Kemenkes: Biaya Rapid Test Tertinggi Rp 150 Ribu

Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi bagi pasien mandiri.
Ilustrasi rapid test. Petugas medis mengambil sample warga yang akan mengikuti tes cepat (Rapid Test) COVID-19 di Halaman Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu, 28 Juni 2020. (Foto: Antara/Reno Esnir/foc)

Jakarta - Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan surat edaran nomor: HK.02.02/1/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi bagi pasien mandiri.

Surat Edaran ini adalah regulasi yang dibuat pemerintah guna menyamakan harga rapid test bagi masyarakat di seluruh Tanah Air yang ingin memeriksakan antibodi secara cepat.

Penetapan harga rapid test sendiri dikarenakan adanya variasi harga yang beredar dan membuat masyarakat bingung. Regulasi ini juga merupakan upaya pemerintah menghindari adanya komersialisasi yang dilakukan pihak pelayanan kesehatan.

“Jadi ini sesuai dengan permintaan masyarakat. Ini juga membantu masyarakat supaya tidak bingung terkait harga kalau berkunjung ke tempat layanan kesehatan,” ujar dr Tri Hesty Widyastoeti selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan saat bincang publik di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Senin, 13 Juli 2020.

Penetapan harga tersebut merupakan harga pemeriksaan rapid test, termasuk biaya alat rapid test, alat pelindung diri untuk petugas medis, termasuk biaya jasa layanan, misalnya dokter atau dokter spesialis.

dr Tri Hesty Widyastoetidr Tri Hesty Widyastoeti selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan saat bincang publik di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Senin, 13 Juli 2020. (Foto: BNPB)

Dokter Tri Hesty juga menambahkan, batas harga yang ditetapkan, yakni Rp 150 ribu berlaku untuk seluruh layanan kesehatan bagi pasien mandiri di mana pasien yang meminta pemeriksaan tersebut, di luar bantuan pemerintah. “Intinya bukan yang untuk skrining yang bantuan pemerintah,” kata dia.

Bahwa memang harus ada patokan. Kalau tidak akan sangat jadi tidak terkendali

Pemeriksaan tersebut berlaku di semua fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit pemerintah, swasta, klinik, dan berbagai tempat pengecekan lain.

Terkait sanksi, dia mengakui Kementerian Kesehatan belum menetapkan terkait pelanggaran penetapan harga rapid test. Namun menurutnya, Kementerian Kesehatan akan melihat lebih lanjut terkait berbagai aspek yang berhubungan dengan penetapan harga tersebut, baik dari sisi masyarakat, tempat layanan kesehatan, tenaga medis, serta para distributor dan penyedia alat rapid test.

“Saya rasa dengan adanya distributor-distributor yang juga ikut membantu, dengan harga yang juga bisa bersaing, tentu akan lebih membantu rumah sakit. Itu yang kami harapkan,” jelasnya.

Adanya regulasi harga rapid test disambut baik oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai asosiasi yang menaungi rumah sakit di Indonesia.

Sekretaris Jenderal PERSI, dr Lia G Partakusuma mengatakan, keputusan yang telah dibuat Kementerian Kesehatan tersebut tepat, agar harga dari rapid test di berbagai tempat pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit bisa terkendali.

“Apa pun itu kami sangat menyambut baik. Bahwa memang harus ada patokan. Kalau tidak akan sangat jadi tidak terkendali,” tuturnya.[]

Berita terkait
Sebaiknya Rapid Test Gratis untuk Rakyat Biasa
Anggota DPR Marwan Jafar meminta Pemerintah menggratiskan biaya rapid tes dan PCR Swab. Di sejumlah rumah sakit biayanya mencekik leher.
Rapid Test di Atas Rp150 Ribu, Siap-siap Kena Sanksi
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah akan memberi sanksi tegas kepada rumah sakit yang mematok tarif di atas Rp 150.000.
Empat Hari Rapid Test Gratis di Sulsel 40 Orang Reaktif
Sebanyak 40 peserta rapid test gratis yang digelar Pemprov Sulsel terkonfirmasi reaktif terhadap Covid-19.