Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menyarankan mulai dari unsur masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, hingga Kejaksaan harus memelototi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait kucuran anggaran Rp 9 triliun sebagai tunjangan bagi guru, dosen, dan peserta didik untuk tiga hingga empat bulan ke depan.
Bukan tanpa sebab ia berkata demikian. Ujang mengamati birokrasi di Indonesia cenderung berbelit dan indeks korupsinya masih tinggi. Dirinya tidak ingin ada penyelewengan di kemudian hari terkait bantuan pemerintah, agar peserta didik dan guru dapat melaksanakan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang ditetapkan Kemendikbud.
Jangan sampai nanti ada yang berhak (kuota) tapi tidak mendapatkan. Ini yang menjadi problem di kemudian hari.
"Kalau ini tidak diawasi, tidak dipelototi, saya punya keyakinan ada celah korupsi di situ, ada celah penyalahgunaan kekuasaan di situ, ada celah bahwa anggaran tersebut bisa dimainkan oleh pihak-pihak tertentu," kata Ujang ketika tampil menjadi pembicara di kanal YouTube Tagar TV, diunggah, Selasa, 1 September 2020.
Baca juga: Nadiem Makarim Guyur Rp 9 T, Pengamat: Awas APBN Jebol
Untuk itu ia mendorong Mendikbud Nadiem Makarim beserta jajarannya dapat transparan kepada publik, mengenai konsep tunjangan pemberian pulsa ataupun kuota internet bagi peserta didik dan tenaga pengajar yang mengalami kesulitan ekonomi dalam krisis pandemi Covid-19 ini.
Direktur Indonesia Political Review (IPR) itu menyarankan, ke depan eks bos Gojek itu harus menjelaskan mengenai mekanisme, prosedur, dan pengawasan terhadap kucuran anggaran Rp 9 triliun tersebut.
Ujang memang memuji konsep dan kebijakan yang dikeluarkan Mandikbud Nadiem. Namun, ia merasa perlu mengkritisi anggaran yang digelontorkan Kemendikbud. Sebab, kalau tidak diawasi dengan benar, ia curiga akan menjadi celah bagi koruptor untuk menggerogoti dana tersebut.
Baca juga: Nadiem Makarim Guyur Rp 9 T untuk Pulsa Siswa dan Guru
"Jangan sampai nanti ada yang berhak (kuota) tapi tidak mendapatkan. Ini yang menjadi problem di kemudian hari. Jangankan uang Rp 9 T, uang yang ratusan juta saja mohon maaf kan banyak melihat orang yang gelap mata ketika melihat uang lalu juga menyalahgunakan kewenangan," kata Ujang.
"Jadi kadang-kadang orang baikpun ketika berhadapan dengan uang itu bisa juga terlena. Kalau pun ini sukses, itu keinginan kita bersama. Tapi kalau nanti ada penyalahgunaan wewenang lalu menjadi bancakan korupsi bersama-sama, ini yang harus kita hindari. Jadi di mana letak otak dan pikiran, serta hati dari para pejabat itu kalau ini bisa terjadi (korupsi)," ucapnya menambahkan.
Seperti diketahui, Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan, pihaknya sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 9 triliun sebagai tunjangan pulsa kuota internet bagi tenaga pengajar dan peserta didik yang terdampak pandemi Covid-19.
Menurut dia, anggaran tersebut diguyurkan demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama tiga hingga empat bulan ke depan.
Menurutnya, Kemendikbud berhasil mendapatkan dana tambahan untuk memfasilitasi kebutuhan kuota siswa, guru, mahasiswa dan dosen. Hal ini sebagai jawaban atas kecemasan masyarakat di tengah kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi.
“Ini yang sedang kami akselarasi secepat mungkin agar bisa cair,” ujar Mendikbud Nadiem Makarim di Gedung Parlemen DPR/MPR, Jakarta, 27 Agustus 2020. []