Pemerintah harus memberikan insentif pajak dan bantuan lainnya kepada perusahaan padat karya berorientasi ekspor yang memang terdampak kondisi global. []

Berita terkait
Tes HIV di RSU Kabupaten Tangerang Terbuka Bagi Umum dan Peserta BPJS Kesehatan
Data di Klinik Bougenville RSUD Kab Tangerang, Banten, 70% kasus HIV/AIDS terdeteksi pada warga yang dirujuk atau berobat dengan penyakit TBC
Capai TKDN 64,24 Persen, PLN Rampungkan 26 PSN Ketenagalistrikan di Sulawesi Pada 2022
PT PLN (Persero) berhasil menyelesaikan 26 Proyek Strategis Nasional (PSN) di Sulawesi pada Tahun 2022. Simak ulasannya berikut ini.
Menaker Sebut Perpu Cipta Kerja Lindungi Pekerja Hadapi Dinamika Ketenagakerjaan
Substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perpu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU Cipta Kerja
0
Opini: Berikan Insentif, Bukan Malah Memotong Upah
Saya mendorong Menteri Ketenagakerjaan mencabut Permenaker Nomor 5 ini karena akan menimbulkan permasalahan bagi kehidupan pekerja/buruh.