TAGAR.id, Jakarta - Komnas Perempuan mencatat jumlah kekerasan berbasis gender sepanjang tahun 2023 mencapai 289.111 kasus. Sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya tetapi hal ini dikarenakan lebih sedikitnya jumlah badan yang melapor. Sasmito Madrim melaporkannya untuk VOA.
Komnas Perempuan, Kamis (7/3/2024) meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) yang merekam data kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2023. Catahu ini berasal dari data Komnas Perempuan, lembaga layanan masyarakat sipil, pemerintah dan badan peradilan. Hasilnya Komnas Perempuan mencatat 289.111 kasus sepanjang 2023, turun 12 persen dibandingkan tahun 2022.
Namun, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengingatkan bahwa data Catahu merupakan indikasi dari puncak gunung es persoalan kekerasan terhadap perempuan. Karena itu, jumlah kasus kekerasan di lapangan bisa jadi lebih banyak dibandingkan yang terekam Komnas Perempuan.
"Catahu sebaiknya diperlakukan sebagai dokumen rujukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang persoalan kekerasan terhadap perempuan, sebagai basis pemeriksaan daya penanganan bagi korban untuk memenuhi hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan," jelas Andy di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Kepada VOA, Andy lebih jauh menjelaskan bahwa “penurunan angka kekerasan ini tidak berarti memang kekerasan menurun, tetapi lebih merepresentasikan jumlah lembaga yang turut di dalam penyusunan Catahu, yang juga lebih sedikit daripada tahun lalu.”
Catahu 2023 menyebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih didominasi ranah personal dibandingkah ranah publik dan ranah negara. Antara lain mulai dari kekerasan psikis, fisik, seksual, hingga ekonomi.
Ketimpangan Relasi Kuasa Masih Jadi Penyebab Utama
Laporan ini juga menemukan tren yang sama terkait korban dan pelaku yaitu korban lebih muda dan lebih rendah pendidikannya daripada pelaku. Dalam tiga tahun terakhir, pelaku yang semestinya menjadi panutan, pelindung, dan simbol negara mengalami kenaikan sembilan persen. Ini menegaskan bahwa akar masalah kekerasan terhadap perempuan bersumber dari ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban.
"Berdasarkan data Komnas Perempuan, usia korban yang paling tinggi adalah usia antara 18-24 tahun. Sedangkan usia pelaku yaitu 25-40 tahun," jelas Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad.
Fuad juga menyoroti kekerasan seksual berbasis elektronik (KBSE) yang diadukan ke Komnas Perempuan, yang paling banyak terjadi dengan 838 kasus. Adapun dari sisi pelaku didominasi teman media sosial sebanyak 447 pelaku. Data ini menunjukkan bahwa perempuan rentan mengalami kekerasan di ruang siber.
Pemerintah Siap Tindak Lanjuti Laporan Komnas Perempuan
Deputi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan akan menindaklanjuti catatan Komnas Perempuan. Salah satunya menguatkan koordinasi antar kementerian lembaga untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Selain itu, kata dia, kementeriannya juga sudah menyiapkan Rencana Aksi Nasional sebaga turunan dari Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) untuk mencegah kekerasan di dalam keluarga.
"Karena dari data Komnas Perempuan disebutkan bahwa kekerasan di ranah domestik mengalami peningkatan. Jadi PKDRT ini penting menjadi perhatian kita bersama," jelas Woro.
Ia menyarankan Komnas Perempuan juga berkoordinasi dengan kementerian koordinator lain seperti Kemenko Polhukam untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang berkaitan dengan hukum. (sm/em)/voaindonesia.com. []