Mahasiswa-mahasiswa yang Bikin Iri Pekan Ini

Mahasiswa-mahasiswa yang bikin iri pekan ini. Mereka menciptakan takdirnya sendiri dengan karya-karya yang memukau.
Mahasiswa-mahasiswa yang Bikin Iri Pekan Ini | Mereka gigih berkarya, menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Ilustrasi. (Foto: LifeWire)

Jakarta, (Tagar 8/7/2018) - Mahasiswa-mahasiswa ini bikin iri karena kegigihannya yang luar biasa dalam menekuni bidang keilmuan yang telah dipilih, sehingga menghasilkan karya yang bikin decak kagum. Mereka tidak mau menjadi biasa-biasa saja. 

Ini dia. 

Melon Mikoriza

Zurlaily Oktaviani mahasiswa Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi Zurlaily Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Ia berhasil mengembangkan inovasi baru dan sukses memproduksi melon mikoriza (meliza) yang dibudidayakan dengan pupuk hayati.

"Pengembangan inovasi lewat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan, Universitas Syiah Kuala, Fakultas Pertanian dari Maret hingga Juli 2018 berhasil memproduksi melon mikoriza (meliza) berbasis ekologi dan lebih ramah lingkungan," kata Zurlaily di Banda Aceh, Minggu (8/7), dilansir Antara.

Mahasiswa semester VI ini menjelaskan, melon mikoriza adalah produk buah melon yang dibudidayakan dengan pupuk hayati mikoriza yang lebih ramah lingkungan sehingga dapat mengefisiensi penggunaan pupuk kimia secara berlebihan.

Program PKM-Kewirausahaan ini dibiayai oleh Kemenristek Dikti tahun 2018 dan melibatkan Mahasisa Fakultas Pertanian meliputi, Fitra Aris Munandar (21), Zurlaily Oktaviani (21), Muhammad Irwansyah (20) dari Program Studi Agroteknologi, dan Rina Harina Suci (21) dari Program Studi Teknik Pertanian, katanya.

Melon MikorizaMelon Mikoriza. (Foto: Atjeh Update)

Ia menjelaskan, dalam kajian sains pertanian, mikoriza adalah simbiosis jamur yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman yang berfungsi untuk memperluas wilayah penyerapan hara dan air, memutuskan ikatan antara al dengan posfor yang dibutuhkan oleh tanaman pada tanah marginal.

Kemudian, unsur fosfor (merangsang pertumbuhan bunga dan buah) yang tersedia meningkat dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam menghasilkan buah yang lebih baik. Pada kondisi lainnya juga berfungsi sebagai bio-fertilizer dan bio-protector bagi tanaman terhadap serangan patogen.

Ia mengaku, kegiatan ini telah dimulai sejak bulan Maret hingga Juli 2018 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Unsyiah dan gagasan inovasi tersebut muncul karena melihat tingginya penggunaan bahan kimia dalam produk pertanian yang berefek pada kesehatan konsumen dan penurunan kualitas lahan di Aceh.

Menurutnya, belakangan ini permintaan buah melon di provinsi paling ujung barat Sumatera setiap tahun semakin meningkat, dan agar dapat terus memenuhi kebutuhan pasar, biasanya petani acap kali menggunakan bahan kimia seperti pupuk kimia, pestisida dan herbisida dalam pembudidayaannya.

"Jika hal ini terus berlangsung dikhawatirkan akan berdampak buruk untuk kesehatan generasi bangsa. Beranjak dari problem itu, kami melakukan pengmbangan melon mikoriza berbasis ekologi yang lebih ramah lingkungan," tuturnya.

Wakil Dekan III Fakultas Pertanian Unsyiah Dr Syafruddin selaku dosen pembimbing dalam program ini mengatakan, melon mikoriza memiliki keunggulan baik dari rasanya yang manis dan tidak dengan pupuk kimia yang berlebihan.

