Membincang Meikarta: Dekat Surga, Tidak Jauh dari Neraka

Membincang suap Meikarta, Menteri PUPR Basuki menyinggung istilah 'dekat surga, tidak jauh dari neraka'. Apa maksudnya?
Pekerja beraktivitas di kawasan proyek pembangunan Apartemen Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/10/2018). Proyek pengerjaan pembangunan kawasan Meikarta tetap berjalan usai KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro menjadi tersangka kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta. (Foto: Antara/Risky Andrianto)

Jakarta, (Tagar 17/10/2018) - Di antara sembilan tersangka dugaan suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, ada Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka penerima suap.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengakui bahwa area kerjanya di bidang pembangunan memang lahan yang rawan terhadap korupsi.

"Makanya, di PU itu saya bilang 'dekat dengan surga, tidak jauh dari neraka' karena kalau niatnya baik, cari air, daerah kering dapat air, ya, dapat pahala. Akan tetapi, kalau tergelincir seperti itu, ya, sudah habis, jadi rentan sekali," kata Basuki di Istana Kepresidenan, Selasa (16/10) mengutip Antara.

Ia pun mengakui bahwa Presiden RI Joko Widodo sendiri sampai meneleponnya untuk menanyakan kasus tersebut.

"Kejadian-kejadian itu hampir semuanya melibatkan Dinas PUPR, ya, 'kan? Kalau ada namanya PUPR, Presiden pasti telepon saya, padahal itu 'kan bisa saja provinsi atau kabupaten/kota bukan ada hubungan kementerian. Istri saya saja menelepon, padahal kalau dinas itu (di bawah) bupati, di SKPD (satuan kerja perangkat daerah), jadi namanya Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang bukan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," ungkap Basuki.

Masih di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta pada hari yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengaku bahwa pihaknya tidak pernah mendengar keluhan izin dari perusahaan Lippo Group selaku pengembang apartemen Meikarta.

"'Kan banyak izin di sana yang saya tidak saya tahu, pas saya tanya, tidak ada masalah izin tadi," kata Luhut.

Baca juga: Kenakan Rompi KPK, Neneng Hassanah Bungkam

MeikartaFoto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/10/2018). KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro menjadi tersangka kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak)

Luhut diketahui sebagai pejabat yang ikut mengikuti upacara tutup atap (topping off) dua menara Meikarta pada tanggal 29 Oktober 2017.

Kedua menara tersebut menandai pembangunan Meikarta dengan jumlah lebih dari 200 menara. Dua menara itu diklaim bernilai Rp 1 triliun dan telah mengantongi izin mendirikan bangunan nomor 503/096/B/BPMPPT. Ditargetkan, sebanyak 50 menara akan berdiri hingga Desember 2018.

Pada hari Senin (15/10) KPK menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Baca juga: Meikarta, Proyek Suap Terselubung

Mereka diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada hari Minggu (14/10) hingga Senin (15/10) dini hari.

Billy dan rekan-rekannya diduga memberikan suap Rp 7 miliar dari total "commitment fee" sebesar Rp 13 miliar untuk mengurus banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam yang diberikan melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu).

KPK pun menetapkan Bupati Bekasi periode 2017 s.d. 2022 Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka penerima suap.

"Ya, tidak apa-apa, kalau kasus KPK 'kan urusan mereka, urusan hukum. Akan tetapi, kalau urusan investasi, kita harus, ya, urus," tambah Luhut.

KPK menduga pemberian suap itu terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Realisasi pemberiaan sekitar Rp 7 miliar itu melalui beberapa kepala dinas pada bulan April, Mei, dan Juni 2018 terkait dengan rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. []

Berita terkait