Masjid dan Gereja di Siantar 55 Tahun Berdampingan

Di kota berhawa sejuk ini ditemukan masjid berdampingan dengan gereja sudah hampir 55 tahun. Jemaahnya rukun dan saling bantu
Masjid Bahkti dan Gereja Kristen Protestan Indonesia berdampingan. (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Pematangsiantar - Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, pernah menjadi kota paling toleran se-Indonesia. Tahun 2018 lalu meraih urutan ke tiga terbaik.

Di kota berhawa sejuk ini ditemukan masjid berdampingan dengan gereja sudah 55 tahun. Jemaahnya rukun dan saling bantu.

Gedung Masjid Bhakti dan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) berdiri rapat di Jalan Medan, Simpang Pertamina, Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar.

Narkam (84), pengurus masjid setempat menuturkan, dulunya masjid akan dibangun di belakang rumah warga. Lokasinya berdekatan dengan areal persawahan.

Karena kurang elok dilihat, warga berinisiatif menukar lahan mereka kepada salah seorang tuan tanah di sana bernama Pak Karmin.

"Jadi daripada kami buat masjid di belakang rumah, kami tukar tanah satu rante kepada mendiang Pak Karmin dan dia bersedia," katanya, Minggu 12 Mei 2019.

Selesai urusan pertukaran lahan, masjid pun dibangun di pinggir jalan Gang Pertamina. Kemudian pada 1960-an, seorang pria bermarga Sitompul mengajukan kepada Pak Karmin agar menjual tanah di dekat masjid untuk dibangun gereja.

Masjid dan gereja pun berdiri di lahan yang berdekatan. Mulanya, pengurus kedua rumah ibadah kurang komunikasi. Seiring berjalannya waktu, seorang pria bernama Pangeran Syafii membuat acara guna mempererat tali persaudaraan.

"Dulu posisi masjid dan gereja ini rapat. Jadi karena dulu sering ada acara kan terganggu. Jadi digeser gereja dikit biar ngak terganggu. Jadi waktu masih hidup Pangeran Syafii yang punya galon (SPBU), dipersatukanlah seluruh agama yang ada di sini. Dibikin acara hiburan dan makan bersama. Jadi bersatulah agama ini semua," ungkapnya.

Narkam menyebut, dua jemaah rumah ibadah selalu rukun. Jika masjid maupun gereja sedang melaksanakan ibadah atau acara, tidak ada saling keberatan. Saling menghargai satu sama lain.

"Gereja dan masjid ini sudah sering masuk (siaran) radio. Inilah satu-satunya gereja dan masjid di simpang Pertamina yang bersatu dan kompak. Sampai sekarang kita ngak ada saling membenci. Gereja kalau ada acara juga menghargai kita, kalau pas adzan mereka berhenti buat acara. Setelah selesai adzan mulai lagi. Kita ngak ada masalah. Dan kita juga menghargai mereka," ucap Narkam.

Di hari-hari besar agama, warga jemaah saling berbagi. "Kita hari Raya (Lebaran), kasih bingkisan ke mereka. Kalau mereka pas Natal dibeli bingkisan dari pasar untuk kita. Meskipun sudah kebanyakan pendatang yang ada di sini, kalau keharmonisan kami masih tetap terjaga," tambah Hasanuddin Nainggolan (42), pengurus masjid lainnya.

Hasanuddin mengakui, berkat inisiatif Pangeran Syafii, para penganut agama berbeda di wilayah mereka rukun dan kompak. 

"Dulu waktu dia (Pangeran Syahfii) masih hidup, buat acara Natal bersama kita. Nanti acaranya diadakan di mana, yang Islam diundang. Kalau ada Lebaran kita juga undang mereka yang Kristen," ungkapnya.

Dua jemaah berbeda juga mau gotong-royong membersihkan masjid dan gereja. "Seperti dulu kalau ada kebersihan jalan, kami selalu bersama gotong-royong. Yang Muslim bersihkan gereja, yang non Muslim bersihkan masjid," terangnya.

Pendeta GKPI R Boru Simanungkalit ditemui di rumah dinasnya di sekitar gereja, membenarkan kuatnya kerukunan umat beragama di sana. Itu selalu dijaga, karena gereja dan masjid tidak berdiri hanya sebentar.

"Bahkan kita harapkan jemaah masjid dan jemaat gereja semakin bertambah," ucap perempuan 42 tahun itu.

Dia akui, dulunya gereja dan masjid satu halaman, tanpa ada tembok pembatas. Tapi seiring berjalannya waktu, ditambah jadwal ibadah masjid dan gereja tidak sama, diambil inisiatif untuk dipagar masing-masing.

"Tapi mengenai kerukunan sangat kondusif. Apalagi kalau hari Minggu, Jumat dan Ramadan kita selalu menjaga. Pas saudara kita Muslim salat lima waktu, kita arahkan pemuda-pemuda gereja jangan ribut, jangan buat suara-suara tambahan biar tetangga kita, saudara kita menjalankan salat dengan baik," tambahnya.

Boru Simanungkalit berharap semua daerah bisa meniru apa yang mereka lakukan. Menurutnya, berbeda itu indah jika bersatu. 

"Inilah menjadi contoh kepada semua daerah. Supaya benar-benar menanamkan moto berbeda itu indah. Inilah harapan kita. Kenapa kita bisa. Ini bukan 10 tahun, melainkan sudah mencapai 55 tahun situasi bertetangga seperti ini antara masjid dan gereja," katanya.

Dia mengisahkan, tahun 80-an selalu diadakan pesta rakyat antara seluruh suku dan agama di halaman gereja. Dia berharap itu bisa terulang kembali.

"Karena pada saat pesta rakyat, semua warga bisa berbaur. Bisa berbeda dalam hal pemahaman agama. Tapi kalau tentang menunjukkan buah dari kepercayaan kan sama, harus berbuat baik dan saling mengasihi," tukasnya.

Dalam suasana Ramadan, pihak gereja kata pendeta ini, berniat memberikan bantuan berupa cat kepada masjid, yang sedang beres-beres.

"Kita mau menyumbangkan cat. Biar cantik nanti masjid kita pas Lebaran dan pas Salat Idulfitri nanti," ujarnya. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.