Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyatakan tak bisa memastikan apakah Presiden Joko Widodo betul-betul akan melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat. Dia juga menyebut penggantian posisi menteri merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai kepala negara.
"Saya enggak bisa melampaui otoritas yang diberikan presiden, karena itu otoritas beliau. Hak prerogatif beliau, jadi saya enggak bisa kompetensi dalam mengomentari itu," kata Moeldoko melalui diskusi virtual, Kamis, 2 Juli 2020.
Sekarang ini banyak para peramal di luar dan muncul peramal-peramal baru.
Moeldoko mengaku heran, setelah isu reshuffle mencuat, seketika bermunculan para peramal yang menurutnya sibuk membahas isu bongkar pasang Kabinet Indonesia Maju.
Baca juga: AS dan China Memanas, Moeldoko Pastikan RI Netral
Padahal, kata dia, perlu digarisbawahi jika pergantian menteri merupakan hak serta otoritas sepenuhnya dari Presiden Jokowi. "Sekarang ini banyak para peramal di luar dan muncul peramal-peramal baru biasa," tutur mantan Panglima TNI tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kemarahannya kepada para menteri dalam penanganan pandemi Covid-19. Dalam rapat yang dihadiri seluruh menteri itu, Jokowi mengancam akan membubarkan lembaga atau mencopot menteri sebagai bagian dari tindakan tegas melihat performa para pembantunya yang mengecewakan.
Baca juga: Moeldoko Minta Pemda Tidak Buru-buru Longgarkan PSBB
“Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,” ucap Presiden Jokowi dengan nada tinggi di depan para menteri dalam rapat terbatas 18 Juni 2020, seperti ditayangkan akun YouTube Setpres, Minggu, 28 Juni 2020.
Jokowi menyebutkan belum ada sense of crisis yang sama di antara para menteri dalam penanganan Covid-19. Dia melihat para pembantu presiden masih bekerja biasa-biasa saja, padahal kondisi Covid-19 ini merupakan extra ordinary yang juga butuh penanganan yang harus ekstra luar biasa.
"Kalau ada satu saja yang berbeda, itu sangat berbahaya," tuturnya.
Menurutnya, dalam tiga bulan ke belakang dan ke depan, seharusnya semuanya memiliki sense of crisis yang sama. "Kita yang berada di sini bertanggung jawab kepada 260 juta jiwa penduduk Indonesia. Tolong digarisbawahi," tutur Jokowi. []