"Kami berharap kedepan adik-adik mahasiswa lebih inovatif dan memiliki produk dengan branding melon mikoriza yang berbasis organik dan sehat untuk dikonsumsi," katanya.

Saat ini melon mikoriza telah dipasarkan di beberapa toko buah di Banda Aceh dan Aceh Besar, dan sebagian konsumen langsung datang ke kebun untuk memetik sendiri buah melon yang mereka sukai.

Bahkan, Tim PKM-Kewirausahaan Unsyiah juga menyediakan layanan pre-order, dan banyak konsumen memesannya.

"Syukur alhamdulillah saat ini melon mikoriza mendapat respon positif dari masyarakat," ujar Zurlaily Oktaviani.

Pupuk Organik Limbah Tahu

Nasihul Mukmin mahasiswa Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah tahu untuk tanaman microgreen, hydrilla dan hidrogel. Pupuk organik ini diberni nama Vegredilla.

Nasihul tidak sendiri. Mahasiswa lain yang terlibat dalam penemuan inovasi tersebut adalah Sarabila Karima, mahasiswa Program Studi (Prodi) Agribisnis dan Prodi Agroteknologi FPP UMM.

Di Malang, Minggu (8/7) Nasihul mengemukakan ide inovasi yang mereka buat berawal dari keresahan akan fenomena alih fungsi lahan yang mengakibatkan terbatasnya ruang untuk menanam tanaman.

"Kami juga mendapatkan data bahwa konsumsi sayuran masyarakat kita mengalami peningkatan. Oleh karena itu, kami berpikir bagaimana caranya bisa menciptakan inovasi yang sesuai dengan kedua kondisi tersebut," katanya.

Limbah TahuIlustrasi limbah tahu. (Foto: Antara)

Ia menambahkan, hasil dari pengolahan limbah tahu menjadi pupuk organik dirasa cocok dan terbukti mampu meningkatkan nilai nutrisi tanaman yang menggunakan pupuk tersebut. Microgreen yang merupakan salah satu jenis tanaman konsumsi bisa memiliki nutrisi yang lebih tinggi bila menggunakan pupuk organik dari limbah tahu ini.

Selain inovatif untuk meningkatkan kandungan nutrisi tanaman, terobosan ini juga berhasil terpilih sebagai Juara 1 dalam ajang Agrifasco 2018 yang diadakan di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Januari lalu.

Tim UMM berhasil menjadi juara setelah mengalahkan berbagai inovasi lain dari seluruh universitas di Indonesia yang berpartisipasi dalam ajang tersebut.

Ia menerangkan dari 10 finalis yang presentasi, UMM keluar sebagai juara, disusul Universitas Tanjung Pura dan Universitas Gadjah Mada (UGM) di tempat ketiga.

Dosen pendamping tim Vegredilla UMM, Erfan Dani Septia mengakui capaian mahasiswanya ini merupakan hasil yang luar biasa. Meskipun juara bukan menjadi target utama, hasil ini menjadi bonus usaha yang selama ini dilakukan.

"Saya selalu menekankan pada mahasiswa bahwa yang terpenting adalah kita bisa berproses dengan baik. Soal bagaimana hasilnya nanti itu sekadar bonus saja," ucapnya.

Erfan menambahkan bahwa karya mahasiswanya ini dianggap sebagai salah satu bentuk inovasi tepat guna oleh juri. Faktor tersebut yang akhirnya menjadi nilai plus pada saat sesi penilaian. 

"Dan, itu pula yang akhirnya membawa mahasiswa UMM keluar sebagai juara," ucapnya.

Vegedrilla merupakan inovasi yang terdiri dari kombinasi pemanfaatan limbah tahu sebagai pupuk organik bagi tanaman microgreen, hydrilla dan juga hidrogel.

Alat Diagnosis Jantung Portabel

Dede Widianto Ketua Pelaksana Kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Kelompok PKM-KC UMY itu beranggotakan mahasiawa Teknik Elektromedik Ida Listiyani dan mahasiswa Pendidikan Dokter Fahmy Abdul Haq.

