Kesetaraan Gender Global Mundur di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 mundurkan pencapaian kesetaraan gender global, diperlukan waktu 133 tahun untuk capai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki
Penelitian menyebutkan pandemi membawa dampak yang lebih berat bagi perempuan (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Pandemi virus corona (Covid-19) telah memundurkan pencapaian kesetaraan gender global. Ini disampaikan oleh World Economic Forum. Dengan kecepatan saat ini, perlu 133 tahun untuk mencapai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Kristie Pladson melaporkannya untuk dw.com/id.

Pandemi dituding telah membalikkan kemajuan global dalam mencapai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Dampaknya bisa berlangsung lama, demikian kesimpulan World Economic Forum (WEF) dalam laporan Kesenjangan Gender Global 2021 yang dirilis 31 Maret 2021.

Indeks tahunan tersebut telah melacak perkembangan dalam kesetaraan gender sejak 2006. WEF mengevaluasi kemajuan pencapaian kesetaraan gender dalam empat dimensi utama yaitu partisipasi dan peluang ekonomi, pencapaian pendidikan, kesehatan dan kelangsungan hidup, serta pemberdayaan politik.

Laporan tahunan yang mengamati 156 negara ini menyebutkan bahwa dengan laju pencapaian seperti saat ini, butuh waktu 133,4 tahun untuk mencapai keseimbangan global antara perempuan dan laki-laki. Penurunan global dalam kesetaraan gender terutama didorong oleh kinerja yang buruk di negara besar dan negara berkembang, seperti yang dilaporkan dalam ringkasan laporan tersebut.

Selama dua belas tahun berturut-turut, Islandia telah menduduki peringkat negara dengan gender paling setara di dunia. Negara-negara lain yang mengalami peningkatan paling tinggi tahun ini adalah Lituania, Serbia, Timor-Leste, Togo, dan Uni Emirat Arab. Sementara Timor-Leste dan Togo juga termasuk di antara hanya empat negara (termasuk Pantai Gading dan Yordania) yang berhasil meningkatkan partisipasi ekonomi dan menutup kesenjangan peluang sejak laporan terakhir diterbitkan.

ilus gender2Ilustrasi: Kesetaraan gender (Foto: britannica.com)

Pandemi virus corona dinilai ikut bertanggung jawab melebarkan kembali kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Data awal menunjukkan bahwa dampak ekonomi dan sosial dari pandemi berdampak lebih parah terhadap perempuan dibandingkan laki-laki. Sejauh ini, sekitar 5% dari perempuan yang bekerja di seluruh dunia telah kehilangan pekerjaan, sementara pada laki-laki hanya 3,9%. Data lebih lanjut menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah perempuan yang mengisi posisi kepemimpinan.

1. Sektor Teknik dan Informasi Masih Didominasi Laki-laki

Dari delapan sektor pekerjaan yang dilacak WEF, hanya dua sektor dinilai mencapai kesetaraan gender, yakni sektor "manusia dan budaya" serta "produksi konten". Sementara itu, perempuan masih sangat kurang terwakili di banyak sektor. Kondisi yang diperparah oleh pandemi dapat membawa "efek merusak" pada peluang ekonomi bagi perempuan di masa depan, demikian laporan tersebut memperingatkan.

Krisis kesehatan Covid-19 telah mempercepat digitalisasi dan otomatisasi, serta menyebabkan lebih cepatnya disrupsi pada pasar tenaga kerja. Tetapi data menunjukkan bahwa kesenjangan gender lebih mungkin terjadi di sektor-sektor yang membutuhkan keterampilan teknis tertentu. Contohnya, hanya ada sepertiga atau bahkan lebih sedikit tenaga kerja perempuan di sektor teknik, data, kecerdasan buatan, dan komputasi awan.

Dalam konteks pandemi, perempuan juga lebih rentan mengalami peningkatan stres akibat pekerjaan ganda, baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar, akibat tutupnya sekolah-sekolah dan terbatasnya ketersediaan layanan perawatan. Ini menjadi hambatan lain bagi perempuan untuk mendapatkan posisi kepemimpinan atau untuk mulai memasuki industri baru.

2. Kesetaraan Gender di Bidang Politik Mundur

Dengan hanya 22,3% dari kesenjangan yang berhasil ditutup, pemberdayaan politik adalah yang paling tidak berkembang dari empat sektor kesenjangan gender yang dilacak oleh WEF. Kesenjangan telah melebar 2,4 poin sejak laporan tahun lalu.

ilus genderIlustrasi: Kesetaraan gender (Foto: impactplus.com)

Di semua negara yang dilacak, perempuan hanya menduduki 25,7% dari sekitar 35.500 kursi parlemen dan 22,8% dari 3.400 lebih jabatan menteri di seluruh dunia. Dengan laju saat ini, dibutuhkan waktu 145,5 tahun untuk mencapai kesetaraan gender di ranah politik.

Setelah politik, partisipasi dan peluang ekonomi adalah kesenjangan yang paling tidak berkembang di posisi kedua. Untuk saat ini, dibutuhkan waktu 257,2 tahun bagi partisipasi ekonomi dan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan.

Namun, jika menyangkut pencapaian pendidikan dan kesehatan serta kelangsungan hidup, kesenjangannya hampir bisa ditutup. Kesenjangan pencapaian pendidikan global antara laki-laki dan perempuan telah 96,3% tertutup. Dengan percepatan seperti saat ini, paritas lengkap diharapkan dapat dicapai dalam 13 tahun, sementara saat ini telah ada 30 negara yang mencapainya.

Untuk mencapai masa depan dengan kesetaraan yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki, WEF merekomendasikan lebih banyak investasi di sektor perawatan serta kebijakan cuti yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Perlu juga ada target kebijakan dan praktik khusus untuk mengatasi segregasi pekerjaan berdasarkan gender.

Terakhir, laporan tersebut menyerukan untuk menanamkan praktik manajerial yang baik dan tidak bias pada saat perekrutan dan promosi (ae/pkp)/dw.com/id. []

Berita terkait
Josephine Inkpin Pendeta Transgender Pertama di Australia
Pendeta Josephine Jo Inkpin catat sejarah di Australia jadi transgender pertama yang diangkat untuk melayani salah satu gereja denominasi besar
Madrasah Khusus Transgender Pertama di Pakistan
Seorang transgender mengembangkan pendidikan agama melalui madrasah khusus untuk transgender di Kota Islamabad
Biden Pilih Perempuan Transgender Asisten Menteri Kesehatan
Presiden terpilih AS, Joe Biden, menunjuk Kepala Kesehatan Pennsylvania, Rachel Levine, sebagai asisten menteri kesehatan kabinetnya
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.