Krakatau Steel, Bukti Kerja Keras Tak Bohongi Hasil

Perjalanan panjang Krakatau Steel sebagai industri penyokong pembangunan membuat korporasi ini mampu bertahan dalam berbagai situasi
Pabrik baja PT Krakatau Steel di Cilegon, Banten. (Foto: PT Krakatau Steel)

Jakarta – Pada awal 2016, seorang profesor asal Korea Selatan (Korsel) secara antusias memberikan kuliah umum kepada mahasiswa tingkat magister di salah satu perguruan tinggi di Jakarta soal keutamaan industri di negaranya. Kala itu, penulis berkesempatan menjadi salah satu mahasiswa yang mendengarkan kuliah pria paruh baya dari Asia Timur tersebut.

Kata sang profesor, industri manufaktur di Korea Selatan bisa maju seperti sekarang berkat keseriusan menjalankan fondasi bisnis secara tekun.

“Di Korea [Selatan], kami percaya industri logam dan baja adalah penyokong utama pembangunan. Industri ini merupakan Mother of Industries. Berkatnya, kami bisa seperti sekarang,” kira-kira demikian ucap si profesor pada malam itu.

Bagaimana dengan Indonesia? Di dalam negeri, pemerintah sebenarnya punya ‘jagoan’ dalam diri PT Krakatau Steel Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Korporasi yang bermarkas di Cilegon, Banten ini disebut-sebut menjadi tulang punggung industri logam di Tanah Air.

Bagaimana tidak, emiten dengan kode saham KRAS tersebut menjadi produsen baja terbesar di republik ini dengan kemampuan produksi hingga 3 juta ton. Besaran tersebut belum termasuk produksi PT Krakatau Posco, perusahaan patungan dengan korporasi asal Korsel, yakni Pohang Iron and Steel Company (Posco).

Meski demikian, perjalanan Krakatau Steel bukannya tanpa hambatan. Sejak berdiri pada 1970, perseroan telah merasakan asam garam kegiatan usaha. Sebagai gambaran, KRAS harus mampu bertahan dari gempuran produk baja impor yang membanjiri Tanah Air.

Mengutip data South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), pada 2017 konsumsi baja nasional mencapai 13,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, kapasitas produksi dalam negeri diperkirakan hanya sekitar 5 juta ton, sementara sisanya dipenuhi oleh produk asing. Pada periode ini importasi baja dipercaya menyentuh angka 10 juta ton.

Kondisi itu membuat ruang ekspansi Krakatau Steel menjadi terbatas mengingat harga baja impor disebut-sebut lebih kompetitif di pasaran dalam negeri.

Meski demikian, perusahaan plat merah tersebut berhasil unjuk gigi pada sepanjang tahun ini. Sebagai bukti, perseroan mengklaim telah sukses membukukan laba bersih pada semester I/2020.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), KRAS menyatakan mampu menghimpun laba bersih sebesar US$ 4,51 juta atau setara Rp 64,5 miliar pada paruh pertama 2020.

Raihan tersebut konsisten dengan kinerja perseroan sejak awal tahun dengan catatan US$ 74,1 juta pada kuartal I/2020.

Meskipun keuntungan usaha yang dihimpun oleh KRAS tergolong minim jika dibandingkan dengan size bisnis perusahaan, namun hal tersebut bisa dijadikan titik balik kebangkitan Krakatau Steel untuk terus berkontribusi positif secara kinerja usaha. Pasalnya, perusahaan yang diinisiasi oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno itu disebut-sebut terus menderita kerugian dalam kurun waktu delapan tahun belakangan.

Seolah benar-benar menemukan momentum, kabar baik kembali menaungi Krakatau Steel. Terbaru, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani secara tegas menyebut bakal menyuntikan investasi sebesar Rp 3 triliun kepada Krakatau Steel sebagai bentuk dukungan bagi penyelamatan BUMN terdampak pandemi.

Langkah tersebut tertuang dalam PMK No.118/PMK06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam beleid yang disahkan pada 31 Agustus 2020 ini, negara bakal menggelontorkan sokongan finansial melalui dua cara. Pertama, membeli langsung surat utang perusahaan BUMN, baik yang tercatat di bursa efek maupun yang tidak tercatat di bursa efek. Kedua adalah melalui investasi langsung tanpa hak konversi atau hak ekuitas lainnya.

Upaya pemerintah untuk mendorong Krakatau Steel merebut kejayaan di tanah sendiri memang bukan isapan jempol. Bahkan, tidak hanya negara, kalangan pelaku industri jasa keuangan sudah lebih dulu mengambil langkah nyata guna mendorong aktivitas bisnis Krakatau Steel.

Tercatat, 10 lembaga perbankan memberi insentif berupa relaksasi pembayaran kewajiban mulai akhir kuartal III/2020. Beberapa bank tersebut antara lain Bank Mandiri, BCA, BRI, dan BNI. Rencananya, proses restrukturisasi akan berlangsung hingga 2027.

Melalui dukungan lintas sektoral, sejatinya Krakatau Steel mempunyai semua potensi untuk terus tumbuh menjadi entitas usaha skala dunia yang disegani secara global. Dan, bukannya tidak mungkin suatu hari nanti akan ada profesor dari Indonesia yang dengan lantang berbicara soal “Mother Of Industries” nasional di negara lain.

Berita terkait
Skema Restrukturisasi Krakatau Steel Masih Dikaji
Ada beberapa opsi untuk skema restrukturisasi bisnis PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, baik kemitraan strategis, investasi langsung atau IPO.
Pemerintah Wajibkan Produk Industri Logam Ber-SNI
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus mendorong pelaku usaha sektor logam untuk menghasilkan produk yang berstandar nasional
Pandemi Covid-19, Industri Logam Tanah Air Cemerlang
Kepala BPPI Kementerian Perindustrian Doddy Rahardi mengatakan industri logam dalam negeri semakin kompetitif di pasar global meski pandemi.