Mensos Siap ke Selayar, Korban KMP Lestari Maju Sempat Telepon Keluarga

Mensos siap ke Selayar, korban KMP Lestari Maju sempat telepon keluarga. "Bapak sempat menelpon beberapa kali sebelum kapal tenggelam. Tapi waktu itu saya masih di kantor, belum sempat angkat," ujar Nurul Fajrin, anak kedua korban.
Mobil ambulans yang membawa jenazah korban tenggelamnya KM Lestari Maju melaju keluar dari KM Bonto Haru di Pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Rabu (4/7/2018). KM Lestari Maju yang membawa penumpang 189 orang dan berangkat dari Pelabuhan Bira Bulukumba menuju Kabupaten Kepulauan Selayar tenggelam dan mengakibatkan 34 orang meninggal. Sebagian jenazah korban sudah diserahkan ke pihak keluarga. (Foto: Ant/Abriawan Abhe)

Jakarta, (Tagar 5/7/2018) – Jumat (6/7/2018) besok Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham direncanakan menuju Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk menyerahkan santunan kepada korban Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Lestari Maju.

"Mensos akan ke Selayar untuk menyerahkan bantuan," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat, Kamis (5/7).

Harry Hikmat seperti dikutip Antara menyebutkan, Mensos ke Kepulauan Selayar usai menghadiri peringatan Hari Lanjut Usia (HLUN) di Yogyakarta.

Sebelumnya, KM Lestari Maju dikandaskan oleh nakhoda di wilayah Desa Bongayya, Kecamatan Bontomatene, Selasa (3/7) sekitar pukul 12.15 WITA, setelah melakukan pelayaran dari Pelabuhan Tanjung Bira, Kabupaten Bulukumba menuju Pelabuhan Pamatata, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Peluk Tiang Kapal

Dalam peristiwa itu, saat detik-detik kapal naas tersebut kandas hingga terbalik miring di atas karam Perairan Kepulauan Selayar, korban meninggal Patta Daeng (65) sempat menghubungi anaknya melalui telepon genggam.

"Bapak (Patta Daeng) sempat menelpon beberapa kali sebelum kapal tenggelam. Tapi waktu itu saya masih di kantor belum sempat angkat, nanti beberapa saat saya telpon balik ternyata kena musibah," ujar Nurul Fajrin, anak kedua korban itu di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Rabu.

Nurul Fajrin menceritakan, dia menerima telepon pada Selasa (3/6) pukul 13.33 WITA saat kedua orangtuanya beserta kerabatnya tengah berjuang menyelamatkan diri di feri naas yang kandas di pantai Pulau Pa'badilan, Kabupaten Kepualaun Selayar.

KMP Lestari Maju itu sengaja dikandaskan di pulau kecil di tengah perairan Kepulauan Selayar oleh narkoda karena diduga terjadi kebocoran pada lambung bagian kiri kapal itu.
Nurul Fajrin saat itu meminta orangtuanya agar tetap tenang, meskipun gelombang laut kala itu cukup besar disertai angin kencang hingga air laut terus masuk ke lambung kapal.

Akibat mengalami kebocoran dan ombak besar sampai kapal oleng hingga secara perlahan kemudian tidak seimbang lalu terbalik. Bahkan, kata Fajrin, di waktu menengangkan itu, korban bersama istrinya Daeng Tallara (60) sedang memeluk tiang kapal itu.

"Bapak sama ibu sempat memeluk tiang kapal untuk bertahan hidup sebelum kapal terbalik siang hari itu. Orangtua saya juga tidak sempat dapat pelampung. Saya sempat bilang bertahan saja di situ sebentar lagi datang bantuan. Saya terus memberi semangat, tapi dia bilang doakan saja nak selamat," ucapnya.

Meskipun kenyataannya belum ada tanda bantuan datang, Fajrin terus memberikan semangat. Bahkan dirinya sempat berpikir untuk mencari bantuan ke mana-mana, namun dalam situasi dan kondisi tegang akhirnya harus pasrah menunggu kabar terbaru.

"Saya sempat berpikir mencari bantuan, tapi bingung mau ke mana, lalu saya tinggalkan kantor, setelah kontak kami terputus. Saat itu juga tante saya sempat menelpon beberapa kali, lalu saya telepon balik dan ada komunikasi," beber dia.

Ketika berkomunikasi dengan tantenya Hj Sitti Awang yang bisa selamat dari kecelakaan laut itu, kata Fajrin, sempat menceritakan kondisi terakhir Tettanya (bapak) saat memeluk tiang kapal tampak berkeringat dingin, sebelum air laut sampai masuk dek kapal.

Tetapi setelah air laut memenuhi dek kapal, kedua orangtuanya sudah tidak berada lagi di tiang kapal itu.

