Jakarta - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Rocky Gerung menilai Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah seharusnya berada di pihak buruh dan menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker). Pasalnya, kata dia, tidak ada Menaker di seluruh dunia yang anti buruh dan pekerja.
"Enggak ada seluruh pemerintahan di dunia, menteri tenaga kerja anti buruh, anti pekerja. Ngaco otaknya kan," ujar Rocky dalam webinar PKSTV, dikutip Tagar, pada Sabtu, 17 Oktober 2020.
Awalnya, Rocky menganalisis kedudukan dari UU Perburuhan. Di dalam sejarah UU Perburuhan, kata Rocky, dari abad 12 sampai abad 20 saat ini, semua UU Perburuhan adalah UU yang harus memihak kepada pekerja.
"Karena itu menteri tenaga kerja musti menolak UU ini demi pekerja. Dia cuma boleh mendengar pekerja, dia enggak boleh mendengar pemerintah. Itu logika dari UU Perburuhan," kata dia.
"Bahkan dia enggak boleh ikut rapat dengan pemerintah, dengan eksekutif, karena dia menteri tenaga kerja. Itu sosiologi dari UU Perburuhan," ucap Rocky.
Menurut dia, lain halnya ketika buruh menerima Omnibus Law UU Ciptaker. "Maka si menteri tenaga kerja beri tahu kepada presiden, 'saya sudah ngomong dengan buruh, bahwa mereka menerima'. Kalau buruh bilang 'kami enggak menerima' maka saya sebagai menteri perburuhan mewakili buruh juga tidak akan menerima'," kata Rocky.
"Jadi etika berpolitik, begitu," tuturnya.
Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah buka-bukaan mengenai UU Omnibus Law Ciptaker yang ditolak keras oleh buruh. Ida menjelaskan bahwa para pekerja dan buruh sudah dilibatkan dalam pembuatan UU yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020 tersebut.
- Baca juga: Bersama Buruh, Jefri Nichol ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja
- Baca juga: Deretan Selebriti Komentari Undang-Undang Cipta Kerja
"Pemerintah menegaskan sekali lagi bahwa proses penyusunan RUU Cipta Kerja sejatinya telah melibatkan partisipasi publik, baik unsur pekerja/buruh yang diwakili serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, kementerian/lembaga, praktisi dan akademisi dari perguruan tinggi serta lembaga lainnya, seperti International Labour Organization (ILO)," kata Ida dalam pernyataan tertulis, Selasa, 6 Oktober 2020