Makna Warna Seragam Prajurit Keraton Yogyakarta

Pakaian yang mirip dengan seragam prajurit Keraton Yogyakarta dikenakan oleh duta wisata di kawasan Malioboro. Ini makna warna seragam prajurit.
Ilustrasi seragam prajurit berkuda Keraton Yogyakarta. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta – Sejumlah pria berpakaian seperti prajurit Keraton Yogyakarta, lengkap dengan tombak dalam genggamannya terlihat di antara lalu lalang para pengunjung kawasan Malioboro, Yogyakarta. Sesekali mereka memperingatkan pengunjung untuk mengenakan maskernya dengan benar.

Pria berseragam ala prajurit atau bregodo itu merupakan duta wisata. Mereka bertugas memastikan para pengunjung menerapkan protokkol kesehatan di kawasan wisata tersebut, sekaligus sebagai menyampaikan informasi yang dibutuhkan pengunjung. Mereka berjaga di 10 titik. Masing-masing titik berjumlah dua orang.

“Sudah mulai dari minggu pertama bulan September. Ini minggu keenam kita mengadakan kegiatan seperti ini dengan harapan bisa meningkatkan dan menumbuhkan kembali pariwisata di Yogyakarta,” ucap Syaifullah, 46 tahun, seorang duta wisata yang berpakaian ala prajurit tersebut, MInggu, 18 Oktober 2020.

Walaupun mirip dengan seragam prajurit keraton, tapi pakaian yang dikenakannya hari itu merupakan hasil modifikasi dari seragam asli para prajurit, agar ciri khas prajurit keraton tetap muncul. Sehari sebelumnya, kata Syaifullah, dia dan rekan-rekannya mengenakan seragam prajurit, yakni Lombok Abang, yang berupa setelan merah-merah.

Cerita Bregodo Keraton di Malioboro (1)Dua duta wisata yang mengenakan pakaian ala seragam prajurit Keraton Yogyakarta berjaga di depan Malioboro Mal, Minggu, 18 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Ini dimodifikasi, supaya tidak sama persis dengan Lombok Abang yang merupakan seragam prajurit keraton. Jadi kita menyamarkan saja tapi tetap identik dengan tradisi pakaian prajurit keraton,” kata dia menambahkan.

Sejarah Seragam Prajurit Keraton

Dilansir laman kratonjogja.id, pakaian keprajuritan di Kasultanan atau Keraton Yogyakarta sudah ada sejak Pangeran Mangkubumi berperang melawan pemerintah VOC (Kompeni Belanda). Namun seiring perkembangan zaman, pakaian seragam para prajurit itu berubah dari waktu ke waktu.

Awalnya, pada zaman Pangeran Mangkubumi, pakaian perang yang dikenakannya berupa semacam seragam, celana dan bebed (kain yang menutup badan bagian bawah dan kaki), baju sikepan (baju luar yang dipakai saat membawa senjata), udheng atau ikat kepala, keris yang diselipkan dalam sabuk, dan sebilah keris lain yang digantungkan pada sabuk.

Pakaian yang dikenakan oleh Pangeran Mangkubumi pernah dideskripsikan oleh Gubernur VOC Nicolaas Hartingh saat pertemuan pribadi mereka di Pedagangan, Grobogan. Kala itu keduanya menegosiasikan tuntutan Pangeran Mangkubumi atas bumi Mataram.

Pangeran Mangkubumi menggunakan pakaian putih dan kain, memakai dua keris, tutup kepala ulama yang dibalut dengan ikat kepala linen halus berjahit benang emas. Para pengiring Pangeran Mangkubumi juga mengenakan pakaian yang mirip.

Deskripsi pakaian perang Pangeran Mangkubumi menunjukkan bahwa pakaian keprajuritan pada awal Kasultanan Yogyakarta telah dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Namun menilik beberapa lukisan tentang prajurit Jawa pada masa-masa awal Kasultanan Yogyakarta, tidak setiap seragam prajurit memiliki corak Islam.

Cerita Seragam Prajurit Keraton Yogyakarta (2) IlustrasiIlustrasi seragam prajurit Keraton Yogyakarta. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Pakaian prajurit keraton mulai sedikit berubah pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana IV (1816-1823), yakni adanya desain Eropa. Hal iniseiring dengan diterimanya pengaruh-pengaruh Eropa pada hal lain, termasuk pemberian pangkat Mayor Jenderal tituler pada Sultan yang berkuasa.

Saat pada pakaian prajurit keraton ada unsur-unsur Eropa tersebut diselipkan secara bijak dalam bentuk kaos kaki, sepatu, maupun topi.

Pemerintah Hindia Belanda kemudian memangkas kemampuan militer prajurit Kasultanan Yogyakarta seusai Pangeran Diponegoro kalah dalam Perang Jawa (1825-1830). Sehingga fungsi prajurit keraton hanya sebagai kesatuan pengawal istana dan upacara keraton saja.

Meski mengalami perubahan, makna filosofis yang ada pada seragam prajurit Keraton Yogyakarta tetap dijaga, termasuk makna pada warna seragam.

“ Segala sesuatu dalam dunia dibagi ke dalam empat bagian yang tersebar seusai arah mata angin, dan satu lagi bagian di tengah sebagai pusatnya. Begitu juga dengan empat macam nafsu manusia, yaitu lauwamah, amarah, supiyah, dan mutmainah. Keempat nafsu ini kemudian diwujudkan dalam empat macam warna, yaitu warna hitam, merah, kuning, dan putih,” demikian tertulis dalam keterangan kratonjogja.id.