Dede mahasiswa Teknik Elektromedik UMY. Ia dan tim merancang dan membuat alat diagnosis jantung portabel yang memadukan teknologi electrocardiograph (ECG) dan phonocardiograph (PCG).

"Alat diagnosis jantung yang terintegrasi itu merupakan inovasi yang kami tujukan untuk solusi yang mempermudah proses pemeriksaan kondisi jantung," kata Dede di Yogyakarta, Sabtu, (7/7).

Menurut dia, alat Electrophonocardigraph Berbasis Rapsberry (Ephon CBR) itu mampu merekam aktivitas bioelektrik jantung dan bunyi jantung sekaligus yang dilakukan secara real-time. Alat itu juga memiliki fitur untuk menyimpan data hasil diagnosis untuk dapat dianalisis lebih lanjut.

Mahasiswa UMYAlat diagnosis jantung portabel karya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). (Foto: UMY)

Desain alat yang compact, portabel, dan sederhana membuat alat itu mudah digunakan. Alat itu dapat menjadi solusi bagi petugas medis yang bekerja di daerah yang tertinggal, perbatasan, dan kepulauan untuk membantu pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah tersebut.

"Umumnya fasilitas kesehatan di wilayah tersebut masih kurang sehingga diharapkan alat itu dapat membantu mobilitas dari petugas medis dalam beraktivitas," kata Dede.

Ia mengatakan, cardiovascular diseases atau lebih umum dikenal dengan penyakit jantung merupakan gangguan kesehatan yang sangat mungkin dialami oleh setiap orang.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31 persen dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia.

Pada kasus yang terjadi di Indonesia, berdasarkan data yang ditunjukkan Kementerian Kesehatan tahun 2017, penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur untuk penyakit tidak menular.

"Penyakit jantung dapat dihindari dengan menjaga kesehatan dengan baik, salah satunya dengan melakukan pengecekan berkala terhadap aktivitas jantung dengan menggunakan alat diagnosis ECG dan PCG," kataya.

Konferensi Internasional

Muhammad Rifky, mahasiswa Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya (Unsri), Sumatera Selatan. Ia menjadi narusumber pada The 12th International Conference on Geostatistics for Environmental Applications atau geoENV 2018 Queens University, Belfast, Irlandia Utara, 4 hingga 6 Juli 2018.

Kamis (5/6) petang waktu Indonesia, ia tampil sebagai pembicara pada konferensi tentang aplikasi geostatistik pada pengukuran karakteristik rekahan pada tubuh batu bara dengan studi diformasi batuan Muara Enim.

"Awalnya sempat grogi karena baru pertama kali tampil di forum internasional, di luar negeri dengan peserta sebagian besar sudah bergelar master dan doktor. Saya berbicara dengan moderator ahli statistik dari Kanada," kata Muhammad Rifky yang dihubungi dari Palembang, Sabtu (7/7).

Mahasiswa semester X Unsri tersebut menjelaskan dirinya mendapat masukan agar makalahnya itu lebih dikembangkan lagi.

"Seorang peserta dari Badan Geologi Irlandia Utara memberikan saran agar penelitian saya dikembangkan untuk pendidikan strata dua atau strata tiga," jelasnya.

Muhammad RifkyMuhammad Rifky tampil sebagai pembicara pada konferensi tentang aplikasi geostatistik pada pengukuran karakteristik rekahan pada tubuh batu bara dengan studi diformasi batuan Muara Enim, di Belfast, Irlandia Utara, Kamis 5/6/2018. (Foto: Sripoku)

Ia menyebutkan banyak menyerap pengetahuan baru pada konferensi internasional ke-12 yang telah diselenggarakan pada beberapa universitas di Eropa tersebut.

