Jakarta - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto tidak menyetujui jika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihapuskan seiring penyusunan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
"Saya tidak setuju IMB dihapus. Yang diperlukan adalah penyederhanaan rezim perizinan," katanya, usai diskusi Evaluasi Publik dan Isu-Isu Nasional dalam 100 Hari Jokowi-Amin, di Jakarta, Minggu, 16 Februari 2020, dilansir Antara.
Menurut dia, selama ini perizinan memang sedemikian rumit. Mulai IMB, ada izin lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), hingga Analisis Dampak Lalu-lintas (Andalalin).
Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Hapus Pesangon
Jadi, ini harus disederhanakan. Jadi, poinnya adalah penyederhanaan sistem atau rezim perizinan, bukan penghapusan IMB.
Bima berujar, kewenangan perizinan juga berbeda-beda, misalnya IMB di pemerintah kota, Andalalin ditangani konsultan, sehingga proses perizinan bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan.
"Kalau IMB ini kan wali kota. Begitu wali kota lihat ini sudah lengkap semua, kita bisa terbitkan. Tapi kalau AMDAL dan lingkungan lalin (itu) bukan (oleh wali kota). Jadi, ini harus disederhanakan. Jadi, poinnya adalah penyederhanaan sistem atau rezim perizinan, bukan penghapusan IMB," katanya.
Bima juga menyoroti RUU Cipta Kerja yang di dalamnya mengatur penetapan upah minimum di tingkat provinsi oleh gubernur, sehingga tidak lagi Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK).
"Harus dikaji dululah, ya, karena karakteristik tiap kota kan bisa berbeda-beda. Boleh satu Provinsi Jawa Barat, tapi antara Kota Bogor dan Kabupaten Bogor bisa berbeda. Jadi, harus hati-hati di situ," ujarnya.
Baca juga: Omnibus Law Makin Dikebut, Istana Beri Penjelasan
Demikian pula mengenai poin wali kota atau bupati yang bisa dipecat oleh gubernur dalam RUU Cipta Kerja, Bima berpendapat pikiran untuk mengejar investasi dan pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan nilai-nilai demokrasi.
Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu masih belum yakin jika naskah rancangan Omnibus Law yang beredar itu valid, termasuk soal adanya poin bahwa wali kota dan bupati bisa diberhentikan oleh gubernur.
Bima Arya mengaku pernah sekilas mendapatkan klarifikasi dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang masih mengklarifikasi itu. "Tapi poinnya adalah proses Omnibus Law ini harus lebih transparan, inklusif, dan partisipan," kata dia.