Untuk Indonesia

Kenapa Ahok Diam Melihat Skandal PDIP di DPRD DKI

Ahok berada di dalam PDIP, bicaralah. Hentikan skandal mereka termasuk PDIP di DPRD DKI, yang terang-terangan merampok uang rakyat. Tamak, rakus.
Ahok anggota PDIP. (Foto: Tagar/Antara/Nyoman Hendra Wibowo)

Oleh: Ade Armando*

Baru satu tahun menjadi wakil rakyat, para anggota DPRD DKI sudah kelihatan rakusnya. Kalau saya gunakan kata kasar, saya akan katakan mereka berencana merampok uang rakyat besar-besaran. Kalau menggunakan istilah lebih sopan, saya akan katakan DPRD DKI secara bersama-sama sedang berusaha merancang alokasi anggaran daerah sehingga pemasukan yang diterima masing-masing anggota dewan mencapai sekitar Rp 700 juta per bulan.

Itu artinya sekitar empat kali lipat pemasukan yang mereka peroleh saat ini. Selama ini sebenarnya mereka sudah memperoleh gaji di atas Rp 100 juta per bulan. Tapi dasar tamak, itu dianggap tidak cukup. Karena itulah mereka bersama-sama merancang anggaran yang bisa memperkaya diri mereka. Kelakuan mereka itu memalukan.

Satu-satunya fraksi yang menolak pengerukan uang rakyat ini adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai anak muda ini sudah menyatakan penolakannya. Mereka bilang tak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk menaikkan pendapatan anggota DPRD, apalagi kenaikan sampai empat kali lipat.

Tapi tentu saja, sebagaimana dalam beberapa kasus sebelumnya, PSI saat ini justru menjadi bahan bully-an di DPRD DKI. Mereka dianggap munafik, sok suci, pengkhianat, dan sebagainya. Pem-bully-an itu bahkan datang dari sebagian teman anggota DPRD yang semula dikira masih bertahan dengan komitmen mereka untuk membela rakyat.

Semula, kita masih berharap bahwa di partai-partai senior, masih ada anak-anak muda yang juga berpikiran lurus dan jujur. Sayangnya, itu mungkin adalah harapan berlebihan. Yang terjadi justru sebaliknya, sesama anak muda dari partai lain yang kita kira juga menyuarakan perjuangan kerakyatan malah menghina-hina PSI.

Sebelum lebih jauh, Anda mungkin bertanya kenapa nama Ahok harus dilibatkan dalam perang melawan ketamakan ini? Jawaban saya sederhana, karena Ahok adalah tokoh anti-korupsi yang kenal dekat dengan praktik semacam ini di DPR. Saat menjadi anggota DPR, dia jelas-jelas menolak aliran dana yang dia duga datang dari mereka yang berusaha menyuap DPR.

Ketika dia menjadi gubernur, dengan tegas dia akan mencoret anggaran yang diajukan DPRD yang dianggapnya tidak masuk akal. Dia tidak kompromi dengan pembengkakan anggaran yang ditemuinya. Kini dia memang tidak lagi ada di DPR atau di birokrasi pemerintahan. Tapi dia ada di PDIP. Dan dia bisa mempengaruhi orang-orang di partai banteng itu untuk melawan.

Masalahnya memang, saat ini ada banyak pihak yang menyatakan PDIP adalah salah satu partai yang mendukung pembengkakan anggaran ini. Bahkan salah seorang anak muda wakil rakyat dari PDIP yang selama ini dikenal dekat dengan Ahok, Ima Mahdiah, menjadi semacam juru bicara pendukung kenaikan pendapatan fantastis ini.

Karena itulah Ahok harus bicara karena dia sekarang sudah berada di dalam PDIP.

