Mengapa Tahun Baru Hijriah Tenggelam Dibanding Tahun Masehi?

Muslim sebaiknya tahu mengenai kalender Hijriah. Mengapa tahun baru Hijriah tenggelam dibanding tahun Masehi?
Siswa pendidikan usia dini mengenakan pakaian adat saat mengikuti pawai peringatan Tahun Baru Islam di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (11/9/2018). (Foto: Antara/Mohamad Hamzah)

Jakarta, (Tagar 11/9/2018) - Peringatan tahun baru Masehi tiap 1 Januari biasanya gegap gempita di Tanah Air, namun tidak demikian dengan peringatan tahun baru Hijriah tiap 1 Muharram yang juga dikenal sebagai tahun baru Islam.

Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis dilansir Republika mengungkapkan, penyebab tenggelamnya tahun baru Hijriah dari tahun Masehi karena umat Islam jarang menggunakan kalender Hijriah dalam aktivitas sehari-hari.

Ia mencontohkan, dunia kerja lebih menggunakan kalendar Masehi, termasuk Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha. Kiai Cholil berharap minimal umat Islam menggunakan kalendar Hijriah berkaitan aktivitas keagamaan sehingga tahun baru Hijriah tak kalah dari tahun baru Masehi.

Pada bulan Muharram, kata Kiai Cholil, ada banyak amalan yang bisa dilakukan oleh umat Islam. Yang juga tak kalah penting menurutnya adalah muhasabah. Perbuatan yang telah dilakukan agar dievaluasi efektivitas dan kualitasnya.

"Kita merencanakan untuk capaian atau resolusi yang hendak dicapai akan datang," kata Kiai Cholil.

Kehendak masa akan datang tersebut harus berhubungan dengan perjuangan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan meneruskan misi kenabian.

Kalender Hijriah atau Kalender Islam adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. 

Kalender ini dinamakan Kalender Hijriah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. 

Di beberapa negara berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. 

Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.

Dalam kitab Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah ditulis KH Sholeh Darat pada bulan Muharram tahun 1317 H dilansir NU Online, disebutkan bahwa sebaiknya muslim mengetahui tahun baru Islam.

KH Sholeh Darat menyebutkan tentang kemuliaan bulan Muharram, "Bahwa awal Muharram itu adalah tahun barunya seluruh umat Islam. Adapun tanggal 10 Muharram adalah Hari Raya yang digunakan untuk bergembira dengan shadaqah. Hari raya ini adalah untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan hari raya dengan salat. Tetapi hari raya dengan pakaian rapi dan memberikan makanan kepada para faqir."

KH Sholeh menganjurkan umat Islam membaca doa akhir tahun pada tanggal 30 Dzulhijjah saat akhir salat Ashar, juga membaca doa awal tahun setelah salat Magrib pada awal bulan Muharram.

Dalam memahami dimensi waktu bulan Muharram ini dapat diambil sebuah hikmah bahwa kehidupan itu mengenal awal (hidup) dan mengenal akhir (kematian).  Manusia akan melewati proses itu semua. Untuk menjelaskan kehidupan dan kematian, KH Sholeh Darat juga menyinggung tentang khusnul khatimah dan su’ul khatimah dalam Kitab Munjiyat. Bahkan secara rinci tanda-tanda adanya khusnul khatimah dan su’ul khatimah bagi setiap orang.

Oleh sebab itu, dalam menyiapkan kehidupan yang baik menuju khusnul khatimah, KH Sholeh Darat mengajarkan tentang ketenangan hati dan ketenangan perilaku. Dua hal ini penting untuk dijalani bagi setiap orang yang masih hidup. Ketenangan hati akan didapatkan jika manusia sadar dan menghayati kalimat La ilaha illallah. Kalimat itu diucapkan tanpa putus dan dijalani dengan baik. Yang muncul kemudian adalah sifat positif dalam melihat keberadaan Allah sebagai dzat yang maha rahman dan ra’uf.

Setiap gerak langkah orang yang dekat dengan Allah selalu mendapatkan jalan terbaik dari Allah. Maka KH Sholeh Darat mengingatkan agar orang Islam tidak minta kesehatan dan selalu menyalahkan Allah. Sebab Allah sudah memberikan kenikmatan sehat selamanya, dan jika dalam kondisi sakit, maka Allah tetap memberikan kasih sayangnya. Menyalahkan Allah sama halnya dengan kita protes dan lepas dari makna La ilaha illallah. Disitulah ketenangan hati dan ketenangan perilaku itu diuji.

Adapun tanda-tanda orang khusnul khatimah ketika sudah wafat sebagaimana dijelaskan oleh KH Sholeh Darat berdasar hadits Nabi adalah tiga hal: kening atau pelipisnya berkeringat, kedua matanya mengeluarkan air mata dan mulutnya kering. Dalam kondisi itu, Allah Swt memberikan kasih sayangnya bagi jenazah itu. Semoga kita dituntun oleh Allah dengan hidayahnya dalam menatap tahun baru Hijriah ini. []

Berita terkait
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.