MRT Resmi Beroperasi, Denny Siregar: Kok Gak Ada Nyinyiran Rakyat Disuruh Makan Rel

MRT Jakarta resmi beroperasi Minggu 24 Maret 2019. Denny Siregar: 'Kok gak ada yang nyinyir memangnya rakyat disuruh makan rel?'
Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat peresmian MRT Jakarta fase I di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/3/2019). Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta Fase I Bundaran HI - Lebak Bulus sepanjang 16 kilometer resmi beroperasi. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, (Tagar 24/3/2019) - Presiden Joko Widodo disambut ribuan warga saat tiba di stasiun Bundaran Hotel Indonesia, seusai menaiki kereta dari Stasiun Istora, Senayan, guna meresmikan pengoperasian kereta Moda Raya Terpadu (MRT) fase 1, di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu.

"Jokowi, Jokowi, Jokowi, terima kasih Pak Jokowi untuk MRT-nya," teriak masyarakat yang berkerumun di pintu keluar stasiun.

Jokowi membalas teriakan warga itu dengan senyuman dan lambaian tangan. Dia juga nampak meladeni warga yang ingin bersalaman dan melakukan swafoto.

Dengan dikawal pihak kepolisian dan pasukan pengamanan presiden, Jokowi kemudian berjalan menuju panggung yang berada di area Bundaran HI dengan diiringi suara tetabuhan dari kesenian Rampag Bedug.

Dilansir kantor berita Antara Jokowi hadir dengan didampingi sejumlah pejabat, di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono.

Selain meresmikan beroperasi MRT Jakarta Fase I, Presiden Joko Widodo juga meresmikan pembangunan MRT Jakarta Fase II yang akan menghubungkan Stasiun Bundaran HI dan Kota, melewati area Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, hingga Kota.

Setelah diresmikan pada 24 Maret 2019, pada tanggal 25 Maret 2019 pengelola akan memulai operasional MRT Jakarta secara gratis selama satu minggu (hingga tanggal 31 Maret 2019), baru pada 1 April 2019, akan dimulai operasional secara komersial.

Peradaban Baru di Jakarta

Dalam kesempatan ini Presiden Joko Widodo meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memulai pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta rute timur-barat pada 2019.

"Tahun ini juga saya minta rute timur barat dimulai, paralel dengan fase kedua yang ke utara dari Bundaran HI ke Kota," kata Jokowi.

Pada awal sambutannya, Jokowi mengatakan dengan pengoperasian MRT Jakarta maka dimulai peradaban baru di wilayah Ibu Kota Jakarta.

"Siapa yang belum naik MRT, silakan coba mumpung gratis  karena nanti setelah uji coba harus bayar," katanya di hadapan ribuan warga.

Presiden Jokowi berpesan kepada warga pengguna MRT untuk tidak membuang sampah sembarangan baik di stasiun maupun di kereta MRT.

"Jaga agar tidak kotor," kata Jokowi yang mengenakan kaus abu-abu dan celana jins.

Jokowi juga berpesan kepada pengguna MRT untuk antre dan disiplin waktu. "Jangan sampai mau ditutup pintunya baru masuk, bisa kejepit nanti," katanya.

Ia mengatakan antre dan disiplin serta menjaga kebersihan juga ditujukan agar MRT bisa digunakan untuk akses berbagai titik di Jakarta.

Presiden juga berharap pembangunan kereta ringan (LRT) Jabodebek terutama yang menghubungkan Depok, Bekasi menuju Jakarta bisa selesai akhir 2019.

Ketika Jokowi Jadi Gubernur Jakarta

Tiga hari sebelumnya, Kamis (21/3) ketika menghadiri deklarasi dukungan 10.000 pengusaha untuk Jokowi-Ma'ruf di Istora Senayan, Jokowi mengatakan pembangunan MRT merupakan keputusan politiknya saat ia Gubernur DKI Jakarta bersama Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang waktu itu adalah wakilnya. 

"Kita putuskan saat saya jadi Gubernur saat itu dengan Pak Ahok," kata Jokowi.

Pernyataan Jokowi tersebut ditanggapi beragam di kalangan pendukung rival politiknya dalam Pilpres 2019. 

Ragam tanggapan tersebut menarik perhatian pengamat politik Denny Siregar, hingga ia membuat catatan khusus di laman Facebooknya. 

