Mempertentangkan Penentuan Awal Ramadan dan Syawal Memperuncing Perbedaan

Talk show pembahasan penentuan awal Ramadan dan Syawal bisa jadi kontra produktif terkait dengan upaya meningkatkan kebersamaan dan toleransi
Ilustrasi – Bulan sabit di atas Masjid Agung Hagia Sophia di Istanbul, Turki, pada 19 September 2020. (Foto: forbes.com/Isa Terli/Anadolu Agency via Getty Images)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Catatan: Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 22 Maret 2023. Redaksi. 

TAGAR.id – Setiap tahun media massa, terutama TV, dan media online selalu membahas penentuan awal bulan Ramadan sebagai permulaan puasa wajib bagi umat Islam sejagad sebagai topik yang tidak pernah berkesudahan.

Dengan kondisi tingkat literasi masyarakat yang tidak merata dan banyak yang menjadikan media sosial sebagai sumber informasi utama, maka talk show terkait dengan pembahasan penentuan awal Ramadan dan Syawal bisa jadi kontra produktif terkait dengan upaya meningkatkan kebersamaan dan toleransi.

Selain tingkat literasi, media TV juga menjadi biang keladi yang merusakan media habit masyarakat. Secara universal literasi dimulai dari reading society (masyarakat yang gemar membaca) meningkat ke writing society (masyarakat yang gemar menulis) baru masuk ke filming society (masyarakat yang menggemari film).

Celakanya, kondisi masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya berada di reading society sudah disuguhi acara-cara televisi dengan tayangan film, terutama dalam bentuk sinetron baik nasional maupun asing, seperti drama Korea (Drakor), serta infotainment.

Baca juga: Televisi Merusak Literasi Masyarakat

Materi talk show pembahasan awal Ramadan dan Syawal akan jadi boomerang yang merusak literasi masyarakat jika pembahasan tidak memperhatikan field of reference (tingkat referensi) dan field of experience (tingkat pengalaman) pemirsa TV sehingga terjadi pemahaman yang keliru yang ditopang oleh paham agama yang mereka pegang.

Padahal, dua cara atau metode penentuan awal bulan Ramadan yaitu yakni rukyat hilal (pengamatan) dan metode hisab (perhitungan) adalah sah sehingga tidak perlu dipertentangkan.

Acara talk show di TV menampilkan berbagai kalangan untuk membahas dua hal yang sudah diakui kebenaranya dalam menentukan awal Ramadan. Tapi, lagi-lagi pembahasan jadi topik yang dijadikan objek yang berulang setiap tahun.

Biarpun dalam Islam tidak ada negara yang jadi panutan dalam banyak aspek, tapi ada negara yang mengikuti Arab Saudi dalam menentukan awal Ramadan, yaitu (berdasarkan abjad) antara lain: Bahrain, Kuwait, Mesir, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab serta puluhan negara lain di Eropa dan Asia yang bukan negara mayoritas Muslim. Negara-negara ini sepuhnya mengikuti awal Ramadan dan Syawal.

Sementara negara-negara yang menentukan awal Ramadan dan Syawal berdasarkan hilal, yaitu (menurut abjad), antara lain: Afghanistan, Afrika Selatan, Australia, Bangladesh, Indonesia, Iran, Libya, Malaysia, Maroko, Pakistan, Tunisia dan Turki.

Di Indonesia perbedaan dalam beberapa aspek terkait dengan agama, dalam hal ini Islam, terjadi antara dua organisasi agama yaitu NU dan Muhammadiyah.

Pengikut kedua organisasi agama ini di tataran masyarakat sering menjadikan paham mereka sebagai pembeda.

Kondisi itu memicu perselisihan, bahkan antar anggota keluarga, yang sebenarnya merupakan perbedaan terkait dengan panafsiran.

Dalam bahasa yang lebih khas disebut khilafiyah yaitu perbedaan pendapat, pandangan, atau sikap terkait dengan masalah fiqih juga mencakup banyak hal dalam kehidupan beragama di social settings.

Khilafiyah merupakan masalah yang terkait dengan berbagai aspek agama yang tidak disepakati para ulama.

Dalam kaitan itulah patut dipertanyakan mengapa setiap awal Ramadan dan Syawal media selalu membahas penentuan yang tidak akan pernah berkesudahan.

Pada akhirnya bisa memperuncing perbedaan paham di masyarakat, terutama di kalangan dengan tingkat literasi yang rendah. 

Padahal, perbedaan itu adalah berkah sehingga tidak perlu saling menyalahkan dan menanggap diri paling benar. Masyarakat didorong untuk saling menghargai terkait dengan perbedaan awal Ramadan (puasa) dan Syawal (hari raya, Idulfitri).

Sudah saatnya media massa dan media online tidak lagi membahas perbedaan antara dua metode penentuan awal Ramadan dan Syawal, tapi mengemas berita dan reportase terkait dengan (amal) di bulan puasa dan hari raya untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah yang bermuara pada toleransi (dari berbagai sumber). []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
MUI Minta Masyarakat Saling Menghormati Soal Kemungkinan Perbedaan Awal Ramadhan
Awal Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijriah/2022 Masehi berpotensi berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah.