Novel Bamukmin Menantang Jokowi Bedah Pancasila

Novel Bamukmin siap berdebat dengan pemerintah Jokowi. Menurutnya narasi FPI anti-pancasila merupakan tudingan tak berdasar.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan pengarahan kepada siswa Sesko TNI dan Sespimti Polri di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/8). Presiden Joko Widodo memberikan arahan secara langsung kepada 212 siswa Sekolah Staf dan Komando TNI dan peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri tahun 2018. (Foto: Ant/Hafidz Mubarak A)

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung pelarangan Front Pembela Islam (FPI), tokoh 212 Novel Bamukmin menyatakan siap berdebat dengan perwakilan pemerintah. Ia menganggap narasi FPI anti-pancasila tak ayal merupakan tudingan tidak berdasar. 

"Justru FPI paling terdepan menjaga Pancasila dibanding mereka yang mengaku 'saya Indonesia, saya Pancasila' tapi kedaulatan diberikan kepada asing dan aseng. (Tuduhan FPI anti-pancasila) sangat tidak mendasar. Saya siap debat dengan mereka (pemerintah) tentang Pancasila dimanapun, kapanpun dan dengan terbuka," kata Novel saat dihubungi Tagar, Senin, 29 Juli 2019. 

Sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, kata Novel, justru FPI yang terdepan melawan penista agama. Ia mengaku heran masih ada saja sekelompok masyarakat yang membela Ahok serta sederet nama lain di kubu pemerintahan yang menista agama.

Yang jelas sudah dilaporkan, bahkan jelas kelompok komunis biadab ada di kelompok mereka (pemerintah), bahkan duduk sebagai wakil rakyat di DPR. 

Kemudian pada poin kemanusian yang adil dan beradab, ormas yang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sudah kedaluwarsa sejak 20 Juni 2019 ini menurutnya secara jelas memperjuangkan keadilan berdasarkan ketuhanan. 

Ironisnya, kata Novel, justru FPI yang menjadi korban ketidakadilan melalui kriminalisasi ulama, aktivis dan tokoh, ditambah pembantaian massa pada unjuk rasa 21-22 Mei lalu.

Novel melanjutkan, pemerintah secara jelas menelantarkan bergelimangnya ratusan nyawa petugas KPPS yang diduga meninggal secara tidak wajar. 

Mantan Juru bicara FPI ini kemudian mengangkat kembali soal kecurangan dalam Pemilihan Presiden 2019 yang disangkakan telah dilakukan oleh Jokowi-Ma’ruf Amin, secara tertruktur, sistematis, masif, dan brutal.

Selanjutnya dalam sila persatuan Indonesia, mantan tim advokasi BPN Prabowo-Sandiaga ini menegaskan bahwa aksi 212 harus dicatatkan dalam sejarah, karena berhasil mempersatukan belasan juta rakyat dalam aksi super damai. 

"Justru pihak penguasa mengadu domba rakyat dengan aparat, memprovokasi dengan dalih radikalisme dan makar sehingga menimbulkan kegaduhan dimana-mana. Sila keempat FPI senantiasa merakyat bersama rakyat, membela kepentingan rakyat dengan hikmat dengan mempertimbangkan kebijaksanan yang berlaku di Indonesia yang sesuai konstitusi," ucapnya. 

Menurut dia, selama tidak berseberangan dengan ayat suci demi mewakili apirasi rakyat. Lalu bedakan dengan mereka yang sudah tidak mementingkan rakyat, justru membela kepentingan luar, dan malah rakyat yang terbebani utang serta harga-harga yang terus merambat naik.

Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ia menyatakan, FPI bukan penguasa dan bukan bagian dari penguasa. Namun jelas apa yang diperjuangkan selama ini adalah soal keadilan yang memihak kepada rakyat.

"Dimanapun FPI berada menjadi wadah menyambung suara umat agar tidak ada kesenjangan sosial dengan aksi kemanusian di mana pun tanpa memandang lapisan masyarakat mana pun juga suku, agama, ras, bahasa, serta golongan apa pun selama bukan perongrong agama, negara dan bangsa," kata dia.

Secara terpisah, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu setuju dengan pernyataan Presiden Jokowi tentang ormas FPI. Dia menekankan agar semua pihak, termasuk ormas semestinya taat kepada ideologi bangsa Indonesia.

"Saya kira apa yang disampaikan Presiden (Jokowi) sudah jelas. Kalau siapa pun tidak sejalan dengan ideologi Pancasila, kan sudah clear, nggak usah di sini. Ini negara Pancasila kok. Cari lagi tempatnya yang nggak ada Pancasila-nya," kata Ryamizard di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2019.

"Yang saya sampaikan tadi musuh kita sekarang adalah yang akan mengubah Pancasila. Pancasila itu adalah perekat. Kalau perekat lemnya dicopot sudah nggak bersatu lagi bangsa ini bisa pecah," ucapnya lagi. []

Baca juga: 

Berita terkait