Kemendagri Saran APBDP Lombok Pakai Aturan Kepala Daerah

"Ini kok lama sekali? Rakyat sudah menunggu kapan mereka dilayani. Jangan tersandera di sini," kritik Sumule keras.
Direktur Pelaksanaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah Kemendagri, Sumule Tumbo saat ia menghadiri Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) di Aula Kantor Bupati Lombok Barat, Rabu (17/10). (Foto: Tagar/Harianto Nukman)

Lombok Barat, (Tagar 17/10/2018) - Lambannya pembahasan dan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2018 Kabupaten Lombok Barat mengundang kritik pedas dari Kementerian Dalam Negeri RI (Kemendagri).

Melalui Direktur Pelaksanaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah  Sumule Tumbo,  Kemendagri memberikan kritik kepada Pemkab dan DPRD Lombok Barat saat ia menghadiri Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) di Aula Kantor Bupati Lombok Barat, Rabu (17/10).

"Ini kok lama sekali? Rakyat sudah menunggu kapan mereka dilayani. Jangan tersandera di sini," ujar Sumule keras sambil memaparkan Peraturan Mendagri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2018 serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sumule menyampaikan itu sambil meminta kehadiran tidak hanya Bupati Lombok Barat, H Fauzan Khalid beserta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), namun juga dari unsur DPRD Lombok Barat.

"Biar terjadi kesepemahaman yang sama. Jangan sampai tersandera di sini," tegas Sumule mengulang harapannya.

Wakil Ketua DPRD, Sulhan Mukhlis Ibrahim yang mewakili unsur pimpinan DPRD Lombok Barat dengan didampingi oleh beberapa anggota DPRD pun akhirnya hadir memberikan klarifikasi pada acara yang mestinya hanya menjadi koordinasi antar SKPD lingkup Pemkab Lombok Barat. Sulhan menukas kritik itu dengan menyatakan bahwa bencana gempa bumi yang terjadi di Pulau Lombok telah mempengaruhi proses pembahasan APBDP.

"Siapa yang berani ngantor selama bulan Agustus," tepis Sulhan.

Ia juga berdalih bahwa proses penetapan APBDP, baik melalui Peraturan Daerah atau dengan menggunakan Peraturan Bupati akan sama-sama membutuhkan durasi waktu sehingga bisa jadi bersamaan. Selain dua hal tersebut, Sulhan mempertanyakan pandangan Sumule dengan persoalan hierarki peraturan perundang-undangan.

"Bagaimana mungkin Perbup membatalkan Perda? Sama halnya secara hierarkhis, undang-undang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Permendagri," ujar Sulhan sengit.

Mendapat tanggapan dan pertanyaan tersebut, Sumule pun membantah dan bersikukuh.

“Selaku pembina, kami jamin. Silakan diproses Perbup, kami jamin secara regulasi,” kata dia.

Sumule pun menambahkan, “Kalau Perda membutuhkan banyak prosedur,” tukas Sumule menyebutkan rentetan prosedur Pengesahan dan Penetapan Perda dari DPRD ke pemerintah Provinsi sampai pada pe-nomor-annya yang membutuhkan waktu yang cukup lama.

Menurut Sumule, APBD Perubahan cukup ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah saja bila pembahasannya melampaui masa akhir yang ditetapkan aturan.

“Persetujuan APBDP paling lambat dilakukan 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir.  Ini artinya per- 30 September, perubahan sudah dilakukan. Akan tetapi kalau belum dilaksanakan hingga sekarang, maka Kepala Daerah dapat menetapkan perubahan APBD,” jelas Sumule merujuk pada Pasal 318 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Apalagi ini keadaan darurat dan tidak normal. Kebutuhan masyarakat tidak perlu lama-lama didiskusikan. Tidak boleh kita beralasan karena aturan. Ini keadaan darurat,” pungkasnya.

Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Barat, H Moh Taufiq pun mengiyakan arahan dari Sumule.

“Kita sesuai dengan arahan dari Kemendagri saja, dari pada kita ditolak lagi oleh Provinsi,” ujarnya.

Seperti diketahui, pembahasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2018 di Kabupaten Lombok Barat berlangsung cukup alot. Walau KUA PPAS untuk APBDP telah disetujui Sabtu (13/10) lalu, namun pembahasan masih berjalan sampai saat ini. Rencananya, APBDP itu memang akan diparipurnakan untuk disahkan pada Jumat (19/10) esok.

Molornya pembahasan, di samping disebabkan oleh gempa sepanjang bulan Agustus lalu yang telah membuat kinerja pemerintahan terhambat, namun juga disebabkan oleh defisitnya anggaran.

Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, akibat input dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang minim selama gempa kemarin membuat anggaran Lobar mengalami defisit mencapai 68 miliar lebih. Tidak hanya itu, menurut sumber tersebut, alotnya pembahasan pun disebabkan karena para anggota DPRD tetap ngotot dengan anggaran yang dialokasikan buat pokok-pokok pikiran mereka.

Hal tersebut membuat pembahasan DPRD menjadi lamban dan bahkan melampaui batas waktu yang ditetapkan undang-undang, yaitu 30 September 2018 lalu. []

Berita terkait