Geostatistik ternyata banyak dimanfaatkan untuk berbagai riset, bukan hanya berkaitan dengan geologi dan tambang. Selain itu, juga digunakan untuk mengetahui pola kesehatan dan penyakit atau epidemiologi.

Sebelum konferensi berlangsung pada 4 hingga 6 Juli 2018, peserta yang datang dari berbagai negara dari mahasiswa, akademis dan pengajar dengan jenjang pendidikan strata dua dan strata tiga tersebut, peserta selama dua hari yakni 2 sampai 3 Juli mengikuti workshop tentang geostatistik.

Konferensi juga menghadirkan tiga orang pembicara kunci yaitu Peter Diggle guru besar statistik pada Fakultas Kesehatan dan Kedokteran Universitas Lancaster, Inggris, Oy Leuangthong, Kepala Geostatistik SRK dari Toronto, Kanada dan Grgoire Marithoz dari Universitas Lausanne, Swiss.

Terpilihnya Muhammad Rifky sebagai salah seorang pembicara pada konferensi itu bermula dirinya mengirim abstrak penelitian pada April 2018.

Kemudian oleh panitia dinyatakan lolos pada pertengahan Mei lalu diminta mengirim makalah lengkap.

"Untuk berangkat ke Inggris saya berusaha mencari beberapa sponsor, Alhamdulillah mendapat dukungan dari Unsri, Pemprov Sumatera Selatan, Pemkot Lubuklinggau, PT Medco E&P Indonesia, dan PTBA" kata mahasiswa alumnus SMAN 6 Palembang ini.

Kegiatan itu merupakan forum internasional bagi para peneliti dari berbagai bidang atau disiplin ilmu untuk berkumpul dan berbagi pengalaman terkait pengaplikasian ilmu geostatistik dalam beraneka macam problematika lingkungan.

Konferensi ini diadakan setiap dua tahun sekali sejak 1996 dengan lokasi tersebar di penjuru Eropa, Lisbon (1996), Valencia (1998), Avignon (2000), Barcelona (2002), Neuchatel (2004), Rhodes (2006), Southampton (2008), Gent (2010), Valencia (2012), Paris (2014), dan Lisbon (2016).

Pada 2018 berlangsung di Belfast, Irlandia Utara di Queens University Belfast salah satu universitas tertua di Inggris Raya yang mulai dibuka 1894. Queens adalah universitas anggota Russel Group sebagai universitas riset terkemuka di dunia.

Gagasan Mobil Pintar

Herman Amrullah, Sholahuddin Alayyubi, dan Thya Laurencia Benedita Araujo, tiga mahasiwa Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka berhasil menjuarai kompetisi Shell melalui ajang Shell Ideas360 bertempat di London, Inggris pada 5-8 Juli 2018 dengan mengusung gagasan 'mobil pintar yang memanfaatkan ganggang mikro (microalgae)'.

Mereka berhasil menyisihkan empat tim finalis lainnya yang berasal dari American University of Sharjah (Uni Emirat Arab), University of Texas (Amerika Serikat), University of Bordeaux (Perancis) dan University of Melbourne (Australia).

"Kami tentunya sangat senang dapat mewakili Indonesia mengambil bagian dalam ajang ini dan menjadi juara di kompetisi mengadu gagasan inovasi bergengsi dunia," kata Ketua tim manajer Smart Car MCS (Microalgae Cultivation Support), Herman dalam siaran pers, Jumat (6/7)

Shell Ideas360 merupakan ajang kompetisi yang menantang bagi mahasiswa seluruh dunia untuk mengembangkan beragam ide dan gagasan dalam menghadapi tantangan global di sektor energi, pangan dan air.

Kompetisi yang telah dimulai sejak 2013 ini menjadi bagian dari festival inovasi Shell Membuat Masa Depan.

Herman mengaku keberhasilannya tidak terlepas dari dukungan serta doa banyak pihak termasuk teman-teman, orang tua, dosen pembimbing Yano Surya Pradana, S.T., M.Eng dan Hanifrahmawan Sudibyo,S.T.,M.Eng, UGM dan masyarakat Indonesia, serta Shell.

