Medan - Pemecatan Arief Budiman dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), seharusnya disertai dengan penjelasan ke publik menyoal kode etik yang telah dilanggar.
"Setelah dilanggar oleh Arief Budiman sehingga harus berujung kepada pemecatan," ujar akademisi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Hatta Ridho, Sabtu, 16 Januari 2021.
Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU ini, sanksi yang diberikan sangat bergantung kepada hukum materilnya.
Kalau terbukti melanggar etik, cukup memberikan sanski etik saja dan cukup melalui sidang etik saja
"Kalau memang ada normanya, DKPP harus menentukan norma yang dilanggar. Dan silakan jelaskan ke publik etik apa yang dilanggar," kata Hatta.
Dia juga menilai pemberhentian terhadap Arief Budiman dari jabatannya, terkesan berlebihan.
"Kalau terbukti melanggar etik, cukup memberikan sanski etik saja dan cukup melalui sidang etik saja," tambahnya.
DKPP memutuskan memberhentikan Ketua KPU Arief Budiman dari jabatannya. Keputusan tersebut dibacakan Ketua DKPP Muhammad dalam sidang pembacaan putusan perkara dengan Nomor 123-PKE - DKPP/X/2020 pada Rabu, 13 Januari 2021.
"Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU RI sejak keputusan ini dibacakan," ujar Muhammad saat membacakan keputusan di sidang DKPP secara virtual, 14 Januari 2021. []