KPK Diminta Jelaskan ke Publik Soal Dugaan Niat Jahat (Mens Rea) di Kasus Formula E

Menurut Amir Hamzah, masyarakat perlu penjelasan yang tegas dari KPK tentang adanya kecukupan bukti di kasus Formula E.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. (Foto: Tagar/The Jakarta Post)

TAGAR.id, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan adanya dugaan niat jahat atau mens rea dan perbuatan yang dapat dipidana (strafbaarheid) dalam penyelenggaraan Formula E, seperti yang dilontarkan perancang UU KPK yakni Prof Romli Atmasasmita.

“Mens rea itukan menjadi awal dari penemuan tindak pidana. Masalahnya dimana? KPK sudah menemukan mens rea itu. Apakah pada tataran perumusan kebijakan ataukah pada tataran operasional kebijakan. Itulah yang harus dijelaskan oleh KPK ke publik,” kata Amir Hamzah dalam keterangannya pada Kamis, 13 Oktober 2022.

Menurut Amir Hamzah, masyarakat perlu penjelasan yang tegas dari KPK tentang adanya kecukupan bukti terkait dugaan tindak pidana korupsi atau belum ditemukannya bukti tindak pidana tersebut.

“Apabila belum ditemukan, apakah KPK mau melanjutkan penyelidikan atau menghentikan penyelidikan dan menyatakan perkara tersebut ditutup?,” kata Amir.

Dengan demikian, menurut Amir, maka persoalan Formula E ini tidak perlu dikaitkan dengan masalah politik terutama yang berkaitan dengan sikap politik Partai Nasdem yang telah menetapkan Anies sebagai Capres mereka.

“Apalagi pencapresan tersebut masih berkembang sebagai cerita Abunawas karena pengumuman pencapresannya sekalipun dihiasi wacana restorasi namun masih menabrak pagar – pagar konstitusi,” sebut Amir lagi.

Kata Amir, perlu membedakan antara kasus Formula E dengan realitas politik yang sedang berlangsung khususnya yang berkaitan dengan pencapresan Anies oleh Nasdem.

“Jadi, soal wacana yang berkembang KPK mengkriminalisasi atau menjegal Anies, KPK sendiri sudah jelaskan KPK akan terus melanjutkan penyelidikan Formula E,” tandas Amir.

Sementara itu, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas angkat bicara adanya kelompok pembela kasus dugaan korupsi Formula E yang menyeret nama Anies Baswedan. Seperti bekas pimpinan KPK Saut Situmorang dan Bambang Widjojanto (BW).

"Sah-sah saja siapa saja yang ingin membela Anies berkaitan dengan kasus Formula E yang sedang diselidiki oleh KPK. Apa yang disampaikan Saut Situmorang berdasarkan apa yang dia pahami mengenai undang-undang tipikor namun pihak penyelidik KPK dan pimpinan KPK juga memiliki pandangan hukum yang mungkin berbeda dengannya. Jadi sebaiknya Saut Situmorang biarkan saja KPK secara leluasa melakukan penyelidikan terhadap Formula E dan keterlibatan Anies Baswedan dalam kasus tersebut," kata Fernando Emas.

Menurutnya, yang memiliki alat bukti dan keterangan para saksi kasus Formula E adalah KPK bukan pihak luar sehingga tidak mendasar apabila pihak luar membuat kesimpulan dan membangun opini seolah-olah bahwa tidak ada kerugian negara dalam penyelenggaran Formula E.

"Jangan sampai nanti kasus Formula E ditingkatkan ketahap penyidikan dan Anies ditetapkan sebagai tersangka dianggap kriminalisasi dan tidak murni persoalan hukum akibat pernyataan Saut Situmorang tersebut," ujarnya.

"Jangan sampai pernyataan Saut Situmorang dianggap sebagai salah satu bentuk intervensi yang ingin mempengaruhi keputusan KPK mengenai Formula melalui pembentukan opini," beber Fernando Emas lagi.

Selain itu, kata dia, Fernando Emas melihat apa yang dilakukan oleh eks pimpinan KPK dan juga Novel Baswedan bentuk upaya intervensi terhadap lembaga antirasuah itu melalui pembangunan opini. Justru, sambung Fernando, karena keduanya bekas dari pimpinan KPK dan juga penyidik KPK patut dicurigai ingin melakukan intervensi.

"Mungkin karena sudah dilakukan upaya melakukan pendekatan ke penyelidik tidak berhasil maka dilakukan melalui penggiringan opini. Karena mereka sebaiknya jangan sok lebih tahu dan lebih pintar dari pimpinan dan penyelidik KPK saat ini," sebutnya.

"Pimpinan dan penyelidik KPK pasti sangat mengerti UU dan juga SOP yang berlaku, jadi jangan seolah seperti ingin mengajari karena pernah menjadi bahagian dari lembaga anti rasuah tersebut," pungkasnya.

Untuk diketahui, Formula menyedot anggaran Rp560 Milyar. Formula E disinyalir memiliki dugaan penyimpangan korupsi khususnya yang menyangkut comitment fee Rp90 Milyar serta utang pembayaran komitmen fee harus dibayar hingga 2024.

Selain itu, untuk merealisasikan program Formula E, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga mengajukan pinjaman ke Bank DKI sebesar Rp180 Milyar atas perintah Gubernur DKI Jakarta.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjamin tak menerima uang serupiah pun dari dugaan kasus Formula E yang diusut KPK.

Anies justru meminta pihak yang menuduhnya menerima uang dari Formula E untuk membuktikan tuduhan tersebut.

"Bila Anda katakan saya ambil uang, tunjukkan, bila tidak ada buktinya, maka tuduhan Anda batal. Jangan dibalik, setiap orang yang dituduh harus memberikan pembuktian," kata Anies dalam wawancara eksklusif CNN TV.

"Tapi saya, tidak pernah terima, dan ini adalah sebuah project untuk Indonesia yang kita berurusan dengan lembaga internasional, yang memiliki reputasi," kata Anies.[]

Baca Juga:

Berita terkait
SDR Ungkap Motif Eks Pimpinan KPK Bela Anies di Kasus Formula E, Ternyata?
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melontarkan pernyataan menohok soal manuver eks dua pimpinan KPK.
Kritik Menohok Romli Atmasasmita ke Saut Simutorang Soal Kasus Formula E, Begini Katanya
Romli Atmasasmita angkat suara mengenai pernyataan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang
KPK Didesak Agar Tak Terpengaruh Tudingan 'Kriminalilasi' di Kasus Formula E
Dalam aksinya, SPK mendukung sepenuhnya langkah KPK dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi balap mobil listrik Formula E.
0
KPK Diminta Jelaskan ke Publik Soal Dugaan Niat Jahat (Mens Rea) di Kasus Formula E
Menurut Amir Hamzah, masyarakat perlu penjelasan yang tegas dari KPK tentang adanya kecukupan bukti di kasus Formula E.