Ketika Hujan Datang, Darsip Hilang di Tengah Kabar Longsor

Ketika hujan datang, Darsip hilang di tengah kabar longsor. Ade bolak-balik mendatangani lokasi bencana mencari kepastian, apakah istrinya ikut menjadi korban?
HANCUR PENUH LUMPUR: Situasi pemukiman warga yang terkena banjir material longsor di Desa Pasirpanjang, Salem, Brebes, Jawa Tengah pada Jumat (23/2). Puluhan rumah hancur dan penuh lumpur akibat terkena material longsor bukit Gunung Lio. (Foto: Ant/Oky Lukmansyah)

Brebes, (Tagar 25/2/2018) – Sebelum istrinya hilang, Nur Ade bermimpi, cucunya yang membawa lampu teplok jatuh ke lantai. Dia tak pernah menduga itu firasat. Setelah mendengar kabar longsor, telepon genggam yang dibawa istrinya, Darsip, tidak lagi dapat dihubungi.

Ditumbuhi pohonan pinus milik KPH Perhutani Pekalongan Barat, Jawa Tengah, Desa Pasir Panjang dan Capar, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, berada di kawasan Pegunungan Lio.

Dengan kondisi wilayah bertebing dan curam, membuat desa itu rawan longsor saat curah hujan melanda.

Selama ini, penduduk setempat mengaku sudah terbiasa melihat kondisi wilayahnya. Namun, terkadang muncul juga rasa takut saat hujan datang pada malam hari.

Bagi pemuda desa setempat, untuk mengusir rasa takut dan mengantisipasi kemungkinan timbulnya bencana, mereka rela begadang. Mereka tidak tidur hingga pagi hari meski mereka harus tetap menjalankan aktivitas pada siang hari.

Kharim Hidayat (46) warga Desa Pasir Panjang mengatakan, kebiasaan begadang hingga pagi hari sudah terbiasa dilakukan warga setempat saat terjadi hujan pada malam hari.

"Sebenarnya kami harus bekerja pada esok harinya. Akan tetapi, dengan kondisi curah hujan yang masih cukup tinggi kami harus waspada dan rela begadang untuk antisipasi kemungkinan datangnya bencana," ujarnya.

Kendati harus diselimuti rasa dingin pada tubuhnya, dengan ditemani secangkir kopi atau minuman lain dan rokok, mereka mengobrol dengan topik beraneka ragam, seperti masalah ekonomi keluarga, pekerjaan, dan bencana.

Bagi warga Desa Pasir Panjang dan Capar, mereka sudah terbiasa melihat bencana yang sifatnya masih kecil seperti tanah longsor yang menimbun jalan desa.

"Longsor kecil-kecilan sudah terbiasa bagi warga desa. Namun, warga desa juga ada rasa takut jika kuantitas longsor cukup besar seperti yang terjadi saat ini yang mengakibatkan belasan korban hilang," ungkap Kharim.

Rudiyanto, warga setempat mengatakan, dirinya bersama keluarganya tetap bertahan menempati rumahnya meski tempat tinggalnya berada di dekat sungai yang tidak jauh dari lokasi longsor.

Banjir bandang yang terjadi pada Kamis (22/2) dan membawa batang pohon dan tanah longsor, kata dia, telah memporak-porandakan lahan pertaniannya.

"Kendati demikian, kami tetap bertahan bertempat tinggal di dekat sungai itu, karena kami tidak memiliki tanah lain untuk dibangun rumah. Selain itu, kami juga harus bekerja sebagai petani," ujarnya.

Pasca longsor yang terjadi di tebing Pegunungan Lio, sebagian warga mengaku ingin berpindah tempat. Tetapi mereka terkendala tidak memiliki lahan lain untuk membangun rumah dan pertimbangan pekerjaan.

Firasat Lampu Jatuh

Nur Ade (60) warga Desa Pasir Panjang keluarga korban longsor mengatakan, dirinya sudah melaporkan istrinya yang hilang yang diduga tertimbun tanah longsor.

Nur Ade yang didampingi anaknya, Castro (32) mendatangi pos bencana DVI Polda Jateng untuk menanyakan keberadaan istrinya, Darsip (50) yang hilang pada Kamis (22/2) pagi.

Kedatangan Nur Ade disambut oleh tim DVI Polda Jateng, Iptu I Komang yang menanyakan beberapa hal ciri-ciri fisik tubuh Darsip.

Nur Ade mengatakan, sebelum peristiwa istrinya hilang, dirinya bermimpi cucunya yang membawa lampu teplok jatuh ke lantai.

Saat itu, dirinya tidak menduga jika firasat tersebut, istrinya akan hilang.

"Pada Kamis pagi, istri saya pamit berobat ke puskesmas menumpang mobil L 300 bersama penumpang lainnya. Akan tetapi, setelah kami mendengar kabar longsor di dekat tebing Pegunungan Lio, telepon genggam yang dibawa istri saya tidak lagi dapat dihubungi," ungkap Nur Ade.

Hingga pada hari keempat ini pun, Nur Ade kembali mendatangani lokasi bencana untuk mencari kepastian, apakah istrinya ikut menjadi korban longsor atau tidak.

"Selain itu, kami juga melakukan selamatan atau doa pada malam hari setelah istri saya diduga hilang tertimbun longsor di Jalan Desa Pasir Panjang," tuturnya.

Hal serupa disampaikan keluarga korban Suyono. Wariah merasa suaminya ikut tertimbun tanah longsor.

Ia menceritakan, dirinya memang tidak mendapat firasat apapun sebelum suaminya berangkat bekerja.

Hanya saja, kata dia, suaminya sempat dicegah agar tidak berangkat bekerja karena kondisi cuacanya akan hujan. Namun suaminya tidak dapat dicegah.

"Saat sebelum kejadian, telepon genggam yang dibawa suami sempat saya telepon dan menyambung. Akan tetapi dalam jangka waktu yang tidak lama telepon yang dibawa suami saya tidak dapat dihubungi lagi," kata Wariah sedih. (ant/yps)

Berita terkait
0
Ramalan Zodiak Minggu 10 Juli 2022, Peruntungan Cinta
Ramalan zodiak Minggu 10 Juli 2022, untuk semua zodiak yang menggambarkan tentang sebuah peruntungan dalam cinta yang akan Anda alami hari ini