Jakarta - Teknologi yang dipakai angkutan laut di seluruh dunia diyakini akan berkembang pesat dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
Salah satu teknologi yang sedang ramai dibahas adalah Teknologi kapal laut tanpa awak, atau dikenal dengan sebutan Marine Autonomous Surface Ships (MASS) kini sedang ramai dibahas, Bahkan, beberapa negara sedang melakukan ujicoba teknologi MASS.
Salah satu Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI), Marcellus Hakeng Jayawibawa, mengatakan, teknologi industri maritim terus berkembang dan tidak dapat dihindari begitu pula untuk Indonesia.
Namun, MASS yang dikendalikan dari jarak jauh melalui operator di daratan secara tidak langsung akan menggusur keberadaan dari nahkoda dan anak buah kapal (ABK)
Hakeng mengutip data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal Niaga maupun kapal Perikanan. Dari jumlah tersebut, ILO (International Labour Organization) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan No. 1 di Dunia.
Selain itu penerimaan negara dari pelaut juga tidak bisa dikatakan sedikit. Tercatat potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia di luar negeri mencapai sekitar Rp 151,2 triliun setahun.
Perkiraan perhitungan itu didapat dari rata-rata gaji pelaut Indonesia di luar negeri sebesar USD 750 atau setara Rp 10,5 juta per bulan. Jumlah itu dikalikan jumlah pelaut sebanyak 1,2 juta orang per Februari 2021 dan dikalikan 12 bulan.
Dengan bonus demografi yang segera dinikmati Bangsa Indonesia. Maka semua pihak harus segera menyadari untuk bisa mengedepankan pengembangan Industri padat karya yang berintegrasi dengan teknologi, dan bukan malah mengedepankan pengembangan teknologi yang meminimalisir jumlah pekerja. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi bagi Bangsa Indonesia.
Menurut Hakeng, kehadiran MASS bisa mengakibatkan munculnya masalah terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor kemaritiman.
Indonesia akan dihadapkan pada persoalan masa depan, yaitu bonus demografi pada 2030. Artinya, jumlah usia produktif komposisinya akan jauh lebih besar. Karena itulah, Indonesia perlu solusi untuk mengantisipasi bonus demografi ini dengan peningkatan lapangan kerja.
- Baca Juga : Kemenko Maritim Dukung Realisasi KIT Batang Jateng
- Baca Juga : Pesona Taman Laut Bunaken, Potensi Sektor Maritim yang Semestinya Dijaga
"Dengan bonus demografi yang segera dinikmati Bangsa Indonesia. Maka semua pihak harus segera menyadari untuk bisa mengedepankan pengembangan Industri padat karya yang berintegrasi dengan teknologi, dan bukan malah mengedepankan pengembangan teknologi yang meminimalisir jumlah pekerja. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi bagi Bangsa Indonesia," pungkasnya.
Meskipun demikian, perkembangan Teknologi industri maritim tidak bisa dihindari, apalagi Indonesia adalah negara Maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia. []