Ketika Aminah Mengandung Nabi Muhammad SAW

Kehidupan masa kecil Aminah hingga ia menikah kemudian mengandung Nabi Muhammad SAW sampai akhirnya meninggal.
Ilustrasi - Gurun. (Foto: Pixabay/Pexels)

Jakarta - Aminah binti Wahab, ibunda Nabi Muhammad SAW atau Rasulullah SAW, merupakan keturunan Quraisy yang dikenal dengan sikapnya yang sederhana. Ia lahir di sebuah rumah kuno Bani Zuhrah dan tumbuh dewasa di dekat Kakbah. 

Masa kecilnya tidak berbeda dengan anak-anak pada umumnya, Aminah kecil kerap berdiri di dekat Kakbah untuk menyaksikan orang-orang yang sedang bertawaf atau sekadar melepas dahaga dengan meminum air zamzam bersama teman-temannya. 

Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad menikahkan putranya Abdullah dengan Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhroh bin Kilab. Ayah Aminah merupakan sesepuh dan juga konglomerat Bani Zuhroh yang mempunyai nasab dan kedudukan tinggi. 

Tidak lama setelah pernikahan tersebut di kota Mekkah, Abdul Muthalib mengutus Abdullah pergi ke Syam untuk berperang. Pada zaman jahiliyah peperangan semacam ini sangat wajar dan seringkali terjadi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. 

Ketika Abdullah melakukan perjalanan pulang dari Syam menuju kota Mekkah, ia singgah ke Madinah (saat itu masih bernama Yatsrib) untuk memetik hasil panen kurmanya. Abdullah mengalami sakit parah ketika di Madinah hingga meninggal dan dimakamkan di sana.

Sejumlah sumber menyebut Abdullah wafat dalam usia 25 tahun ketika Nabi Muhammad SAW masih berusia 6 bulan dalam kandungan. Ketika kabar duka kematian Abdullah sampai ke masyarakat kota Mekkah, suku Quraisy merasakan kehilangan yang begitu mendalam, terutama istri Abdullah, Aminah, yang saat itu sedang mengandung seorang calon nabi utusan Allah SWT.

Abdullah meninggalkan lima ekor unta, seekor kambing dan budak perempuan bernama Barakah yang memiliki kunyah Ummu Aiman. Budak ini nantinya akan mengasuh Rasulullah SAW.

***

Aminah telah menjadi janda saat mengandung Nabi Muhammad. Dengan seorang diri, Aminah berjuang merawat bayi Muhammad di dalam perutnya. Proses kelahiran Nabi Muhammad juga menjadi hal yang luar biasa. Dalam beberapa sumber dijelaskan, ada banyak hal tak masuk akal yang terjadi selama kehamilan Aminah hingga ia melahirkan Nabi Muhammad SAW. 

Ketika mengandung Nabi Muhammad SAW, Aminah tidak merasakan mual, pusing, ngidam, atau keluhan-keluhan lain yang dirasakan ibu hamil pada umumnya. Dalam sebuah kisah, selama mengandung, Aminah mengatakan perutnya bercahaya di malam hari, lalu sering kali seperti ada orang yang membisikinya, “Aminah, bayi yang engkau kandung bukanlah orang biasa, berilah ia nama Muhammad ketika lahir nanti.”

Saat kelahiran Nabi Muhammad SAW, Aminah mengatakan, “Aku melihat cahaya yang terang sekali bersamaan dengan keluarnya bayiku, bahkan saking terangnya, aku bisa melihat singgasana kerajaan Romawi.”

Saat proses persalinan terjadi, Allah mengutus empat perempuan utama untuk menemani Aminah selama proses persalinan. Mereka ialah Hawa istri Nabi Adam, Sarah istri Nabi Ibrahim, Asiyah binti Muzahim, dan Maryam binti Imran, ibunda Nabi Isa AS.