Smart Car MCSSmart Car MCS (Microalgae Cultivation Support). (Foto: Ristek Dikti)

Keberhasilan Tim UGM, ternyata tak hanya sukses merebut hati para juri melalui gagasan Smart Car MCS, namun juga berhasil mendapatkan dukungan terbanyak dalam jajak pendapat dan menjadi gagasan terfavorit pilihan publik atau Audience Choice.

Gagasan mobil pintar tim Smart Car MCS dinilai sebagai sebuah ide yang paling inovatif dalam membantu dunia di masa depan.

Suara yang didapat dalam jajak pendapat ini menyumbang 20 persen skor/nilai dalam penentuan pemenang hadiah utama musim ini.

Rasa bangga terhadap kemenangan tim UGM ini juga diungkap Darwin Silalahi, President Director & Country Chairman PT Shell Indonesia .

"Selamat, ini merupakan hal yang sangat membanggakan, tidak hanya untuk tim dan almamaternya tetapi juga untuk bangsa Indonesia. Kami memberikan apresiasi tinggi atas kreativitas dan kerja keras tim dalam menemukan gagasan revolusioner yang bermanfaat untuk masyarakat dunia di masa depan," ujar dia.

Gagasan Smart Car MCS berasal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jenna Jambeck, yang telah dipublikasikan pada Jurnal Science (www.sciencemag.org) pada Februari 2015.

Penduduk Indonesia yang tinggal di sekitar 50 kilometer dari garis pantai menghasilkan 5,4 juta ton sampah plastik, menempatkan Indonesia sebagai penghasil sampah plastik nomor dua terbesar di dunia.

Keprihatinan terhadap kondisi ini serta melihat tren konsumsi energi yang terus meningkat sementara ketersediaan bahan bakar fosil semakin menipis kemudian melahirkan ide tim UGM melahirkan gagasan Smart Car MCS untuk mengkonversikan limbah plastik menjadi energi alternatif baru yang rendah emisi.

Ide tersebut diwujudkan menjadi gagasan berjudul Smart Car Microalgae Cultivation Support, yaitu ide mobil pintar yang menggunakan limbah plastik sebagai sumber energi alternatif.

"Gagasan ini lahir dari kepedulian kami melihat lingkungan di sekitar kami. Berbagai uji coba, diskusi panjang dengan tim dan para dosen dilakukan untuk melahirkan gagasan yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masa depan dunia," ujar Herman.

Smart Car MCS didesain dengan reaktor pirolisis yang dapat menampung sebanyak 2 kilogram sampah plastik. Proses pirolisis plastik adalah proses degradasi plastik menggunakan panas suhu tinggi tanpa adanya oksigen. Sumber panas datang dari gas buang knalpot mobil yang suhunya dapat mencapai diatas 400C.

Mobil ini juga dilengkapi teknologi Microalgae Cultivation Support (MCS) yang digunakan untuk mengurangi jumlah CO2 gas buang pada kendaraan.

Pengembangan Smart Car ini tidak hanya dapat memproduksi bahan bakar dan biofuel, namun juga mengurangi persoalan sampah dan menciptakan lingkungan yang lebih baik.

E-Brake Assist

Mufti Reza Aulia Putra, Muhammad Rizal Arfandi,  dan Ikhtiar Choirunisha, tiga mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta merancang pembuatan E-Brake Assist yang merupakan rem elektrik dengan prinsip frictionless.

"Alat ini mampu membantu proses pengereman namun tidak berisiko mengalami panas yang berlebihan, serta mampu menjadi back up ketika rem utama mengalami kegagalan fungsi," kata Mufti Reza di Solo, Jumat(6/7).

