Laut Bercerita, Novel Cerminan Aktivis yang Diculik 1997-1998

Pada tahun 2013, penulis Laut Bercerita menjalani mewawancara narasumber hingga keluarga korban aktivis hilang.
Buku Laut Bercerita. (Foto: Tagar)

Jakarta, (Tagar 13/3/2019) - Kasus penculikan aktivis 1997-1998 silam masih membekas dalam ingatan publik. Apalagi, bagi keluarga korban aktivis, yang hingga kini hilang tanpa sedikit pun jejak keberadaannya.

Kasus penculikan aktivis itu mengilhami seorang penulis novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. "Saya merasa isu ini harus diangkat. 2013 saya wawancara para narsum, akhirnya berkembang ke keluarga korban," ungkap dia dalam sebuah diskusi, pada Rabu 11 Juli 2018.

Kemudian, pada tahun 2005, Leila mulai membuat outline dan riset mendalam. Kebetulan di tempatnya bekerja ada Nezar Patria, salah satu aktivis yang saat itu diculik dan dikembalikan dengan selamat.

"Kami meminta Nezar Patria menuliskan apa yang terjadi pada dia. Ada 22 orang diculik, 9 dibalikkan, ada apa dengan 13 orang lainnya? Ada nama Wiji Thukul juga," bebernya.

Tentu novel yang bersifat fiksi ini tidak menggambarkan seratus persen kisah penculikan, tapi paling tidak dalam novel ini pembaca dapat hanyut dalam dua persepektif dan narasi berbeda kasus penculikan aktivis 1997-1998, sisi Biru Laut dan Asmara Jati.

Leila sendiri telah menegaskan, dalam novelnya tak ada karakter aktivis 1997-1998 yang digambarkan secara nyata dan utuh. Sebab, karakter fiksi yang hadir dalam novelnya adalah perpaduan dari tiga bahkan empat tokoh aslinya.

Karakter utama yakni Biru Laut Wibisono, menarasikan tragedi 1998 dari sudut pandang mahasiswa dan aktivis yang diculik saat itu.

Kemudian karakter dari keluarga aktivis korban penculikan, digambarkan dengan Asmara Jati. Adik dari Biru Laut yang kehilangan saudara laki-lakinya yang bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu.

Leila pun menghadirkan karakter Sang Penyair, yang sebenarnya gambaran dari Wiji Thukul, aktivis yang diculik dan hilang, namun dipadukan dengan sosok penyair lain, Soetardji Calzoum Bachri, dan WS. Rendra.

"Saya tidak mengenal Wiji secara pribadi. Memang puisi-puisi dia sifatnya mengkritik pemerintah, tapi Sang Penyair sebenarnya juga mewakilkan beberapa penyair," tukasnya.

Kisah Novel Laut Biru

Sebelum membuka halaman demi halaman novel Laut Bercerita, Leila mengantarkan cerita dengan sebuah kalimat.

Kepada mereka yang dihilangkan dan tetap hidup selamanya

Kemudian, dalam prolog kisah, ia menyuguhkan salah satu puisi yang dikutipnya dari Presiden Penyair, Sutardji Calzoum Bachri.

Prolog

Matilah engkau mati

Kau akan lahir berkali-kali

Sang penyair pernah menulis sebait puisi ini di atas secarik kertas lusuh. Saat itu dia masih berambut panjang menggapai pundak dan bersuara parau karena banyak berorasi di hadapan buruh. Ia menyelipkannya ke dalam sebuah buku tulis bersampul hitaqm dan mengatakan itulah hadiah darinya untuk ulang tahunku yang ke-25. Sembari mengepulkan asap rokoknya yang menggulung-gulung ke udara, dia mengatakan aku harus selalu bangkit, meski aku mati.

Tetapi hari ini, aku akan mati.

Aku tahu apakah aku bisa bangkit.

Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke sebuah tempat. Hitam. Kelam.

Selama tiga bulan mataku dibeba kain apak yang hanya sesekali dibuka saat aku berurusan dengan tinja dan kencing.

Lalu bagaimana peristiwa penculikan terjadi?

Maret 1998

Di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.

Juni 1998

Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.

Jakarta, 2000

Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.

"Mungkin mereka yang diculik dan tak kembali telah bertemu dengan para malaikat," ujar Asmara dalam bab novel Pulau Seribu, 2000.

Baca juga: Ketika Prabowo Disidang di Ruang Dewan Kehormatan Perwira

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.