Kisah Keajaiban Seorang Anak Selamat dari Tsunami Aceh

Keajaiban pada tsunami Aceh, anak kelas 3 SD sempat terapung di samping kapal besar, terselamatkan.
Seorang ibu lirih mengenang anaknya yang terkena gulungan tsunami Aceh pada Minggu 26 Desember 2004. Di 26 Desember 2018 itu, dia mengunjungi makam sang anak seraya memanjatkan doa dikuburan masal Tsunami Ulee Lheue, Banda Aceh, Rabu (26/12) (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh, (Tagar 28/12/2018) - Suara perempuan berkerudung hitam itu begitu kecil, namun ingatan atas bencana menimpanya 14 tahun silam begitu besar.

Minggu, 26 Desember 2004 pagi, aktivitas sudah tidak seperti biasanya, Sindy wanita berkerudung itu mulai membuka ingatannya. Dia tidak menyangka tempat kelahirannya itu diguncang gempa berkekuatan 9,2 skala richter.

Saat kejadian gempa, Sindy yang masih kelas tiga Sekolah Dasar (SD) berlarian ke luar rumah bersama keluarganya yang berlokasi di Punge, Banda Aceh.

"Semuanya panik, saya dipegang oleh ayah," kata Sindy mengawali kisahnya saat ditemui Tagar News di kuburan massal Ulee Lheue, Banda Aceh, Kamis (27/12) sore.

Usai gempa, belum sempat membereskan kondisi rumah yang berantakan, dia bersama warga Aceh lainnya dikejutkan dengan kehadiran informasi air laut naik ke darat. Kepanikannya makin menjadi-jadi.

Ingatan Sindy yang tak lekang itu menuturkan, kabar gelombang air tinggi naik ke darat muncul pertama kali dari seorang paruh baya. Dengan menunggangi motornya yang lawas, pak tua itu bersuara lantang agar warga secepatnya lari, mengevakuasi dari gulungan air.

"Ada seorang bapak tua, dia bilang air laut naik dengan bahasa Aceh, tapi banyak tidak diopennya," ceritanya.

Setelah itu, dengan cepat gelombang tsunami yang begitu dahsyat menyapu bersih wilayah Aceh, termasuk daerah tempat tinggal Sindy.

"Pokoknya mencekam kali, air laut berwarna hitam menghancurkan semuanya, saat dibawa air saya berpisah dengan ayah saya," kenangnya.

Suara Sindy mulai bergetar, matanya mulai berkaca, sebab hingga saat ini Sindy dan ayahnya tidak pernah ditemukan lagi. Belum lagi jenazah tiga saudara kandungnya yang hingga kini entah di mana.

Sindy, kini hanya tinggal bersama ibu dan kakaknya yang selamat dari terjangan tsunami.

Tsunami AcehUmat muslim berdoa dengan membaca surat Yassin saat berziarah pada peringatan 14 tahun bencana tsunami Aceh di kuburan massal korban, Desa Siron, Aceh Besar, Aceh, Rabu (26/12/2018). Pada setiap tanggal 26 Desember seluruh kuburan massal dipadati warga dari berbagai suku dan agama untuk mendoakan sekaligus mengenang bencana gempa bumi berkekuatan 9,2 SR yang disusul tsunami pada Minggu 26 Desember 2004. (Foto: Antara/Irwansyah Putra)

"Ayah dan tiga adik saya meninggal, jasad tidak pernah ketemu sampai sekarang," ucap Sindy sambil menutupi matanya menahan kesedihan.

Sindy masih ingat betul, dia berpisah dengan ayahnya saat ombak semong --sebutan tsunami dalam bahasa Aceh-- memecah kawasan Blower, Banda Aceh.

Yang begitu mengerikan, sambung Sindy, ialah saat melihat Kapal Apung Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ikut dibawa oleh ombak tsunami. Kebetulan lokasi Punge sendiri tidak jauh dari kapal apung tersebut.

Beruntung Sindy diselamatkan oleh warga. Tubuh pilunya meringkuk, berteduh dari gelombang tsunami di lantai dua salah satu gedung yang masih bertahan. "Saat dibawa air, saya ditarik dan diangkat oleh seseorang," tutur Sindy.

Kini, Sindy yang telah berusia 22 tahun, bersama ibu dan kakaknya, berusaha melanjutkan hidup dari kenangan bencana. Doanya kepada sang ayah dan adik kecilnya yang tak selamat terus dipanjatkan sepanjang waktu.

Di peringatan 14 tahun tsunami Aceh, perempuan yang baru saja menyelesaikan gelar S1 di Universitas Negeri Banda Aceh itu ikut berziarah ke kuburan massal Ulee Lheue. Dia yakin, ayah dan adiknya berada di salah satu kuburan berisi puluhan ribu korban tsunami Aceh itu.

"Saya sangat yakin ayah dan adik saya dimakamkan di kuburan massal ini, semoga mereka tenang di sana," doanya.

Meski sudah 14 tahun berlalu, bencana yang menewaskan sekitar 230 ribu jiwa itu tetap tidak bisa dipisahkan dari ingatan Sindy beserta keluarga serta korban yang selamat. Namun, waktu tetap berjalan, masa depan tepat berada di muka. Sindy menyimpan hikmah tsunami Aceh dan bertekad lari dari keterpurukan dengan menatap masa depan lebih baik. []

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.