Seperti yang dilakukan pada perempuan saat itu, Aminah menitipkan anaknya, Muhammad, kepada Halimah as-Sa’diyah beberapa saat setelah melahirkannya. Maka sejak saat itu, Nabi Muhammad tinggal bersama keluarga Halimah di perkemahan daerah Bani Sa’ad. 

***

Nabi tumbuh dan besar di daerah tersebut terpisah cukup jauh dengan ibunya yang tinggal di Mekkah. Selama mengasuh Nabi, Halimah mendapat banyak kemuliaan dan mengalami kehidupan yang lebih baik selama merawat Nabi. Hewan ternaknya menjadi gemuk-gemuk dan penuh dengan susu padahal sebelumnya kurus-kurus.

Halimah merasa Nabi Muhammad adalah pembawa berkah bagi keluarganya. Sehingga ia meminta izin kepada Sayyidah Aminah agar memperpanjang masa kebersamaannya dengan Nabi Muhammad. Tetapi, keinginan Halimah tidak dilanjutkan setelah mendengar cerita tentang kejadian aneh yang menimpa anak asuhnya itu seperti dibelah dadanya dan dicuci hatinya oleh orang tak dikenal yang merupakan para malaikat yang diutus Allah.

Karena kekhawatiran tersebut, Halimah buru-buru menyerahkan Nabi Muhammad kepada ibundanya. Maka sejak saat ini Nabi Muhammad kembali menjalani hari-harinya bersama Sayyidah Aminah. 

Dikisahkan, Rasulullah hidup bersama ibunya selama tiga tahun, atau hingga dia berusia enam tahun. Selain mendapatkan perhatian penuh dari ibundanya, Rasulullah juga mendapatkan perhatian dari kakek, paman, bibi, dan sepupu-sepupunya. 

Setelah Nabi Muhammad berusia enam tahun, Aminah mengajaknya untuk berziarah ke makam ayahnya serta keluarganya dari keturunan Bani ‘Ady bin Najjar di kota Yatsrib ditemani oleh Halimah dan Ummu Aiman. Perjalanan menuju Kota Yatsrib ditempuh menggunakan unta. 

Sebagaimana keterangan buku Sirah Nabawiyah yang ditulis Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sayyidah Aminah dan Nabi Muhammad berada di Yatsrib selama sebulan. Mereka akhirnya pulang kembali ke Mekkah, namun di tengah perjalanan Sayyidah Aminah jatuh sakit ketika sampai Abwa, sebuah desa yang jaraknya sekitar 140 kilometer dari Madinah ke Makkah. 

Sepanjang perjalanan, Aminah memberi perhatian lebih kepada Rasulullah dengan mengajarkan beberapa hal sebagai seorang ibu yang baik dengan penuh kasih sayang.

Sesaat sebelum wafat, Sayyidah Aminah berpesan kepada Ummu Aiman untuk menjaga dan merawat Nabi Muhammad. Ummu Aiman melaksanakan wasiat Sayyidah Aminah itu dengan baik. Ummu Aiman juga sangat sayang dan perhatian kepada Nabi Muhammad sehingga dikenal sebagai ibu kedua Nabi Muhammad. Setelah itu, Nabi diasuh kakeknya Abdul Muthalib selama dua tahun dilanjutkan oleh saudara Ayahnya atau paman Nabi yaitu Abu Thalib. []

Baca juga:

Berita terkait
Pandemi Corona dan Kisah Wabah Penyakit Zaman Nabi
Pandemi corona Covid-19 menyerang nyaris seluruh negara di dunia saat ini, ternyata peristiwa serupa pernah terjadi pada zaman kenabian.
Tata Cara Puasa Ramadan di Tengah Wabah Corona
MUI mengungkapkan tata cara puasa Ramadan di tengah wabah corona di Indonesia.
Cara Bayar Utang Puasa Ramadan dan Niatnya
Kalau tidak meleset bulan puasa jatuh pada hari Kamis, 23 April 2020 atau 1 Ramadan 1441 H.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.