Laura Sinaga, Menari dan Berjuang dari Belenggu Kursi Roda

Laura Tias Avionita Sinaga, gadis Simalungun duduk di kursi roga sambil melatih orang untuk menari di sanggar miliknya bernama Sihoda.
Laura Tias Avionita Sinaga. (Foto: Tagar/IG@akupenari)

Pematangsiantar - Cukup lama Laura Tias Avionita Sinaga, 23 tahun, putri Simalungun ini, duduk di kursi roda sambil melatih orang untuk menari di sanggar miliknya bernama Sihoda. 

Sanggar tari yang dia dirikan sejak enam tahun lalu di Kota Medan, kini berada di Jalan Teratai, Rambung Merah, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Laura, panggilan akrabnya, saat ini bisa berdiri meski dipapah atau harus dibantu seorang teman. Sempat menggunakan tongkat atau penopang untuk ke mana-mana setelah bisa lepas dari belenggu kursi roda.

Dengan kondisi fisik seperti itu, Laura ternyata sudah sering membawa anak-anak sanggarnya ke sejumlah festival, termasuk ke festival adat ASEAN di Sumenep.

Bahkan dengan kondisi seperti itu juga dia sudah pernah mengajar tari terhadap 60 siswa SMP di Surabaya, Jawa Timur.

Di usia belianya, Laura ternyata punya cerita pahit. Bagaimana dia mengalami penderitaan tiga tahun lalu, tepatnya 2017, hingga membuatnya tidak bisa berjalan dan hanya di kursi roda.

Dia menyebut, tahun itu adalah titik terendah dalam hidupnya. "Aku sempat berada di titik terendahku, benar-benar merasa jadi manusia yang gak berguna. Sudah cacat, pendidikanku harus kandas. Kisah percintaanku. Ketawain ajalah ya dan kondisi fisikku, ya begitulah untuk duduk aja dulu benar-benar ngak bisa, mau buang air juga harus pakek bantuan alat dulu," kata Laura, seperti dia tulis di akun Facebooknya pada Kamis, 3 Desember 2020, berketepatan dengan Hari Disabilitas Internasional.

Kepada Tagar, Jumat, 4 Desember 2020 lewat WhatsApp wanita kelahiran 27 Januari 1997 itu kemudian bertutur, dia menikah di usia 20 tahun. Saat itu juga dia sedang menjalani perkuliahan di Universitas Negeri Medan.

Dua bulan setelah menikah dan dalam posisi mengandung, suaminya menghilang. Tepatnya disembunyikan keluarga suaminya. Sejak awal pernikahannya dengan suami memang tidak direstui oleh keluarga suaminya.

"Waktu itu umurku masih 20 tahun, aku baru menikah dua bulan lebih, tiba-tiba suamiku itu disembunyikan keluarganya selama empat bulan lebih. Padahal saat itu kondisiku sedang mengandung. Nah, saat aku mengalami keguguran akibat stres berkepanjangan, suamiku itu balik lagi dan langsung mengajukan gugatan cerai. Jadi aku kemarin pisah, tanpa sidang sama sekali. Nah, di saat itulah, aku masih baru seminggu setelah keguguran, dan merasa tertipu dengan keluarga suamiku juga," ungkapnya.

Laura kemudian mengalami apa yang disebut dengan self injury. Sejenis penyakit mental, yang membuat penderitanya berkeinginan untuk menyakiti diri sendiri.

Laura Tias Avionita SinagaLaura Tias Avionita Sinaga dengan pakain motif khas Simalungun. (Foto: Tagar/IG@akupenari)

"Aku yang biasanya hetelan (suka keluyuran) ke sana ke mari, nari ke sana ke mari, sekarang cuma merundung di kamar, kerjaan tiap hari nangis, minum obat penghilang rasa sakit, terkadang suka marah sendiri, badan makin habis, dan kurus," tuturnya.

Beberapa kali Laura bahkan melakukan percobaan bunuh diri. Mulai dari minum racun, dan terakhir melompat dari ketinggian.

"Kalau ditanya gimana kronologisnya aku gak bisa jelaskan, karena saat itu terjadi kondisi mentalku sangat terganggu. Soal itu orang tuaku yang dari awal paham ceritaku gimana," kata dia, saat disinggung masih bisa hidup sampai hari ini.

Kata Laura, karena tidak bisa bergerak dan hanya berada di tempat tidur, untuk mengenakan pakaian sendiri pun dia tidak bisa.

Kita semua sama kok di mata Tuhan. Aku tau sakit dan ngak enaknya harus bertahan di kursi roda

Buang air besar, dan kecil harus pakai alat. Kondisi perutnya membengkak, punggung belakang juga membengkak, dan kaki tidak dapat digerakkan sama sekali.

Karena bapak tongah (abang bapak) meninggal dunia di Pematangsiantar, dia akhirnya ikut dibawa pulang.

"Di sinilah mulai saya dibawa berobat ke mana-mana, dan yang buat saya semakin semangat itu adalah dukungan dari keluarga yang tiada henti, terutama orang tua saya," tuturnya.

Selain untuk menyembuhkan fisiknya, Laura juga berjuang untuk sembuh dari kondisi mentalnya. Tak jarang dia minum obat antidepresi untuk menstabilkan mental. Laura tidak pernah dibiarkan sendiri, hingga semua barang padat dijauhkan darinya.

