Nonton Wayang di Universitas Yale

Wayang, tontonan sekaligus tuntunan, selalu menawarkan kemungkinan, bukan kepastian.
Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X menghadiri pentas wayang kulit di Universitas Yale New York, AS, Rabu (6/11/2018). (Foto: Humas Pemda DIY/Ridwan Anshori)

Yogyakarta, (Tagar 9/11/2018) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, mengaku bangga wayang kulit pentas di Amerika Serikat, tepatnya di Universitas Yale New York. Sri Sultan HB X hadir secara langsung dalam pagelaran berlakon Arjuna Wiwaha tersebut.

Di acara tersebut, Sri Sultan HB X mendapat kehormatan memaparkan budaya Jawa, termasuk produk budaya berupa wayang kulit. Ia mengaku bangga bisa bercerita tentang dunia wayang di depan ratusan warga asing. 

"Saya bangga bisa menyaksikan pagelaran wayang kulit justru bukan di Indonesia. Ini membuktikan seni budaya Indonesia khususnya Jawa dikenal di dunia internasional," ujar Sri Sultan melalui keterangan tertulis diterima Tagar News, Rabu (6/11).

Raja yang naik tahta sejak 1989 ini rupanya sangat menguasai dunia perwayangan, khususnya lakon Arjuna Wiwaha yang dipentaskan itu.

"Arjuna Wiwaha merupakan karya klasik Jawa abad ke-11 gubahan Mpu Kanwa. Lakon ini bercerita tentang Arjuna yang bisa mengalahkan hawa nafsu dalam dirinya, sehingga mencapai derajat mulia. Lakon ini berisi ajaran tentang kesempurnaan hidup Jawa," paparnya.

Tontonan Sekaligus Tuntunan

Sri Sultan HB X mengungkapkan, wayang merupakan tontonan sekaligus tuntunan agar manusia bisa mengambil hikmah dari setiap lakon yang dipentaskan. Banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya. 

"Wayang merupakan cerminan tentang kehidupan dan perilaku manusia. Dunia wayang tidak berbeda dengan alam mayapada yang kita jalani ini, ada sifat baik dan buruk dalam diri manusia. Wayang selalu menawarkan kemungkinan, bukan kepastian," papar Sri Sultan HB X.

Pria bernama lahir Herjuno Darpito ini mengakui, kini dunia wayang menghadapi tantangan berat. Keberadaan wayang hanya memiliki dua pilihan yang harus diambil. Pertama wayang menyesuaikan diri dan diterima sebagai "wayang baru" namun konsekuensi kehilangan makna.

Kedua, wayang tetap seperti sedia kala dan berhadapan secara head to head dengan moderinasi dalam sosio-psiko-ekonomi. "Implikasinya jika tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman, wayang dikhawatirkan hanya menjadi kenangan, menjadi barang pajangan di museum," jelas suami dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas ini.

Menurut dia, Yogyakarta sebagai daerah keistimewaan, berkomitmen untuk terus menjaga keistimewaan yang dimiliki, termasuk dalam hal budaya. Keraton Yogyakarta sebagai episentrum budaya Jawa memiliki tanggung jawab moral agar budaya Jawa tetap lestari.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Umar Priyono mengatakan sejak ditetapkan sebagai Daerah Istimewa melalui UU nomor 13/2012 tentang Keistimewaan, DIY mendapat alokasi dana keistimewaan. Alokasi dana tersebut salah satunya digunakan untuk nguri-nguri budaya, termasuk wayang kulit.

"Kita semangati agar wayang kulit tetap eksis di tengah arus modernisasi. Bahkan kita juga memfaslitasi dalang cilik agar wayang tetap ada regenerasi," ujarnya.

Selain menyaksikan pagelaran wayang, selama kunjungan di Amerika Serikat Sri Sultan HB X juga menjadi pembicara dalam acara diskusi American-Indonesian Chamber of Commerce (AICC), menghadiri Konferensi Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Yale, dan menghadiri sebuah acara yang digelar Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York di Times Square. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.