Jakarta – Dalam pidato di hadapan 47 anggota Dewan HAM PBB, Menlu Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, mempertegas komitmen Washington (baca: Amerika Serikat) untuk menggalakkan perlindungan dan peningkatan HAM universal. Hal ini disampaikan Menlu Biden melalui pidato virtual di depan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, 24 Februari 2021.
Dalam penampilan pertamanya di hadapan badan HAM tertinggi PBB, Menlu Blinken mempertegas rencana Washington untuk terlibat kembali sepenuhnya dalam tugas dewan itu. Supaya langkah ini lebih berbobot, Blinken mengatakan, Amerika akan berjuang untuk terpilih sebagai anggota penuh di Dewan HAM untuk masa jabatan 2022-2024.
Mantan Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari Dewan itu pada Juni 2018. Pemerintahan Biden sudah membawa AS kembali bergabung pada 8 Februari 2020 dengan status sebagai pengamat.
Blinken memuji Dewan HAM PBB atas perannya dalam melindungi kebebasan fundamental dan memfokuskan perhatian pada krisis-krisis yang muncul seperti kudeta militer di Myanmar. Tapi, Blinken juga mengkritik pendekatan dewan itu terhadap isu tertentu, termasuk perhatiannya yang tidak berimbang terhadap Israel.
“Kita perlu menghilangkan Agenda Butir 7 dan memperlakukan situasi HAM di Israel dan Palestina dengan cara yang sama ketika badan ini menangani negara lain. Sebagai tambahan, kami akan fokus untuk memastikan keanggotaan dalam dewan ini mencerminkan standar tinggi bagi penegakan hak asasi manusia. Negara-negara dengan catatan HAM yang buruk tidak boleh menjadi anggota dewan ini,” ujar Blinken.
Blinken juga mengakui bahwa AS tidak mempunyai catatan hak asasi manusia (HAM) yang cemerlang, dan harus melakukan penyempurnaan. Dia mengatakan, pemerintahan Biden berkomitmen memerangi rasisme yang sistematik baik di Amerika maupun di luar negeri.
Dalam pidatonya, Blinken juga mengatakan, Amerika akan memperjuangkan hak-hak orang-orang yang terpinggirkan, seperti perempuan dan anak perempuan, LGBTQI, kelompok keagamaan dan minoritas. “Washington akan terus mengecam pelecehan yang terjadi di Venezuela, Nicaragua, Kuba, dan Iran,” kata Blinken dengan tegas.
“Kami mengulang kembali seruan agar pemerintah Rusia segera dan tanpa syarat membebaskan Alexei Navalny, serta ratusan warga Rusia lainnya yang ditahan karena memperjuangkan hak-hak mereka. Kami akan menyerukan penegakan nilai-nilai universal ketika pelanggaran terjadi di Xinjiang atau ketika kebebasan mendasar diperlemah di Hong Kong. Dan kami sangat khawatir akan kemunduran demokrasi di Birma,” tambah Blinken.
Blinken meminta dewan tersebut agar sesi kali ini digunakan untuk mendukung resolusi yang menanggapi isu-isu yang memprihatinkan di seluruh dunia. Menurut Blinken, dewan harus menuntut pertanggungjawaban pelanggar hak asasi manusia secara mencolok, seperti Suriah, Korea Utara, Sri Lanka, dan Sudan Selatan (jm/ka)/voaindonesia.com. []