Laura SinagaLaura Tias Avionita Sinaga dan anggota Sanggar Sihoda. (Foto: Tagar/IG@akupenari)

"Tapi puji Tuhan, sekarang sudah jauh teramat sangat baik, semua berkat keajaiban Tuhan. Tuhan itu baik memang. Baik kali pun malahan. Kalau aku ceritain gimana proses awalnya aku sembuh bisa dijadikan buku nanti. Intinya, Tuhan itu kasih aku orang tua, keluarga, dan aku dipertemukan dengan orang-orang hebat yang tidak berhenti menyokongku untuk terus semangat dan bergiat untuk pulih, dan mukjizat itu ada dong," katanya.

Apalagi, kata Laura, dalam proses pengobatan yang dia jalani, semua dukun patah yang mereka temui sudah memvonisnya tak bisa duduk lagi.

"Tapi buktinya di tahun ini, aku udah bisa jalan, lompat juga udah bisa meski harus dipegang, ya harus bawa asistenlah ke mana-mana, dan selamat tinggal kursi roda, udah gak pernah aku pakek lagi," kata Laura.

Laura benar-benar dipenuhi rasa syukur. Punya keluarga yang menyayangi, dikelilingi orang-orang baik yang selalu mendukung walau dengan kondisi terbatas.

Dia akui prosesnya benar-benar tidak simple. Semua butuh perjuangan, harus memulainya dari nol. Laura berpesan buat siapapun yang memiliki keterbatasan di luar sana, tetap semangat. Intinya harus semangat dan harus bahagia.

"Kita semua sama kok di mata Tuhan. Aku tau sakit dan ngak enaknya harus bertahan di kursi roda. Aku saja yang cuma tiga tahunan rasanya jenuh dan capek, malu dilihatin orang, terkadang buat pindah harus digendong. Tapi percayalah, ada kebaikan setelah itu semuanya. Intinya tetap bersyukur, semangat dan selalu bahagia. Semangat berjuang untuk teman-teman difabel," tukas dia.

Laura mengaku belum sepenuhnya pulih. Jari-jari kaki kirinya masih belum bisa digerakkan. Meski begitu dia sudah bisa dibawa jalan lumayan jauh.

"Kalau sudah dibawa jalan, beraktivitas, dan nari, itu kakiku pasti akan bengkak sekali dan terasa sakit, tulang punggung belakangku juga masih bengkak kelihatan menonjolnya walau gak sebengkak dulu. Kalau diperlukan terkadang aku masih minum obat penghilang rasa sakit, tapi ngak sesering dulu, hanya kalau sakitnya benar-benar tidak bisa tertahan lagi. Tapi kalau misalkan di keadaan tertentu, aku mau menggunakan kursi roda untuk efisien waktu, dan menyesuaikan kondisi juga," katanya.

Menari

Menari merupakan hobi Laura sejak kecil dan bercita-cita menjadi guru menari. Selepas SMA di Pematangsiantar dia melanjutkan kuliah di Medan mengambil studi menari.

Laura SinagaLaura Tias Avionita Sinaga dalam sebuah penampilan HUT Kota Pematangsiantar. (Foto: Tagar/IG@akupenari)

"Oh kalau itu kebetulan kan aku memang dari umur 4 tahun sudah dimasukkan Mamak ke sanggar tari di Rambung Merah (Siantar) dulu. Memang aku sudah amat teramat sangat mencintai dunia tari dari dulu, jadi memang sudah suka nari dari dulu cita-citanya ngak pernah berubah, yaitu jadi guru tari. Makanya tamat sekolah aku ambil jurusan tari di Unimed. Pas kejadianku itu aku sudah semester 7," ungkapnya.

Ketika di Medan, sanggarnya belum ada tempat latihan. Acara yang diikuti juga masih kecil dan sedikit sekali, paling banyak acara marsimalungun (acara etnis Simalungun).

Hingga kemudian saat di Pematangsiantar, dia mulai diminta mengisi acara menari. Banyak orang mengira Laura sembuh, padahal saat itu dalam kondisi sakit parah.

"Karena iseng aku terima aja. Modal kenalan aku cari penari di Siantar. Ya, itulah mulai aku latih, walau melatihnya sambil bersandar di tempat tidur, dan bentar-bentar harus istirahat karena punggungku berdenyut. Dari situ jadilah jalan terus sanggarnya pelan-pelan, sampe aku bisa mulai duduk dan berdiri bahkan jalan, semuanya bermula pas aku lagi latihan nari," tandas Laura.[]

Berita terkait
Anggun C Sasmi Unjuk Gigi Bareng Penari Maoulin Rouge
enyanyi Anggun C Sasmi tampil bareng grup kabaret legendaris dunia, Moulin Rouge.
Geger Penari Bertopeng Kesurupan di UGM Yogyakarta
Tujuh siswi kesurupan saat menggelar acara musik di gedung UGM tadi malam. Awalnya empat penari bertopeng yang kesurupan, disusul tiga panitia.
Jadwal Tayang Film KKN di Desa Penari Diundur
Rumah produksi MD Pictures memastikan penundaan jadwal tayang film KKN di Desa Penari
0
Anak Idap Lumpuh Otak, Sang Ibu Perjuangkan Ganja Medis Legal di CFD
Seorang Ibu Viral setelah melakukan aksinya dalam berjuang melegalkan Ganja Medis di Indonesia demi anaknya yang mengidap lumpuh otak.