Warna hitam terletak di utara, merah di selatan, putih di timur, dan kuning di barat. Sedang sebagai pusat adalah perpaduan berbagai warna tersebut. Masing-masing warna tersebut memiliki asosiasi dengan berbagai macam hal. Seperti sifat, benda-benda, maupun titah alus.

Filosofi Warna Seragam

Warna hitam pada seragam prajurit Keraton Yogyakarta dominan digunakan pada baju, celana, dan topi prajurit Bugis, baju prajurit Prawiratama, baju sebagian Prajurit Nyutra Ireng, dan topi mancungan dari prajurit Dhaeng.

Warna hitam adalah warna tanah. Dalam masyarakat Jawa, warna ini dapat diartikan sebagai keabadian dan kekuatan.

Selanjutnya, warna wulung atau hitam keunguan, yang digunakan oleh hampir semua prajurit. Seperti untuk warna blangkon prajurit Dhaeng atau untuk dodot yang dikombinasikan dengan warna putih. Makna warnanya sama dengan warna hitam.

Sebagian seragam prajurit juga menggunakan warna biru, tetapi terbatas. Makna dari penggunaan biru dekat dengan makna warna biru yang berkonotasi teduh dan ayom.

Penggunaan warna biru misalnya pada kaos kaki Prajurit Jagakarya, lonthong (sabuk) Prajurit Dhaeng (Jajar Sarageni, Jajar Sarahastra, dan Prajurit Dhaeng Ungel-ungelan).

Cerita Seragam Prajurit Keraton Yogyakarta (3) IlustrasiIlustrasi seragam warna merah prajurit Keraton Yogyakarta. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Beberapa pasukan mengenakan seragam berwarna merah. Pasukan yang paling dominan mengenakan warna ini adalah Prajurit Wirabraja, yang menggunakannya pada topi centhung, baju sikepan, celana, srempang, dan endhong.

Pasukan lain yang juga menggunakan warna merah adalah pasukan Dhaeng. Warna merah diterapkan pada hiasan di depan dada, ujung lengan baju, serta plisir pada samping celana.

Prajurit Nyutra Abang menggunakan warna merah pada baju tanpa lengan dan celana. Prajurit Prawiratama menggunakannya sebagai celana. Prajurit Patangpuluh menggunakan warna merah untuk pelapis baju serta rangkapan baju dan celana.

“Warna merah juga digunakan dalam kain cindhe yang dikenakan oleh berbagai pasukan prajurit. Warna jingga atau oranye digunakan untuk baju dalam Prajurit Jagakarya. Warna ini jarang digunakan dan sering dimasukkan ke dalam warna merah.”

Merah sering dikonotasikan dengan keberanian. Warna merah berasosiasi dengan api, arah selatan, logam swasa (campuran antara emas dan tembaga), burung wulung, lautan darah, hari pasaran Pahing, serta Dewa Brahma. Warna ini merupakan perwujudan nafsu amarah, dimana manusia memiliki nafsu untuk bercita-cita hidup sejahtera, termasuk nafsu untuk memiliki harga diri.

Selain warna-warna tersebut, ada warna yang tidak secara dominan digunakan, yakni warna kuning. Biasanya warna kuning hanya digunakan sebagai hiasan. Warna kuning bermakna keluhuran, ketuhanan, dan ketentraman.

Warna emas dianggap dekat dengan warna kuning. Warna kuning emas digunakan misalnya oleh Prajurit Wirabraja untuk plisir pada topi centhung Panji dan plisir pada baju sikepan Panji. Warna emas digunakan antara lain untuk membedakan antara Lurah dan Prajurit Jajar. Warna emas adalah lambang kemuliaan dan keagungan.

Warna putih digunakan oleh hampir semua seragam prajurit. Biasanya warna ini digunakan pada bagian sekunder, seperti baju rangkap, atau sayak.

Pasukan yang dominan menggunakan warna putih dalah Prajurit Dhaeng dan Surakarsa, yang menggunakannya untuk baju dan celana panjang. Sebagian lain yang menggunakan warna putih untuk celana panjang adalah Prajurit Ketanggung, Prawiratama, dan Patangpuluh.

Warna putih berdekatan dengan makna dengan kebersihan dan kesucian. Warna putih berasosiasi dengan arah timur, perak, burung kuntul, air, santan, hari pasaran Legi, serta Dewa Komajaya. Warna ini merupakan perwujudan nafsu mutmainah, di mana manusia memiliki jiwa yang bersih dan bisa membedakan hal baik dan hal buruk. []

Berita terkait
Pria ala Prajurit Keraton Yogyakarta Jaga Malioboro
Sejumlah pria yang mengenakan pakaian ala seragam prajurit Keraton Yogyakarta berjaga di 10 titik di kawasan Malioboro.
Rias Pengantin Gratis Warga Terdampak Pandemi di Yogyakarta
dua perias pengantin di Yogyakarta memberikan jasa rias gratis untuk warga terdampak pandemi Covid-19 dan tenaga kesehatan.
Kyai Jegod, Ular Pendek Penunggu Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta dipercaya memiliki tiga penjaga tak kasat mata, yakni Kanjeng Ratu Kidul di pantai selatan, Kyai Jegod, dan Sapu Jagat.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.