Ia mengatakan metode pembuatan "E-Brake Assist" tersebut menggunakan metode simulasi terlebih dulu sehingga sebelum proses pembuatan, mereka sudah memiliki spesifikasi terbaik dari alat.

"Alat ini kami buat dengan memanfaatkan piringan cakram yang biasa dipakai sebagai bagian alat pengereman konvensional, kemudian membuat magnet semi permanen menggunakan trafo yang dimodifikasi di beberapa bagian dan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menjadi magnet yang digunakan sebagai sumber pengereman," katanya.

Ilustrasi E-Brake AssistIlustrasi. (Foto: LifeWire)

Menurut dia, E-Brake Assist memiliki kelebihan yaitu tidak menghasilkan panas yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi dari sistem pengereman.

"Alat ini sangat berpotensi untuk diproduksi secara masal. Selain itu, dengan alat ini maka akan menyelesaikan beberapa permasalahan sekaligus, seperti masalah rem blong pada kendaraan matic dan di kemudian hari dapat dikembangkan lagi menuju ke penggunaannya pada kendaraan listrik," katanya.

Mufti menjelaskan, berdasarkan data statistik triwulan I (Januari-Maret) 2017 Corporate Communication PT Jasa Marga dari total 337 kasus kecelakaan di dalam tol, sebanyak 265 di antaranya didominasi akibat rem blong dan pecah ban.

Ia mengatakan rem pada kendaraan umumnya mengandalkan prinsip gesekan yaitu menggunakan piringan yang dijepit menggunakan kampas rem sehingga terjadi gesekan dan mengurangi laju kendaraan.

Lebih lanjut ia menambahkan, gaya gesek memiliki kekurangan yaitu menghasilkan panas sehingga apabila digunakan secara terus-menerus dapat menyebabkan panas berlebih yang dapat mengakibatkan rem mengalami kegagalan fungsi.

"Hal ini diperparah dengan gaya berkendara yang agresif dan kontur jalan yang memiliki banyak tanjakan dan turunan sehingga menyebabkan rem bekerja secara ekstrem dan menghasilkan panas berlebih," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap agar permasalahan tersebut dapat diminimalisasi melalui alat yang dihasilkannya. 

Penyerap Minyak Berbahan Pasir Laut

Bramantya, Losandra, dan Muhammad Rifaldi, tiga mahasiswa program studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawjaya (UB) Malang. Mereka menemukan inovasi penyerap (absorben) minyak berbahan dasar pasir laut yang diolah menjadi silika aerogel.

"Pasir laut dipilih karena kandungan silika pada pasir laut di Indonesia cukup tinggi, bisa mencapai lebih dari 60 persen dari seluruh kandungan pasir," kata Bramantya di Malang, Jumat (6/7). Bramantya Ketua Tim Pasir Laut sebagai Bahan Penyerap Minyak UB Malang.

Ia mengatakan pemilihan pasir laut sebagai bahan dasar pembuatan absorben silika aerogel ini, karena selain kandungan silikanya tinggi dan banyak terdapat di pantai-pantai Indonesia, harganya pun murah dan terjangkau, sehingga memudahkan dalam penelitian mereka.

Menurut Bramantya, kegiatan pengolahan minyak pasti berdampak positif bagi perekonomian negara, namun dapat berdampak buruk bagi lingkungan dalam bentuk tumpahan minyak.

Silika AerogelSilika Aerogel. (Foto: UB)

Berdasarkan PP No 18 tahun 1999 jo. PP no. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3), tumpahan minyak termasuk dalam katagori limbah B3, karena sifat dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Terlebih jika tumpahan terjadi di laut akan menyebabkan rusaknya ekosistem laut.

Bramantya mengemukakan metode paling umum untuk menghilangkan tumpahan minyak di laut adalah insitu burning yaitu membakar minyak langsung di laut. Tetapi, metode itu tidak menyelesaikan masalah lingkungannya, malah menambah polusi udara.