Ketika PSI menyatakan penolakan kenaikan anggaran yang diikuti sindiran Denny Siregar melalui Twitternya, Ima bilang 'Berpolitik jangan melipat dalam gunting seperti itulah'. Tidak jelas juga apa yang dimaksud Ima dengan istilah 'melipat dalam gunting'. Saya duga maksudnya 'menggunting dalam lipatan'. Dan kalau itu yang ia maksudkan artinya ia menuduh PSI adalah partai yang menusuk dari belakang, atau mencelakakan teman sendiri.

Ini jelas menyedihkan. Ima mungkin saja naif. Kesannya dia memang ingin sekali menikmati dana Rp 700 juta mengalir ke rekeningnya. Tapi, tak bisa dihindari, apa yang dikatakannya bisa membuat orang mengira dia sebenarnya sedang diperintahkan PDIP untuk membungkam PSI. Apalagi karena PDIP tampak tenang-tenang saja dengan skandal pengerukan uang rakyat ini.

Karena itulah Ahok harus bicara karena dia sekarang sudah berada di dalam PDIP. Sesudah lepas dari penjara, dia masuk PDIP karena dia tampaknya percaya PDIP bisa dimanfaatkannya untuk menjadi kekuatan utama untuk melawan korupsi di Indonesia. Kalau dia konsisten dengan sikapnya dulu, kini Ahok pun harusnya marah dengan rencana pengerukan ini.

Bahkan Ahok seharusnya mempertanyakan komitmen Ima. Kalau Ahok diam saja, kita jadi layak curiga Ahok sudah merasa nyaman hidup dalam zona aman. Tentu saja dengan memilih diam, dia mungkin saja tidak mau menyakiti hati teman-teman partainya walau dia tahu persis pembengkakan anggaran ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang dipercayainya.

Tapi kalau Ahok memang berkomitmen pada perang melawan korupsi, dia selayaknya bicara. Saya percaya Ahok meminta PDIP menolak kenaikan penghasilan anggota dewan, suaranya akan didengar. Tentu saja, ya bisa saja, apa yang dikatakannya tidak diindahkan. Pengerukan uang jalan terus, dan Ahok cuma seperti bicara di gurun pasir. Tapi dia rasanya tetap harus mengingatkan.

Para anggota DPRD mungkin sekali akan terus melanjutkan rencana karena mereka tahu, secara hukum mereka memang bisa melakukan itu. DPRD DKI memang bisa menetapkan sendiri pemasukan yang bisa mereka peroleh setiap tahun. Tentu saja, anggaran itu harus disetujui bersama dengan Pemprov DKI. Tapi mengingat kualitas Anies dan anak buahnya, kita rasanya tidak perlu berharap mereka akan mempersoalkan anggaran yang menguras kekayaan negara ini.

Dalam rancangan anggaran Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2021, DPRD merencanakan akan ada uang sekitar Rp 8,383 miliar mengalir ke rekening anggota dewan per tahun. Ini memang bukan cuma gaji bulanan. Di dalam RKT ada pendapatan langsung, pendapatan tidak langsung, plus anggaran kegiatan.

Jadi di luar gaji, anggota DPRD memperoleh tunjangan uang representasi, uang paket, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan beras, tunjangan komisi, tunjangan perumahan, tunjangan komunikasi, tunjangan transportasi. Setelah itu mereka masih memperoleh anggaran untuk misalnya melakukan kunjungan kerja.

Jumlah keseluruhan itulah yang sangat fantastis. Setiap anggota dewan akan memperoleh sekitar Rp 700 juta per bulan, atau Rp 600 jutaan kalau sudah dipotong pajak. Dan untuk itu negara harus mengucurkan Rp 888 miliar per tahun untuk total 106 anggota DPRD.

Dan celakanya bila ini gol di DKI, sangat mungkin DPRD-DPRD lain akan mengikuti jalan ninja yang sama. Karena itulah, teruslah menolak, PSI. Bicaralah, Pak Ahok. Hentikan skandal ini.

