Kenapa Pemilu 2019 Rakyat Indonesia Antusias Tinggi?

Kenapa Pemilu 2019 rakyat Indonesia antusias tinggi? Ini analisis akademisi Universitas Malikussaleh Aceh Kamaruddin Hasan.
Anggota Komunitas Srikandi Indonesia membagikan ampyang (makanan khas Jawa dari kacang tanah dan gula) kepada warga pada Barbagi Ampyang Pemilu Damai di Car Free Day, Solo, Jawa Tengah, Minggu (28/4/2019). Kegiatan tersebut sebagai ungkapan syukur terima kasih atas berlangsungnya Pemilu 2019 dengan damai dan berharap masyarakat untuk kembali menjalin persatuan dan kesatuan usai Pemilu 2019. (Foto: Antara/Mohammad Ayudha)

Jakarta - Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Kamaruddin Hasan berpendapat antusias rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih untuk memberikan hak pilihnya pada pemilu 2019 lebih tinggi dari pemilu sebelumnya serta terjadi di seluruh Tanah Air.

"Sehingga dapat dikatakan tingkat partisipatif warga terhadap pemilu 2019 lebih meningkat dari sebelumnya," ungkap Kamaruddin Hasan, pengajar ilmu komunikasi Universitas Malikussaleh, Aceh, Minggu 28 April 2019 dilansir Antara.

Kamaruddin mengatakan peningkatan partisipasi dan antusiasme rakyat dalam Pemilu 2019 tersebut, tidak hanya terlihat dari konten dan wacana media. Baik dalam media konvensional, media daring maupun media sosial, namun juga rakyat memperlihatkan ketika pada hari H pemilu tanggal 17 April 2019 dengan mendatangi TPS-TPS untuk memberikan hak pilihnya.

Bahkan, partisipasi dan antusiasme rakyat pada pemilu 2019 yang meningkat secara signifikan dibanding dengan pemilu 2014, jika diproyeksikan persentase pemilih, maka pada pemilu 2019 mencetak rekor baru.

Dosen Unimal ini menyebut, ketika tingkat partisipasi dan antusiasme pemilih tinggi menandakan vitalitas demokrasi semakin baik, maka jumlah pemilih adalah salah satu indikator penting bagaimana rakyat berpartisipasi dalam pemerintahan, berbangsa dan bernegara. 

Begitu juga sebaliknya, ketika, tingkat partisipasi dan antusiasme pemilih rendah dengan menunjukkan apatis, golput, ketidakpercayaan, dengan tidak memberikan hak suara, maka tingkat demokrasi juga rendah. 

Akan tetapi, jika menurunnya partisipasi jumlah pemilih menjadi problem demokrasi, menunjukkan sebagian rakyat mempertimbangkan pemilu sebagai mekanisme untuk melegitimasi kontrol partai politik atas keputusan politik.

Rekor baru bagi Indonesia dalam tingkat partisipasi dan antusias pemilih pada pemilu 2019 perlu mendapat apresiasi tinggi.

Kamaruddin mengatakan, indikator mengapa tingkat partisipasi dan antusiasme meningkat, antara lain dapat disebabkan tingkat kesadaran berdemokrasi rakyat yang baik, kedewasaan berpolitik dan bernegara dari rakyat yang baik, serta adanya kepercayaan pada pemerintah, penyelenggara pemilu, peserta pemilu, parpol, caleg-caleg dan calon perwakilan daerah.

Bahkan, daya pikat pasangan capres-cawapres pemilu 2019 terutama bagi kalangan milenial juga sangat menentukan dalam menaikkan grafik angka pemilih. Di sisi lain, rakyat senantiasa menggantungkan harapan pada pemerintah yang lebih baik dan benar, yang membuat rakyat tergerak untuk terlibat dalam proses demokrasi tersebut, jelas dosen ilmu komunikasi Unimal ini.

Rekor baru bagi Indonesia dalam tingkat partisipasi dan antusias pemilih pada pemilu 2019 perlu mendapat apresiasi tinggi. Mengingat secara global, hasil riset International IDEA (2016), 'Voters Turnout Trends around the World', adanya tren partisipasi pemilih dalam pemilu mengalami penurunan signifikan sejak 1990-an. 

Jumlah pemilih global cukup stabil antara tahun 1940-an. Era 1980-an, menurun dari 78 persen menjadi 76 persen. Pada 1990-an turun sampai 70 persen, dan terus mengalami penurunan mencapai 66 persen periode 2011-2015. Untuk Asia dan Amerika, tren jumlah pemilih relatif stabil dari waktu ke waktu, namun di kedua wilayah jumlah pemilih telah jauh di bawah rata-rata global.

Kamaruddin Hasan menambahkan, walaupun demikian, tingkat partisipasi dan antusiasme pemilih dalam politik elektoral bukan secara keseluruhan menunjukkan lemahnya partisipasi politik rakyat.

"Artinya, saat ini telah banyak terjadi pergeseran saluran partisipasi politik, dari pemungutan suara menjadi bentuk-bentuk baru partisipasi politik yang memberikan tekanan pada pemerintah dan fungsi partai politik. Partisipasi politik rakyat muncul dalam bentuk-bentuk sangat beragam, seperti aksi protes dan peningkatan penggunaan media sosial sebagai platform baru keterlibatan politik," terangnya.

Kamaruddin menambahkan, masalah partisipasi dalam berbagai bentuk dan jenisnya harus tetap menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai upaya menentukan kematangan konsolidasi demokrasi di Indonesia. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.