Penelitian yang menghasilkan penyerap minyak berbahan dasar pasir laut itu dibawah bimbingan dosen Rama Oktavian.

Lebih lanjut, Bramantya mengatakan Silika Aerogel dipilih sebagai absorben karena mempunyai sifat hidrofobik, yaitu cenderung menolak air dan oliofilik yang cenderung menyerap minyak, karena inilah aerogel dapat menyerap minyak di air laut alih-alih airnya yang terserap.

Penelitian yang didanai Kemenristekdikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini menggunakan TEOS (Tetraetilortosilikat) sebagai pemodifikasi permukaan aerogel.

TEOS akan mengubah permukaan aerogel menjadi non-polar sehingga akan menolak senyawa-senyawa polar seperti air dan menyerap senyawa-senyawa non-polar seperti minyak.

Hasil dari penelitian ini didapat silika aerogel dengan sifat hidrofilik dengan sudut kontak air rata-rata di atas 140 derajat dan dapat menyerap minyak diatas 10 g/g silika aerogel.

"Kedepan, kami berharap penelitian ini dikembangkan dan bisa diterapkan di lapangan langsung, tidak hanya di laboratorium saja, sehingga bisa mengatasi permasalahan tumpahan minyak secara efisien dan tidak menyebabkan permasalahan yang lain," kata anggota tim lainnya, Losendra.

Kaca Pengurang Efek Pemanasan Global

Nadia Lailatus Sadiyah, Aristin Putri Kusuma Anggraini, dan Awanda Gita, tiga mahasiswa Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Mereka membuat kaca berlapiskan Zeolit-Y untuk mengurangi kadar gas karbondioksida yang bisa memicu pemanasan global.

Awanda Gita saat ditemui di kampus setempat, Rabu (4/7) mengatakan Zeolit-Y adalah material berpori, terdiri dari mineral aluminosilikat yang terikat satu sama lain membentuk struktur oktahedral.

"Dengan adanya struktur oktahedral tersebut akan menghasilkan rongga-rongga di dalam material yang berfungsi meng-adsorpsi atau menyerap gas karbondioksida," kata dia.

Kaca Pengurang Efek Pemanasan GlobalSampel Zeolit-Y yang sedang diuji coba di laboratorium. (Foto: ITS)

Zeolit-Y ini efektif dalam meng-adsorpsi gas karbondioksida, karena ukuran rongganya yang hampir sama dengan ukuran molekul karbondioksida. Selain itu, kandungan silikanya yang tinggi dibandingkan zeolit lain mengakibatkan sifat hidrofobitasnya atau sifat fisik molekul yang tidak suka air juga tinggi.

"Sifat tersebut sama dengan sifat komponen kaca pada umumnya, sehingga membuat Zeolit-Y ini digunakan sebagai zat pendukung pada serat kaca. Serat kaca ini merupakan bahan pembuat kaca yang berbentuk seperti lembaran benang," tuturnya.

Ia menjelaskan, dari hasil penelitiannya, efisiensi adsorpsi atau penyerapan gas karbondioksida menunjukkan angka 33,15 persen. Artinya, sebanyak 33,15 persen gas karbondioksida mampu diadsorpsi oleh kaca berlapiskan zeolit ini.

"Angka tersebut sangat tinggi dibandingkan Zeolit-Y tanpa serat kaca yang hanya menghasilkan efisiensi 27,76 persen," ucap mahasiswa semester lima itu.

Kaca berlapiskan zeolit ini pun diharapkan tim bisa dipakai di gedung-gedung dan perumahan sebagai bentuk kepedulian terhadap efek pemanasan global.

"Kami sangat bangga ketika inovasi kami bisa benar-benar diterapkan dan dikembangkan lagi," ujar mahasiswa asal Gresik itu.

Inovasi yang dirancang ketiga mahasiswa tersebut telah lolos mendapatkan pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dan diharapkan bisa lolos di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2018 di Yogyakarta. (af)

Berita terkait