Medan Terkotor, Pemulung Sampah Kesal

Uba bersama puluhan anggota komunitasnya menemui anggota DPRD Sumatera Utara, mengungkapkan pekerjaan sebagai pemulung kerap dipandang sebelah mata
Merasa kesal, Komunitas Pemulung Medan, tuntut Walikota berdayakan mereka mengubah status Kota Medan dari terkotor menjadi terbersih di kawasan pinggiran rel kelurahan Cinta Dame Helvetia Medan, Jumat (25/1/2019). (Foto: Tagar/Wesly Simanjuntak)

Medan, (Tagar 26/1/2019) - Pasca diumumkannya Kota Medan sebagai kota terkotor se-Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, membuat sejumlah pihak geram. Tidak hanya dari kalangan akademisi, tokoh masyarakat dan pegiat lingkungan hidup, kali ini datang dari para pemulung sampah yang setiap harinya memulung sampah di sekitaran Kota Medan.

"Kami merasa sangat kesal Kota Medan sebagai Kota terjorok . Karena selama ini, saban hari kami berkecimpung memungut sampah. Kami sudah ikut berperan untuk membersihkan Kota Medan," ujar Uba Pasaribu kepada Tagar News, Ketua Yayasan Peduli Pemulung Sampah di Medan, Jumat (25/1).

Di kawasan pemukiman pemulung di pinggiran rel kereta api Kelurahan Cinta Dame Medan, Uba bersama puluhan anggota komunitasnya menemui anggota DPRD Sumatera Utara, mengungkapkan pekerjaan sebagai pemulung kerap dipandang sebelah mata.

Padahal, kalau dipikirkan ulang peran pemulung dalam kebersihan lingkungan sangatlah besar. Tanpa kehadiran pemulung, mungkin situasi persampahan di Kota Medan bisa menjadi lebih buruk.

"Ada 3.000 orang pemulung yang siap ikut membersihkan Kota Medan. Bahkan, disini ada yang sudah 20 tahun hingga 25 tahun menjadi pemulung. Namun tak pernah mendapat perhatian pemerintah," katanya

Uba mengungkap, pemerintah yang abai sebabkan kekesalan para pemulung sampah bertambah. Pasalnya, selain dianggap pekerjaan paling kotor karena bersentuhan langsung dengan sampah, pemulung kerap sekali dicurigai sebagai pencuri di rumah penduduk. Padahal, menjadi pemulung menjadi alasan utama untuk bertahan hidup.

Seperti halnya Rusmida (61), yang sudah 20 tahun menjadi pemulung, agar menghasilkan Rp 50.000 per harinya, dirinya harus menempuh jarak jauh berkeliling di sekitaran hingga pinggiran Kota Medan, untuk mendapatkan 50 Kg sampah yang memiliki nilai ekonomis.

"Kami sering dipandang sinis, bahkan teman saya pernah dikira pencuri waktu masuk ke perumahan. Karena memang tak kenal sama kami," ungkapnya dengan sedih.

Mengubah Status Kota Medan "Terkotor" Menjadi "Terbersih"

Sutrisno PangaribuanAnggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan (Kemeja Merah) dan Uba Pasaribu (Kemeja Hitam) saat memberi keterangan kepada sejumlah wartawan. (Foto: Tagar/Wesly Simanjuntak)

Kehadiran anggota DPRD Sumut (F-PDI Perjuangan) Sutrisno Pangaribuan atas undangan komunitas Peduli Pemulung, guna memperhatikan nasib para pemulung. Selain itu pemulung nantinya menjadi mitra pemerintah, guna menyelesaikan persoalan sampah di Kota Medan.

"Pekerjaannya memang kotor. Mayoritas orang tidak akan mau melakukannya. Siapapun sebenarnya tidak mengharapkan akan menekuni pekerjaan ini, memulung sampah. Dan selama ini mereka tak digaji pemerintah tapi mau melakukan pekerjaan itu," imbuhnya.

Dikatakannya, alasan utama para pemulung melakukan pekerjaannya, sebenarnya untuk bertahan hidup karena keterdesakan bukan atas dasar kesadaran menjaga lingkungan hidup.

"Makanya, peran pemerintah sangat penting. Apabila diberdayakan dengan benar. Diberi pelatihan, penyuluhan. Selain untuk meningkatkan ekonomi mereka, karena selama ini mereka mengutip sampah yang hanya dianggap punya nilai ekonomis dan menyisakan yang lainnya seperti sampah organik. Keterlibatan pemerintah bisa mengubah status mereka dari sudut pandang negatif menjadi positif di masyarakat," ujar Sutrisno yang selama ini memang memberi perhatiannya kepada nasib para pemulung.

Dengan adanya 3.000 pemulung dari Komunitas Peduli Pemulung, Sutrisno berharap pemerintah Kota Medan, segera tanggap menyelesaikan persoalan sampah. Hingga nantinya status Kota Medan dari terkotor menjadi terbersih.

"Ini kesempatan bagi pemerintah menyelesaikan persoalannya. peran pemulung dalam kebersihan lingkungan tidak seharusnya juga diabaikan. Kalau bisa diberi penghargaan bila perlu dipikirkan bagaimana mengupah mereka," tandasnya. []

Berita terkait