Mahfud MD, Figur Gemilang dari Zaman ke Zaman

Pada masa kuliah, kecintaan Mahfud MD pada politik membuncah.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud Md hadir dalam acara haul Gus Dur ke-9. (Foto : Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 26/3/2019) - Nama Mohammad Mahfud MD makin santer diperbincangkan publik setelah ia mengendus manuver Ketum PPP Romahurmuziy terkait dugaan suap jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

Pernyataan Mahfud terkait kasus yang membelit Rommy rupa-rupanya berbuntut panjang. Teranyar, di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), ia justru lantang ingin menguak satu per satu kasus jual-beli jabatan di kampus UIN Syarif Hidayatullah.

Menurut dia, isu-isu jabatan yang bisa diperjualbelikan bagaimanapun adalah informasi. Meskipun informasi yang dibeberkan bisa saja disanggah oleh institusi maupun perorangan.

Mahfud dapat dikategorikan sebagai mantan birokrat yang sudah kenyang jabatan mengabdi di tubuh pemerintahan. Tercatat, ia pernah bertugas di lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif negara.

Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Sampang, Madura. Ia merupakan anak dari pasangan Mahmodin dan Suti Khadidjah.

Sejak kecil, Mahfud dikenal getol menimba ilmu. Bila pagi datang, Mahfud belajar umum di sekolah dasar (SD), sementara sore harinya ia sekolah agama di madrasah ibtidaiyah (MI).

Dialog Kebangsaan Mahfud MDMantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (kanan) berbincang dengan Pengasuh Ponpes Al Anwar K.H. Maimoen Zubair (kiri) di sela-sela Apel Kebangsaan bertajuk Kita Merah Putih di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2019). Apel kebangsaan itu dihadiri sejumlah tokoh lintas agama, eleman masyarakat dan pemerintah beserta ribuan warga dari 35 kota/kabupaten di Jateng, guna mendeklarasikan semangat persatuan dan kesatuan dalam kerangka NKRI. (Foto: Antara/Aji Styawan)

Tamat dari SD, anak keempat dari tujuh bersaudara itu dikirim belajar ke Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Sebab, pada masa itu ada kebanggaan tersendiri bagi orang Madura kalau anaknya bisa menjadi guru ngaji, ustaz, kiai atau guru agama.

Selepas PGA, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), yakni sebuah sekolah kejuruan milik Departemen Agama yang berdiri di Yogyakarta.

Tamat sebagai pelajar di kota gudeg, Mahfud kemudian melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), merangkap juga di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gajah Mada (UGM) jurusan Sastra Arab.

Namun kuliahnya di Fakutas Sastra tidak berlanjut karena merasa ilmu bahasa Arab yang diperoleh di jurusan itu tidak lebih dari yang didapat ketika di pesantren dulu. Mengingat kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, Mahfud giat mencari biaya kuliah sendiri termasuk gigih mendapatkan beasiswa. Saat itu ia memilih untuk menekuni  kuliah di Hukum Tata Negara.

Pada masa kuliah, kecintaannya pada politik semakin membuncah dan disalurkannya dengan malang melintang di berbagai organisasi kemahasiswaan intra universitas seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan Pers Mahasiswa.

Sejarah mencatat ia pernah menjadi pimpinan di majalah Mahasiswa Keadilan (tingkat fakultas hukum), ia juga memimpin Majalah Mahasiswa Muhibbah (tingkat universitas) yang pernah di bredel pemerintahan Soeharto.

Dialog Kebangsaan Mahfud MDAnggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD (kiri) bersalaman dengan warga saat menghadiri Dialog Kebangsaan di Rumah Budaya Madura di Pontianak, Kalbar, Minggu (3/3/2019). Dalam dialog kebangsaan yang diadakan Ikatan Keluarga Besar Madura (IKBM) Kalbar tersebut, Mahfud MD mengajak masyarakat Madura untuk tidak golput pada Pemilu 2019 serta memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat. (Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang)

Dengan gelar sarjana dibelakang namanya, Mahfud kemudian tancap gas memulai karirnya sebagai dosen di UII dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada saat yang sama, ia kuliah lagi di UGM hingga memperoleh gelar Magister Ilmu Politik.

Selepas itu ia kemudian mengikuti pendidikan Doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus dengan gelar doktor pada tahun 1993, dalam usia yang terbilang muda yakni 43 tahun.

Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan.

Nama Mahfud mulai terdengar secara nasional saat ia dipilih menjadi Menteri Pertahanan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada periode 2000-2001. Saat itu, Mahfud juga merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM di masa jabatan Abdurrahman Wahid.

Tak lagi menjadi eksekutif, kemudian Mahfud terjun ke legislatif. Pada awalnya ia berdiri dibawah naungan Partai Amanat Nasional, namun tidak lama ia memilih hengkang masuk ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Usaha itu tergolong tak sia-sia, pada Pemilu 2004 Mahfud terpilih sebagai anggota legislatif dari PKB untuk periode 2004-2009. Di penghujung masa jabatan, pada 2008, Mahfud mengikuti uji kelayakan calon hakim konstitusi. Ia lolos seleksi dan terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) untuk periode 2008-2013.

Seperti dilansir dari situs MK, ketegasan, kelugasan dan kejujuran Mahfud saat memimpin MK semakin membawa keharuman namanya dan lembaga yudikatif tersebut. Dia menjadi salah satu pakar hukum tata negara yang menjabat tiga lembaga negara berbeda secara beruntun; lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif.

Baca juga: Fenomena Jual Beli Jabatan, Mahfud MD: Semakin Panas Jika Dibuka ke Publik

Berita terkait
0
Keuntungan dan Kerugian Anies Baswedan Menerima Sunny Tanuwidjaya
Apakah Anies Baswedan akan dapat keuntungan atau justru dapat kerugian dengan dukungan Sunny Tanuwidjaya yang pernah dekat dengan Ahok dan PSI.