OJK Mudahkan Bisnis Perbankan, Sayangnya Angkat Tangan Saat Ditagih Konsumen

Kehadiran Fintech semakin menjamur seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya modern masyarakat Indonesia.
Diskusi publik yang bertemakan "Membongkar Dugaan Kejahatan dalam Tunggakan Perkara di OJK Pasar Modal"

Jakarta, (Tagar 20/12/2018) - Era teknologi digital semakin memudahkan serta mengefektifkan masyarakat untuk mencari pinjaman modal dalam bentuk Financial dan Technology, atau lebih umum disebut dengan Fintech. 

Kehadiran Fintech semakin menjamur seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya modern masyarakat Indonesia saat ini. Namun, tidak banyak masyarakat yang mengkritisi pinjaman modal yang praktis ini, hingga bermuara pada lilitan masalah bunga bank yang besar, ditagih paksa oleh debt collector, ditagih hutang dalam waktu singkat, serta masih banyak aspek lainnya.

Dalam satu kasus Fintech. Pernahkah mendapat SMS pinjaman modal seperti: Kami dari KOPERASI NASARI. Menawarkan pinjaman berbasis online di seluruh wilayah Indonesia minimal pinjaman RP 5jt-250jt U/ Info WA 0821894437xx. Padahal pinjaman seperti ini dalam realitasnya sangat mencekik masyarakat.

Merujuk dalam kasus di atas, menurut Dr. Baiq Setiani yang ditemui Tagar News Selasa 20 Desember 2018 dalam diskusi publik yang bertemakan "Membongkar Dugaan Kejahatan dalam Tunggakan Perkara di OJK Pasar Modal", dikemukakan bahwa saat ini terdapat 73 perusahaan Fintech di Indonesia, namun baru 1 yang memiliki izin operasional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Baiq mengatakan, OJK didirikan memiliki kewenangan untuk menyidik, tetapi hingga kini OJK tidak pernah menyidik. Maka itu, hukum dalam UU perbankan, Bank Sentral, UU OJK dan KUHP tidak dapat berkoordinasi dengan baik yang mengakibatkan hukum tumpul tidak dapat menyelesaikan suatu kasus.

"Ada 1 kasus seperti pinjaman online yang pinjam 1,5 juta, terima dana 1 juta, pengembaliannya bisa sampai berlipat-lipat. Keterlaluan itu, orang didesak 7 hari harus lunas. Itu ada 73 perusahaan Fintech, namun hanya 1 yang berizin. OJK selama ini kemana saja. Saya mencurigai ada kerjasama sehingga ada pembiaran," ucap Praktisi Ekonomi itu.

Dia menjelaskan di UU OJK dengan KUHP terkesan mandul dalam penyelidikan. Setelah Baiq analisis, OJK yang punya hak menyidik suatu kasus tidak justru diselesaikan hingga tuntas, sampai menimbulkan banyak tunggakan perkara yang tidak kunjung terselesaikan.

"Seperti dalam kasus asuransi Bumi Putra dan asusransi Jiwasraya. Itu seharusnya OJK sudah berani menyidik, mengevaluasi, mengawasi hingga memberikan solusi bukan dibiarkan begitu saja. Sehingga dua asuransi besar itu pun kolaps. Itu tumpang tindih mau pakai UU OJK atau KUHP. Seharusnya UU memiliki kekuatan yang sama, dan harus harmonis," tandasnya.

Potret buram impotensi penegakan hukum atas puluhan tunggakan perkara di pasar modal dapat ditelusuri dalam berbagai pemberitaan di media nasional. 

Menurut Dajstini Septiana, Deputy Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, sejak awal tahun hingga saat ini OJK tengah menangani 46 kasus terkait pasar modal. Nyatanya, kata Djustini, dirinya tidak menemukan laporan atau data kolektif penyelesaian puluhan tunggakan perkara tersebut dalam rilis resmi OJK.

Hal itu yang menjadikan Revki Maraktifa (pihak yang dirugikan Perbankan), lelah dengan kelambanan OJK serta DPR yang tidak kunjung menindaklanjuti komplain hingga menimbulkan kerugian materiilnya. Padahal Revki sudah memiliki bukti bahwa OJK melanggar UUnya sendiri.

"Saya sudah melaporkan OJK ke Ombusdmas belum ada hasil apa-apa. Mudah-mudahan Pak Jokowi berkenan, uang saya 50 miliar dicuci 5 bank, sekarang saya miskin. Pemalsuan begini tak ditanggapi. Pengakuan pelaku, dia dibeking jendral," curhat salah satu  korban OJK dalam akun twitternya: @maraktifa.

Hal itu berlawanan dengan pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang menegaskan bahwa sudah saatnya bersikap tegas dan transparan atas dugaan kejahatan keuangan dalam puluhan tunggakan perkara di OJK Pasar Modal.