Seperti saya katakan, menurut perhitungan, ini merupakan kenaikan empat kali lipat dari anggaran tahun sebelumnya. Kenapa harus ada kenaikan? Tidak ada penjelasan, dan memang tidak perlu ada penjelasan lain. Menurut saya sih, para anggota DPRD itu tamak saja. Tak ada alasan lain yang bisa dibayangkan mengapa mereka harus memperoleh pendapatan berlipat-lipat.

Seperti dikatakan tadi dengan gaji dan segenap tunjangan yang mereka peroleh, hidup mereka dan keluarga mereka sudah terjamin. Penghasilan mereka sudah jauh lebih dari cukup, padahal kinerja mereka jauh di bawah standar. Mana kerja mereka yang mencerminkan kepedulian mereka kepada rakyat?

Contohnya dalam fungsi pengawasan anggaran. Para anggota DPRD yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat, begitu saja membiarkan Pemprov DKI menghabiskan uang rakyat tanpa ada kerja nyata. Kalau tidak ada PSI, misalnya, anggaran Aibon yang mencapai Rp 80 miliar itu bisa saja disahkan.

Begitu juga pertanggungjawaban penggunaan anggaran oleh Pemprov pada 2019 begitu saja berlangsung terlepas dari rangkaian kejanggalan yang harusnya bisa dipersoalkan DPRD. Yang protes ketika itu ya PSI dan beberapa fraksi lainnya yang memutuskan walkout. Yang memprotes cuma minoritas. Bisa dibilang, para anggota DPRD itu tidak jelas manfaat keberadaannya.

Mungkin bahkan banyak rakyat tidak tahu yang namanya kunjungan kerja itu pertanggungjawabannya sama sekali tidak transparan dan akuntabel. Dengan mudah para anggota DPRD melakukan aksi tipu-tipu sehingga sebagian besar uang kunker justru mengalir ke kantong mereka. Kalau mereka melakukan perjalanan dinas, mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan pengeluaran secara terperinci.

Jadi selama ini pengerukan uang rakyat sudah secara nyata terjadi di DPRD. Dan setelah itu semua, tega-teganya mereka sekarang meminta kenaikan pendapatan. Celakanya, seperti saya katakan tadi, ini bisa berlangsung karena partai-partai besar membiarkan, mendukung atau memang adalah perancang kenaikan anggaran ini.

Saya duga mereka mendukung pengerukan uang rakyat karena dengan demikian uang akan mengalir deras ke kas partai. Dan celakanya, bila ini gol di DKI, sangat mungkin DPRD-DPRD lain akan mengikuti jalan ninja yang sama. Karena itu, teruslah menolak, PSI. Bicaralah, Pak Ahok. Hentikan skandal ini.

Mudah-mudahan orang-orang berhati nurani dan berakal sehat masih bersedia menghentikan praktik pengerukan uang rakyat ini. Mari gunakan akal sehat. Hanya kalau kita gunakan akal sehat, negara ini akan selamat. 

*Akademisi Universitas Indonesia


Berita terkait
Inul Daratista dan Denny Siregar Sindir DPRD DKI Digaji Rp 8 M
Inul Daratista dan Denny Siregar menyindir anggota DPRD DKI Jakarta mengantuk saat rapat malah digaji Rp 8 miliar pertahun.
Denny Siregar Bocorkan Gaji DPRD DKI, Inul Daratista Meradang
Denny Siregar membuat pedangdut Tanah Air Inul Daratista meradang setelah mengetahui pendapatan DPRD DKI akarta dalam setahun Rp 8 miliar.
Pandangan Ketua DPW PSI Soal Kenaikan Gaji DPRD DKI
Menurut Ketua DPW PSI, permintaan kenaikan gaji oleh DPRD DKI Jakarta adalah manusiawi.
0
Mensos Kobarkan Semangat Wirausaha Ribuan Ibu-ibu KPM PKH
Menteri Sosial Tri Rismaharini membakar semangat para penerima manfaat yang hadir di Pendopo Kabupaten Malang, Sabtu, 25 Juni 2022.