Boyolali - Sumar Sabar, 72 tahun, kenyang pengalaman menghadapi erupsi Gunung Merapi. Pria tua asal Boyolali, Jawa Tengah ini sudah terbiasa dan tak khawatir jika sewaktu-waktu Merapi meletus lagi.
Salah satu kisah yang membuatnya berkesan dan akhirnya bisa tenang menghadapi erupsi adalah ketika Merapi meletus pada tahun 2010. Letusan besar gunung yang berlokasi di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta itu membuatnya dan warga desa lain mengungsi hingga Kabupaten Magelang.
Mbah Sumar, demikian sapaan akrabnya, tinggal di Dusun Stabelan, Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali. Puluhan tahun tinggal di Stabelan, ia tidak ingat berapa kali Gunung Merapi meletus. Namun baginya pengalaman paling menakutkan adalah letusan di tahun 2010.
Dibawa ke Mertoyudan, Magelang, mengungsi di sana 40 hari.
Kala itu semua warga berlarian. Teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana. Satu hal yang menenangkan warga adalah kesigapan perangkat desa serta relawan-relawan bencana. Mereka langsung mengumpulkan warga kemudian mengevakuasi ke tempat aman.
"Dibawa ke Mertoyudan, Magelang, mengungsi di sana 40 hari," kata Sumar, Rabu, 8 Juli 2020.
Selain pakaian secukupnya, yang dibawa hanya surat-surat penting seperti KTP, KK, sertifikat tanah dan surat nikah. Hewan ternak yang dia punya, meski tidak bisa dibawa tapi akhirnya masih hidup sepulang dari pengungsian.
Mbah Sumar baru tahu jika pemerintah telah menyiapkan program antisipasi erupsi Merapi yang dikenal dengan Desa Saudara atau sister village. Desa saudara dari desa tempat tinggalnya adalah Mertoyudan dan Desa Klakah, Kecamatan Selo, Boyolali.
Desa Saudara berfungsi jika salah satu desa tersebut mengalami bencana, maka desa yang lain jadi tujuan pengungsian. "Setelah itu kan ada letusan beberapa kali tapi tidak besar. Ya kami sudah tenang karena sudah dijelaskan harus bagaimana ketika meletus. Tetangga-tetangga juga sudah mengerti," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengunjungi Desa Tlogolele mengatakan secara mental masyarakat sudah siap menghadapi bencana. Terlebih desa tertinggi di lereng Merapi yang berada di Kabupaten Boyolali itu memiliki pengalaman dan kebiasaan menghadapi Merapi dalam kondisi apapun.
"Dan yang menarik di desa ini punya desa saudara dalam penanganan bencana, ini keren. Apalagi melibatkan dua kabupaten. Ini bisa dijadikan percontohan nasional. Jadi urusan bencana itu tidak ada urusan dengan suku agama ras golongan ataupun kesukuan," kata Ganjar.
Cara kerja sama ini merupakan khas rasa persatuan ke-Indonesiaan-nya. Nilai-nilai yang dipraktekkan masyarakat Tlogolele itu harus dijaga dan ditularkan. Langkah selanjutnya, Ganjar kini telah menyiapkan untuk membantu warga Tlogolele berlatih evakuasi sebagai cara pengurangan risiko bencana.
"Kalau di negara maju latihan dua kali satu tahun, nah kita satu kali setahun saja sudah bagus. Ini kami siaga Merapi seperti ini masyarakat bisa sadar betul. Termasuk ternaknya. Saya terima kasih perangkat desa dan kecamatannya bagus. Tadi juga tanya kepada warga bagaimana takut tidak, tidak Pak. Sudah biasa," kata Ganjar. []
Baca juga:
- Ancaman Abu Merapi di Bebatuan Borobudur Magelang
- 39 Desa di Kabupaten Magelang Terpapar Abu Merapi
- Lima Rekomendasi Usai Gunung Merapi Erupsi