Menikahi Anak-anak Merupakan Praktik Pedofilia

Menyalurkan dorongan seksual kepada anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 7–12 tahun dalam pernikahan merupakan wujud dari perilaku pedofilia
Ilustrasi (Foto: nircle.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - “Syekh Puji Nikahi Anak 7 Tahun, 6 Saksi Diperiksa.” Ini judul berita di Tagar, 2 April 2020. Tahun 2008 Syekh Puji, yang bernama Pujiono Cahyo Widianto, juga menikahi seorang perempuan berumur 12 tahun. Laki-laki ini pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Jannah di Bedono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Dari aspek kesehatan reproduksi, dalam hal ini seksualitas, laki-laki yang menyalurkan dorongan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan anak-anak, laki-laki dan perempuan, yang berumur antara 7 – 12 tahun merupakan perilaku parafilia, dalam hal ini pedofilia.

1. Infeksi di Alat Kelamin Anak-anak

Penyaluran dorongan seksual pedofilia bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan tanpa kekerasan. Jika dilakukan dengan kekerasan termasuk kategori kejahatan seksual, seperti pemerkosaan dan sodomi (kepada anak laki-laki). Dalam kaitan ini banyak kalangan yang tidak memahami perbedaan antara perilaku pedofilia dan kekerasan seksual.

Kejahatan seksual adalah pelecehan seksual verbal dan non-verbal yang dilakukan oleh laki-laki dewasa kepada anak-anak laki-laki dan perempuan berumur 7 – 12 tahun. Biarpun pelakunya laki-laki dewasa dan korbannya anak-anak umur 7 – 12 tahun hal ini bukan perilaku pedofilia tapi kejahatan seksual.

Begitu pula dengan yang dilakukan oleh perempuan dewasa yang menyalurkan dorongan seksualnya dengan remaja, disebut cougar, juga bukan perilaku pedofilia tapi murni kejahatan seksual.

Beberapa kasus kejahatan seksual yang dilakukan laki-laki dewasa terhadap anak-anak, laki-laki dan perempuan, berumur 7 -12 tahun tidak termasuk seks parafilia yaitu orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain, dalam hal ini pedofilia.

Kalangan pedofilia, disebut juga sebagai 'child lover' (pecinta anak-anak), tidak memakai kekerasan dalam menyalurkan dorongan seksualnya, tapi mereka lakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan norma yaitu pernikahan. Perlakuan pedofilia dalam pernikahan di Indonesia sepeti fenomena gunung es. Kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan angka yang sebenarnya karena menyangkut nama baik keluarga sehingga korban-korban pedofilia dalam bentuk yang ‘aman’ akan terus terjadi.

Begitu juga dengan praktik pedofilia dengan menjadikan anak-anak sebagai anak angkat, anak asuh, keponakan angkat, dll. juga seperti fenomena gunung es karena terjadi di lingkungan keluarga.

Sarana kesehatan, seperti Puskesmas, klinik dan rumah sakit diharapkan dengan teliti memeriksa anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur dibawah 12 tahun yang berobat. Perlu diperiksa vagina dan anus karena bisa jadi mereka sakit karena infeksi di kelamin, bahkan karena infeksi menular seksual (IMS), seperti kencing nanah (GO), sifilis (raja singa), dll. yang tertular dari laki-laki dewasa yang menjadikan mereka sebagai anak asuh, anak angkat, dll.

2. Pedofilia Bak Malaikat Penyelamat

Di salah satu daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia pedofilia justru disamakan dengan ‘malaikat penyelamat’ oleh warga karena, biasanya bule (baca: orang Eropa, Australia atau Amerika Serikat), memenuhi kebutuhan warga desa. Misalnya, memberikan les privat Bahasa Inggris gratis. Membagikan sembako, dll.

Ketika si pedofilia sudah menemukan incarannya dia pun akan meminta kepada orang tua anak tsb. untuk dibawa ke negaranya dengan status anak angkat untuk disekolahkan. Orang tua anak itu diberikan berbagai macam perlengkapan rumah dan uang. Tentu saja orang tua anak itu senang karena bantuan bule tadi sangat berarti bagi mereka sebagai warga yang hidup di negara miskin.

Sampi akhir tahun1990-an sorga pedofilia di Filipina. Tapi, setelah negara itu menerapkan suntik mati bagi pelaku pedofilia, maka operasi pedofilia pun bergeser. Salah satu negara tujuan pedofilia dunia adalah Indonesia.

Pihak Imigrasi di Bali, misalnya, sudah mendeportasi puluhan pedofilia baik yang tertangkap setelah beraksi maupun yang baru tiba di bandara. Pedofilia dunia menganggap Indonesia sebagai lahan subur untuk mereka.

Dalam kaitan inilah pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, terutama di DTW, agar meningkatkan leterasi warga tentang pedofilia dan bentuk-bentuk kejahatan seksual yang lain agar anak-anak tidak jadi korban yang sia-sia. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Pelaku Kejahatan Seksual Sasar Bayi di Sekitar Kita
Kekerasan dan kejahatan seksual yang menjadikan bayi dan balita (umur 0 – 7 tahun) sebagai korban sudah banyak terjadi, perhatikan tingkah mereka
Aksi Guru Pedofilia Mencabuli 11 Muridnya di Banten
Perilaku pedofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan anak-anak umur 7-12 tahun dilakukan seorang guru di Banten
0
Kapolri: NU Teruji Jaga Keutuhan NKRI
Ia menilai upaya menjaga kekompakan dan persatuan di antara Nahdliyin amat lah penting.