Jakarta - Moderasi beragama telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024. Menag Yaqut Cholil Qoumas menyebut bahwa penguatan moderasi beragama bisa menjadi solusi atas munculnya permasalahan sosial keagamaan.
Menag Yaqut mengatakan, Indonesia sebagai negara multikultural dan multiagama, ditantang untuk mengelola keragaman dan permasalahan sosial keagamaan. Belakangan, ada beberapa orang yang memiliki pemikiran keagamaan eksklusif dan ekstrem.
Mereka mengklaim kebenaran hanya untuk dirinya sendiri dan menyalahkan orang lain. Hal ini menimbulkan ketegangan di masyarakat dan mengancam kerukunan intra dan antar umat beragama di Indonesia.
Saya selalu berupaya mengajak atau memperkuat gerakan perdamaian di tingkat akar rumput masyarakat hingga menjadi konsensus sosial semua orang mau perdamaian.
"Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Agama mengembangkan konsep Moderasi Beragama. Moderasi Beragama adalah cara pandang yang membawa orang ke jalan tengah, jauh dari jalan yang berlebihan atau ekstrem. Dengan Moderasi Beragama, cara beragama masyarakat menjadi toleran, tanpa kekerasan, menghargai budaya, dan memiliki komitmen kebangsaan yang kuat," ucap Gus Yaqut
Hal ini disampaikan saat keynote speech secara virtual pada International Conference On Islam And Humas Rights (ICIHR), di Jakarta, Jumat, 10 Desember 2021. Konferensi ini mengangkat tema 'Islam dan Hak Asasi Manusia'.
- Baca Juga: Menag Usulkan 4 Strategi Penanaman Pendidikan Antikorupsi
- Baca Juga: Begini Cara Gus Yaqut Benahi dan Cegah Korupsi di Kemenag
Menurut pria yang juga akrab disapa Gus Yaqut ini, kerukunan umat beragama secara nasional di Indonesia masih dalam kondisi yang baik. Survei nasional tahunan kerukunan umat beragama, menggambarkan fluktuasi indeks kerukunan dari tahun ke tahun, namun masih dalam kategori ‘baik’ (60-80 poin). Pada tahun 2021 indeks tersebut sebesar 72,39 poin, meningkat sekitar 4,93 poin dari tahun lalu yang mencapai 67,46 poin.
Jika ditelaah lebih dalam, lanjut Gus Yaqut, tiga dimensi yang membentuk indeks kerukunan umat beragama adalah toleransi, kesetaraan, dan kerjasama.
Menariknya, kata Menag, nilai untuk dimensi toleransi selalu paling rendah di antara dimensi lainnya. Hal ini menegaskan bahwa masalah ekstremisme masih ada.
Hal ini juga menekankan perlunya penguatan dan pengarusutamaan moderasi beragama. Penguatan moderasi dan toleransi beragama membutuhkan dukungan semua pihak.
"Pengarusutamaan Moderasi Beragama bukan hanya tugas Kementerian Agama. Program prioritas ini sudah menjadi tugas bersama kita, semua kementerian, lembaga dan masyarakat juga termasuk para aktivis hak asasi manusia," kata Gus Yaqut.
Gus Yaqut menilai bahwa moderasi beragama merupakan upaya mengembalikan pemahaman dan pengamalan agama agar sesuai dengan esensinya, yaitu menjaga harkat dan martabat manusia, bukan sebaliknya.
Gus Yaqut berharap ICIHR 2021 dapat membangun langkah-langkah yang kontributif bagi umat manusia dan peradaban.
Hadir sebagai salah satu pembicara, Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Yahya Cholil Staquf memaparkan pandangannya terkait Hak Asasi Manusia yang telah berkembang di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Gus Yahya bercerita mulai dari teologi ukhuwah basyariyah yang dicetuskan KH Achmad Siddiq pada 1984, Deklarasi Nahdlatul Ulama di ISOMIL 2016, Deklarasi Islam untuk Kemanusiaan 2017, Manifesto Nusantara 2018, dan Hasil Bahtsul Masail Musyawarah Nasional Alim-Ulama Nahdlatul Ulama di Kota Banjar tahun 2019.
- Baca Juga: Bahas Soal Umrah Menag: Insya Allah Akan Ada Kabar Baik
- Baca Juga: Menag: Kami Tak Tutup Masjid Hanya Tak Izinkan Ibadah Jemaah
Gus Yahya menegaskan komitmennya untuk senantiasa mempromosikan Islam Wasathiyah di tengah menguatnya ekstremisme. Gus Yahya mengaku terus melakukan penguatan gerakan perdamaian.
"Saya selalu berupaya mengajak atau memperkuat gerakan perdamaian di tingkat akar rumput masyarakat hingga menjadi konsensus sosial. Semua orang mau perdamaian," kata Gus Yahya.
Gus Yahya juga berbicara terkait Islam rahmatan lil alamin. Ia mengajak dunia memilih jalan ini. Gus Yahya menilai jika jalan ini menjadi konsensus sosial, aspirasi fundamental dari seluruh masyarakat, maka ini akan menjadi penentu dari perilaku pemerintah dalam pergaulan internasional. []