Berikut ini catatan Denny Siregar selengkapnya, Minggu (24/3):

MRT dan Keputusan Politik Jokowi

"Pembangunan MRT adalah keputusan politik saya dengan Ahok."

Begitu kata Jokowi saat peresmian Mass Rapid Transit di Istora Senayan. Dan ributlah banyak orang mendengar pernyataan Jokowi itu. "Kan yang gagas BJ Habibie? Kok ngaku-ngaku?" kata beberapa orang tidak terima pernyataan Jokowi itu.

Bahkan Demokrat pun menyanggah, bahwa pembangunan MRT ada di masa Gubernur Fauzi Bowo karena dialah yang melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama.

Tapi tunggu dulu, salahkah apa yang dikatakan Jokowi?

Konsep MRT memang sudah digagas pada masa Presiden BJ Habibie saat masih menjadi kepala BPPT. Tetapi pembangunannya tertunda sampai 27 tahun lamanya. Pada akhirnya tahun 2012, Foke melakukan peletakan batu pertama pembangunan MRT.

Hanya saja, rekam jejak di proyek infrastruktur kita mengajarkan bahwa tidak ada korelasi antara peletakan batu pertama dengan mulainya pembangunan. Bahkan tol Bocimi sudah melakukan 4 kali peletakan batu pertama sejak 1996, dan baru dibangun beneran oleh Jokowi pada tahun 2015.

Apa yang menyebabkan pembangunan terhambat ?

Tentu masalah perhitungan yang melibatkan biaya konstruksi dan nilai pengembalian investasi atau ROI. Tidak ada pihak yang mau rugi investasi triliunan rupiah tapi gak jelas gimana baliknya. Di meja negosiasi inilah letak hambatan besarnya.

Lalu di mana peran Jokowi?

Yang tidak banyak dibahas oleh mereka yang menolak pernyataan Jokowi itu adalah bagaimana rumitnya perhitungan biaya pembangunan dan beban utang MRT, karena itu akan berimbas pada harga tiket penumpang. Dan ini sudah menjadi bola panas yang digulirkan di media pada waktu itu.

Masyarakat Transportasi Indonesia MTI sendiri menolak skema utang Jepang itu. Karena pembangunan MRT Indonesia jadi lebih mahal dari Singapura, India bahkan Venezuela.

Jokowi yang saat itu Gubernur juga merasa berat dengan beban utang yang dibebankan ke Pemprov DKI sebesar 59 persen. "Berapa nanti harga tiketnya?" Itu yang ada dalam pikiran Jokowi. Dia melobi pusat supaya menanggung 70 persen utang supaya ROI return of investment atau pengembalian investasi DKI jadi lebih masuk akal.

Akhirnya pusat mengubah keputusannya, dengan mengubah komposisi beban utang yang ditanggung DKI jadi 51 persen dan sisanya pusat. Hemat 8 persen yang juga mengubah harga tiket dan ROI.

Banyak kerumitan lainnya selain hanya "menggagas" dan "meletakkan batu pertama", sebab jangan sampai utang besar itu kelak menjadi beban rakyat karena MRT ternyata tidak mampu mengembalikan utang kepada Jepang sebab tidak ada penumpangnya.

Akhirnya sesudah hitung menghitung dengan ketat, Jokowi mengeluarkan "keputusan politiknya". MRT harus jadi, karena kerugian akibat kemacetan Jakarta jauh lebih besar dari nilai investasi yang harus dikeluarkan.

Keputusan inilah yang diperlukan untuk melakukan eksekusi dan ini butuh keberanian di tengah gencaran keraguan banyak pihak terhadap mega proyek itu. Keputusan berani yang sama yang dilakukan Jokowi ketika mengeksekusi tol becakayu dan tol bocimi yang sudah mangkrak puluhan tahun lamanya.

Jadi, tidak ada yang salah dengan pernyataan Jokowi bahwa "keputusan politik"nya lah yang membuat MRT akhirnya berjalan pembangunannya.

Lha, gak usah jauh-jauh MRT, pembangunan jalan tol di mana-mana yang berguna untuk lalu lintas transportasi dan industri saja banyak yang nyinyir, "Memangnya rakyat mau makan aspal??"

Yang anehnya, tidak ada yang nyinyir dengan MRT, "Memangnya rakyat disuruh makan rel??" Mungkin karena peletakan batu pertamanya oleh Fauzi Bowo yang didukung penuh oleh Demokrat.

Daripada sibuk makan aspal dan makan rel, mending kita seruput kopi. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.