Menanti Sikap ASEAN atas Konflik Berdarah di Myanmar

Konflik di Myanmar tantangan bagi ASEAN untuk putuskan tetap berpegang pada prinsip tidak campur tangan dalam urusan internal anggota atau tidak
Myanmar menjadi \'duri dalam daging\' dalam tubuh ASEAN? (Foto: dw.com/id)

Jakarta – Peristiwa berdarah di Myanmar menjadi tantangan bagi ASEAN (ASEAN/Association of Southeast Asian Nations - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) untuk memutuskan akan tetap berpegang pada prinsip tidak campur tangan dalam urusan internal anggotanya atau tidak. Rodion Ebbighausen melaporkannya untuk dw.com/id.

Setelah militer Myanmar menggulingkan pemerintah sipil, yang secara de facto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, dalam aksi kudeta dan mengambil alih kekuasaan yang dilakukan militer pada tanggal 1 Februari 2021 lalu. Protes nasional dan kampanye pembangkangan sipil massal terhadap junta militer terus bergulir. Militer membalas dengan melakukan tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa.

Hingga tanggal 26 Maret 2021, tercatat 164 demonstran tewas, demikian menurut angka resmi. Namun menurut data yang diberikan oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 300 orang telah terenggut nyawanya.

biksu myanmarBiksu Myanmar dalam protes menentang kudeta militer, 8 Februari 2021 (Foto: dw.com/id)

Krisis yang tidak kunjung berakhir ini menimbulkan tantangan bagi Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Menulis di Bangkok Post, pakar politik Thailand, Thitinan Pongsudhirak bahkan menyebutnya sebagai "krisis eksistensial”.

1. Diplomasi dan Reputasi ASEAN Diuji

Pertama-tama, kini bobot diplomatik aliansi itu dipertaruhkan. Akan menjadi pukulan telak bagi kepentingan ASEAN jika, misalnya, Amerika Serikat membatalkan keikutsertaannya dalam KTT Asia Timur atau KTT ASEAN berikutnya karena tidak siap untuk duduk sejajar dengan para jenderal Myanmar.

ASEAN didirikan di Bangkok, Thailand pada tanggal 8 Agustus 1967, dengan pemrakarsa Narciso Ramos (Filipina), Abdul Razak Hussein (Malaysia), Adam Malik (Indonesia), Sinnathamby Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand). Myanmar sendiri diterima sebagai anggota ASEAN pada 23 Juli 1997.

Kedua, reputasi ASEAN akan memburuk Gambar demonstrasi massa nasional melawan rezim militer dan para demonstran yang dibunuh dan terluka beredar di seluruh dunia. Hal ini juga mencoreng citra ASEAN. Blok tersebut telah dituduh tidak menganggap serius piagam hak asasi manusianya sendiri.

Ketiga, perpecahan di Myanmar, yang akan membahayakan stabilitas seluruh kawasan. Warga Myanmar, sudah mulai mengungsi ke tempat-tempat seperti India dan Thailand.

Setelah penumpasan kekerasan terakhir atas aksi protes pada tahun 1988, 360.000 orang melarikan diri ke Bangladesh, Cina, India, Malaysia dan, khususnya, Thailand, demikian menurut laporan International Commission of Jurists (ICJ).

pengunjuk rasa myanmarPara pengunjuk rasa mengangkat spanduk yang menuntut pembebasan pemimpin Myanmar yang ditahan Aung San Suu Kyi selama demonstrasi menentang kudeta militer 1 Februari di Yangon pada 10 Februari 2021. (Foto: voaindonesia.com - AFP/Ye Aung Thu)

Dalam sebuah opini yang ditulis untuk Bangkok Post, mantan Menteri Luar Negeri Thailand, Kasit Pirmoya memperingatkan ancaman "krisis pengungsi" dan destabilisasi wilayah perbatasan.

Dia menambahkan: "ASEAN tidak hanya memiliki hak, melainkan tanggung jawab, untuk bertindak tegas dan mengambil tindakan konkret untuk memastikan bahwa para jenderal Myanmar mengakhiri kekerasan, mengakhiri kudeta mereka, menghormati keinginan rakyat, dan memungkinkan demokrasiberlangsung di Myanmar. "

2. Reaksi yang Berbeda-beda Atas Kudeta

Berbeda dengan imbauan yang sangat jelas dari mantan menteri luar negeri tersebut, pemerintah Thailand, yang berkuasa melalui kudeta pada tahun 2014, sejauh ini menghindari kritik terhadap militer Myanmar, dengan menyebut kudeta tersebut sebagai urusan internal negara itu.

Vietnam, Kamboja, dan Filipina bereaksi dengan cara yang sama. Sementara pemerintah Vietnam dan Kamboja sendiri adalah rezim otoriter, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte telah menyatakan perang terhadap demokrasi di negaranya.

