Ketentuan Presidential Threshold Dinilai Tak Relevan, Ini Alasannya

Ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dinilai sudah tidak relevan untuk diberlakukan pada Pemilu 2019.
AMBANG BATAS UU PEMILU Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay (kiri) berbincang dengan Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini (kanan) saat mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (6/9). Permohonan pengujian tersebut ditujukan pada Pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presiden Republik Indonesia. (Foto: Ant/Rivan Awal Lingga).

Jakarta, (Tagar 6/9/2017) – Ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang ada saat ini dinilai sudah tidak relevan untuk diberlakukan pada Pemilu 2019.

"Secara logis, syarat adanya ambang batas pencalonan presiden berupa sejumlah kursi atau suara tertentu sudah tidak lagi relevan untuk diberlakukan pada Pemilu 2019," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (6/9).

Titi mengatakan hal tersebut usai mendaftarkan uji materi ketentuan Pasal 222 UU Pemilu yang memuat ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden di MK. Ketentuan ini mengatur ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen jumlah kursi DPR atau 25 persen dari total suara sah hasil Pemilu 2014.

Menurut Titi, ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden ini bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945, yang menjamin seluruh partai politik peserta Pemilu dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden sebelum Pemilu berlangsung. "Pada Pemilu 2014 ketentuan ambang batas ini dikatakan konstitusional, karena Pemilu Legislatif digelar sebelum Pemilu Presiden," jelas Titi.

Sementara pada Pemilu 2019 nanti, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden akan digelar serentak. Hal ini kemudian mengakibatkan partai politik yang pada Pemilu 2014 tidak memenuhi syarat ambang batas, tidak dapat mengajukan calon presiden yang mereka usung.

Ketentuan ambang batas pencalonan presiden dinilai Titi menimbulkan perlakuan yang tidak sama bagi seluruh partai politik peserta Pemilu.

"Sebab partai politik baru yang merupakan peserta pemilu yang menurut Pasal 6 ayat (2) UUD 45 itu boleh mengusung calon, namun karena ketentuan Pasal 222 UU Pemilu justru tidak diberi ruangan untuk mengusung calonnya," jelas Titi.

Lebih lanjut Titi menekankan, Pemilu harus disusun secara jujur, adil, dan demokratis. "Tidak boleh ada perlakuan diskriminasi sebagaimana Pasal 22 ayat (1) mengatakan pemilihan umum harus diselenggarakan secara luber dan jurdil," tegas Titi.

Oleh sebab itu Perludem bersama dengan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay, aktivis Yuda Irlang, serta Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), mendaftarkan uji materi Pasal 222 UU Pemilu ke MK. "Karena Mahkamah mengatakan ambang batas pencalonan itu adalah kebijakan politik hukum terbuka yang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, namun menurut kami ketentuan ini tidak sejalan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945," pungkas Titi. (yps/ant)

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.