Reshuffle OJK atau Bubarkan

Masih ada waktu bagi Kementerian Keuangan untuk melakukan aksi bersih-bersih di OJK Pasar Modal. Selain itu, beberapa pihak terkait juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi agar memberikan pengawasan intensif atas dugaan kejahatan keuangan di OJK pasar modal.

Menurut Boyamin Saiman (MAKI), penunjukan petinggi OJK cukup bermasalah karena orangnya masih di dalam lingkaran Century. 

"Bank Century itu hanya 632 miliar, tadinya 1,7 triliun, tapi dimanipulasi seakan-akan menjadi menurun. Ini kan data pengawasan dan dari riset adalah Wimboh Santoso dan dari pengawasan Heru Kristiyana. Keduanya justru jadi komisioner dan pengawas Bank. Minimal kedua orang itu musti direshuffle, karena tidak memenuhi persyaratan," tegasnya.

Boyamin menegaskan seandainya ada reshufle, Kementerian Keuangan tidak boleh lagi dominan dalam menunjuk. Lebih baik, kata dia, dipilih di industri keuangan saja agar netral.

"Sehingga pemilik-pemilik jasa keuangan itu kan juga ingin perusahaannya bagus. Makanya dia pasti pilih orang-orang yang baik dan netral. Sekarang harus direshufle," tegasnya.

Lebih lanjut Boyamin mengatakan, orang-orang yang memilih di Komisi XI DPR tempo hari, justru mayoritas ada di pansus Century, yang mengetahui track record Wimboh dan Heru. Maka itu, ia menduga ada keterlibatan dan permainan "cukong" yang mengintervensi pemilihan petinggi OJK.

Untuk itu dalam regulasi kata dia, OJK justru segan terhadap pelaku-pelaku besar, ironisnya justru yang ditindak pelaku-pelaku kecil seperti BPR. 

"Nampaknya OJK segan terhadap pelaku-pelaku besar. 2 Nasabah Bank Mandiri yang 1,4 triliun di Bandung dan di Solo 600 miliar. OJK tidak melakukan apa-apa. Lalu, terhadap perusahaan besar TBK, mereka (OJK) juga tidak bisa melakukan apa-apa," terangnya.

Lebih baik, jelasnya, keuangan OJK sebaiknya dibiayai oleh APBN seperti KPK, agar OJK bisa lebih ditakuti. "Sistem anggaran OJK bermasalah," kata dia.

Sementara itu menurut Juliaman Saragih, OJK telah banyak melakukan tunggakan-tunggakan kasus yang tidak disikapi secara terbuka hingga tuntas, padahal OJK adalah lembaga Negara. Maka itu, katanya, banyak orang menilai curiga terhadap cara kerja OJK yang meragukan, khususnya di pasar modal.

"Padahal Presiden dan Menkeu meminta jamin keamanan investor, tetapi kalau kebijakan OJK selama ini meragukan. Belum lagi Fintech dan Perbankan. Ini mana progres kemajuan mereka kan publik menuntut juga," katanya.

Seharusnya OJK, kata Juliaman, usaha nyeleneh penawaran pinjam dana harus dibendung OJK secara tegas. Karena sudah ada puluh ribu nasabah menjadi korban dan tidak kunjung diselesaikan oleh OJK.

"Mereka (korban pinjaman) coba nego, tetapi ujungnya kekecewaan-kekecewaan. Karena dianggap itu kesalahan nasabah. Gak bisa begitu lah. Izinnya Fintech kan dari OJK dan pada saat kejadian tidak boleh lepas tangan dong," pungkasnya.

Daftar hitam tunggakan OJK di Pasar Modal yang dikutip dari berbagai media nasional dan menarik perhatian masyarakat antara lain:

1.Kasus transaksi semu saham PT Sekawan Inti Pratama Tbk yang terjadi pada tahun 2015. Merugikan investor lebih dari 400 miliar.

2. Penggelapan dana nasabah oleh AAA Sekuritas hingga senilai 700 miliar.

3. Pengaduan 1330 korban pinjaman "rentenir" online dari 25 provinsi dan 25 perusahaan Fintech yang terdaftar di OJK pada tahun 2018.

4. Kasus investasi bodong Pandawa yang diduga telah merugikan investornya hingga lebih Rp 1,5 triliun.

5. Banyak kasus lainnya mengendap di OJK pasar modal seperti Dana Reksa, SNP Finance, Berau, Larasati. Belum lagi kasus lainnya dalam koridor IKNB (industri keuangan non-bank) seperti kasus Jiwasraya, Bumiputera, Berdikari, BPJS Kesehatan maupun kerusakan Fintech. []


Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.