Malaysia dan Indonesia, sebaliknya, menentang junta militer Myanmar dan mengkritik kekerasan di sana. Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin mengungkapkan "rasa jijiknya atas tindak kekerasan mematikan yang terus berlanjut terhadap warga sipil yang tidak bersenjata."

Presiden Indonesia Joko Widodo menyerukan segera diakhirinya kekerasan dan mengumumkan bahwa bersama dengan Brunei, akan mengadakan pertemuan khusus ASEAN. Brunei adalah ketua ASEAN saat ini.

aksi protes yangonAksi protes antikudeta di Yangon, Myamnar (Foto: dw.com/id)

"Dialog dan rekonsiliasi harus segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, memulihkan perdamaian, dan memulihkan stabilitas di Myanmar," ujar Joko Widodo.

3. Yang Pertama Dalam Sejarah ASEAN

"Ini adalah pernyataan yang cukup kuat, terutama mengingat pendekatan ASEAN yang biasanya 'tenang' dan tidak mengusik," kata Deasy Simandjuntak, pakar dari Iembaga riset SEAS-Yusof-Ishak-Institute di Singapura, kepada surat kabar Malaysia, The Straits Times.

pengunjuk rasa myanmarPara pengunjuk rasa mengangkat spanduk yang menuntut pembebasan pemimpin Myanmar yang ditahan Aung San Suu Kyi selama demonstrasi menentang kudeta militer 1 Februari di Yangon pada 10 Februari 2021. (Foto: voaindonesia.com - AFP/Ye Aung Thu)

Sejak didirikan pada tahun 1967, ASEAN telah mengupayakan diplomasi secara tertutup dan berdasarkan konsensus.

Dengan pendekatan ini, ASEAN berhasil, misalnya, meyakinkan Myanmar untuk menerima bantuan internasional pada tahun 2008 setelah bencana topan Nargis yang merenggut sekitar 100.000 nyawa korban.

ASEAN menerima Myanmar bergabung ke blok itu pada tahun 1997, meskipun ada tekanan internasional untuk tidak melakukannya.

Kritik publik terhadap Myanmar dan seruan untuk pertemuan puncak yang membahas tentang krisis politik domestik di negara anggota, baru pertama kali ini dilakukan ASEAN. Para jenderal militer Myanmar pasti tidak akan senang dengan kritik yang muncul dari beberapa negara anggota blok itu,karena para jenderal Thailand dibebaskan tanpa sanksi, setelah kudeta 2014.

Faktor lain yang memperumit dialog dengan para jenderal adalah bahwa sejauh ini negara-negara mayoritas muslim di ASEAN mengutuk kudeta dan tindakan keras di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Dan negara-negara ini telah mengkritik kebijakan Myanmar terhadap komunitas Rohingya.

dalam fotoDalam foto dari tangkapan layar AFPTV dan siaran Myitkyina News Journal tampak polisi membidik demonstrasi antikudeta dengan senjatanya saat menindak demonstran di Myitkyina di negara bagian Kachin, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. (Foto: voaindonesia.com - AFP dan sumber lain)

Situasi ini dapat menyebabkan junta militer Myanmar melepaskan beberapa ‘pertemanan‘. Seperti yang dikatakan para jenderal sebelumnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa: "Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat .... Kami harus belajar berjalan hanya dengan [beberapa] teman."

4. Tidak Ada Keberhasilan Tanpa Persatuan

Jadi, pertanyaannya adalah, pertama, apakah mungkin menciptakan persatuan yang diperlukan di dalam ASEAN, sehingga para jenderal Myanmar tidak dapat menghindari dialog; dan kedua, apakah pendekatan konfrontatif, menurut standar ASEAN, akan menjadi lebih bisa berhasil dibandingkan diplomasi diam-diam yang biasa dilakukan di masa lalu. Kedua pertanyaan tersebut saling terkait.

Berkenaan dengan pertanyaan pertama, seorang diplomat ASEAN yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Asian Nikkei Review Jepang: ASEAN "seperti kubus Rubik yang rusak, di mana tidak mungkin untuk mendapatkan semua warna sejajar di satu sisi." (rzn/vlz)/dw.com/id. []

Berita terkait
Pemimpin Dunia Kecam Pembantaian Demonstran di Myanmar
Dunia internasional mengecam aksi militer di Myanmar yang membunuh lebih dari 100 demonstran antikudeta dalam Sabtu berdarah, 27 Maret 2021
Biden: Pertumpahan Darah di Myanmar Sangat Keterlaluan
Presiden AS, Joe Biden, mengecam pertumpahan darah dalam protes-protes antikudeta militer di Myanmar dan menyebutnya "sangat keterlaluan"
Ratusan Warga Myanmar Melarikan ke Perbatasan Thailand
Saat ribuan warga Myanmar berusaha melarikan diri dari kudeta militer, ratusan lainnya telah berhasil mencapai daerah perbatasan ke Thailand