Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memutuskan membebaskan mantan Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dari segala tuntutan hukum karena dinilai perbuatan yang dilakukan bukan merupakan tindak pidana.
"Majelis hakim kasasi MA yang menangani perkara Karen Agustiawan, Senin, 9 Maret 2020 menjatuhkan putusan dengan amar putusan antara lain, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, dikutip dari Antara, di Jakarta, Selasa malam, 10 Maret 2020.
Alasan pertimbangan majelis kasasi yang diketuai Suhadi serta didampingi hakim anggota, Prof. Krisna Harahap, Prof. Abdul Latif, Prof. Mohammad Askin dan Sofyan Sitompul antara lain, yang dilakukan terdakwa Karen adalah bussiness judgment rule dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.
Majelis kasasi memandang putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, meski pada akhirnya keputusan itu menimbulkan kerugian pada perseroan.
"Itu merupakan risiko bisnis. Bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi dan tidak dapat ditentukan secara pasti," ujar Andi Samsan Nganro.
Adapun MA mengabulkan kasasi yang diajukan Karen Agustiawan dan menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung.
Sempat Divonis 8 Tahun
Sebelumnya, majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Karen Agustiawan 8 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proses participating interest (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 568,066 miliar.
Karen divonis 8 tahun ditambah denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan, tanpa dijatuhi hukuman pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 284 miliar.
Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang menuntut Karen selama 15 tahun penjara serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 284 miliar. []