"Saya sempat lihat Tettamu bersama ibumu masih pegang tiang kapal, namun setelah air memasuki dek kapal disertai ombak keras, hingga kapal mulai miring, saya lihat lagi mereka," tutur Fajrin yang mengutip cerita dari tantenya itu.

Fajrin menyebutkan, tantenya pertama kali mengabari keluarga hingga diketahui terjadi kecelakaan kapal itu sampai tersiar ke publik.

Tantenya Hj Sitti Awang selamat beserta anak dan kemenakannya karena mereka bisa bertahan di sekoci, sementara orangtua Fajrin masih bertahan di kapal dan tidak sanggup menahan ombak besar hingga meninggal.

Menurut Fajrin, firasat akan kejadian itu juga sudah dirasakan saat anaknya memeluk kakeknya, Patta Daeng, sangat lama dan tidak biasanya seperti itu, namun diabaikan bahkan tidak tertangkap nalar.

"Anakku sempat peluk kakeknya meminta jangan pulang dulu ke Selayar karena suasana hari itu keluarga kami baru selesai acara pengantin di rumah. Awalnya saya heran tapi anggap biasa, ternyata itu tanda-tandanya," ucap Fajrin terharu.

Saat ditanyakan apakah kedua orangtuanya beserta kerabat telah terdaftar manifest sebagai penumpang resmi, Fajrin tidak mengetahui secara pasti, kecuali mengatakan mereka menumpangi mobil biro jasa atau travel yang melayani penumpang ke Selayar.

Awalnya Fajrin masih yakin kedua orangtuanya bisa selamat. Namun beberapa jam kemudian setelah kejadian, bapaknya ditemukan sudah tidak bernyawa dengan kondisi beberapa luka di wajahnya, yang diduga terbentur benda keras, bersama ibunya yang juga telah meninggal.

"Makanya saya berangkat hari ini (Rabu) ke Selayar, sebab tidak bisa diwakili orang lain, kecuali anaknya untuk mengambil jenazah mereka di rumah sakit di sana. Tidak ada jalur laut dibuka maka saya menempuh jalur udara untuk memastikan serta mengambil jenazahnya," tambah Fajrin yang terlihat sedih.

Salah seorang keluarga korban lainnya juga menceritakan kerabatnya yang korban Demma Ganrang (51) bahwa sebelum meninggal, ia sempat menolong dan menyelamatkan lima orang dari kapal tenggelam itu.

"Dia berhasil menolong lima orang, tapi sayang setelah menyelamatkan orang, dirinya malah meninggal karena diduga kelelahan dan tidak sanggup menahan gempuran ombak," ujarnya yang mengutip keterangan dari para korban selamat tersebut.

Beberapa korban selamat juga menceritakan kejadian itu. Bahkan para korban menelpon keluarganya, malah ada yang mendokumentasikan melalui foto dan video kejadian tersebut hingga menjadi viral dan diketahui khalayak setelah beberapa jam peristiwa itu berlangsung.

Hingga Rabu (4/7) jumlah korban meninggal dilaporkan sebanyak 35 orang karena tidak menggunakan jaket keselamatan.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani di Makassar mengatakan, dari 35 orang korban meninggal, 34 orang sudah teridentifikasi, sementara satu lainnya masih dilakukan pemeriksaan.

Korban yang belum diketahui identitas lengkapnya berjenis kelamin perempuan dan berusia sekitar 50-60 tahun.

Korban yang dievakuasi ke Rumah Sakit Umum (RSU) KH Hayyung, yakni Kepala ASDP Pamatata Hari Laksono; Rurung (58) dan Marlia (44) sepasang suami istri, Suryono (55).
Asmawati (43), Sitti Saera (58), Abd Rasyid (60), Rini Arianti (29), Abisar (2), (anak Rini Arianti), Rosmiati (40), Demma Campong (45), Andi Leleng (47), Syamsuddin (50), Hensi (64), Ati Mala (58), Denniamang (72).

Kemudian warga lainnya Marwani (40) warga Sappang Kabupaten Bulukumba, Hj Salmiah (55) warga Kabupaten Sinjai, Abd Rasyid (40) warga asal Pajjukukang, Kabupaten Bantaeng serta seorang bocah perempuan tiga tahun tanpa identitas.

Suryana (55), Dempa (50), Nurlia (64), Andi Junaeda (70), Norma (50), Ningsih, Haidir (2), Kartini (60), Siti Baedah (55), Jumbrah (50), Anjel (8), Andi Fitri Yuliana (3), Andi Akifa (8), Andi Hanifa (9), Andi Patta Daeng (60), Jae (50) serta satu mayat perempuan tanpa identitas. (yps)

Berita terkait
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi